LOGINDimanfaatkan oleh pacar rahasianya selama 10 tahun membuat Sherly melakukan kesalahan terbesar, yaitu tidur dengan konsulennya di pendidikan dokter spesialis. Masalah akan selesai jika itu hanya satu malam panas, tapi Dokter Gerrard, pria tampan nan matang yang menjadi idola departemen bedah itu justru menawarkan pertanggungjawaban--bahkan sampai melamarnya! Bagaimana kehidupan pendidikan spesialis Sherly jika konsulennya adalah suaminya sendiri?
View MoreTubuh Sherly terhuyung setiap kali dorongan keras itu menghantamnya dari belakang. Tangannya mencengkeram sprei, merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
“Ahh… hahh…!”
Lenguhan terlontar dari bibir Sherly kala tangan kokoh pria itu menahan pinggangnya, menariknya lebih rapat, memaksa tubuhnya mengikuti irama yang kian liar.
“Lihat aku…” bisikan berat itu menyusup, rendah namun tegas.
Mata Sherly refleks terarah pada pantulan cermin rias di dalam kamar. Dirinya terguncang di sana, rambut berantakan, bibir ternganga, matanya basah oleh kenikmatan yang meluap.
Lalu, sosok pria itu terlihat. Otot-ototnya menegang di bawah kulit yang berkilau oleh keringat, wajahnya dipahat tajam, rahang mengeras, dan yang terpenting sepasang mata hitam yang menenggelamkan.
Bibir pria itu menempel di telinga Sherly dan berbisik, “Sebut namaku, aku–”
TOK! TOK! TOK!
“Sherly! Bangun atau aku akan dobrak pintu kamarmu ini!”
Mendengar teriakan itu, Sherly langsung terbangun dengan napas tersengal. Selagi tubuhnya banjir keringat, Sherly merutuk dalam hati mengenai mimpi yang dia alami tadi.
Sudah empat minggu semenjak pertama kali ia memimpikan mimpi itu, tapi tiap malam, mimpi yang sama tersebut terus menghantuinya.
“Sherly! Aku hitung sampai tiga ya! Satu, dua–”
“Ugh! Iya, aku bangun!” seru Sherly seraya berjalan menghampiri pintu dan membukanya.
Di sana, berdiri dengan rambut dikuncir ekor kuda dan bibir merengut, adalah Ovi, tetangga kamar kontrakannya.
“Astaga, Vi. Suaramu bisa bikin satu lantai kontrakan bangun!”
Ovi berkacak pinggang. “Kan kamu sendiri yang menyuruhku membangunkanmu! Katanya takut telat buat hari pertama PPDS. Gimana sih?”
Mendengar ucapan itu, Sherly tersentak dan langsung melirik jam di dinding. Sudah pukul 6 lewat, dan Sherly hanya punya waktu kurang dari satu jam untuk sampai di lobi rumah sakit!
“Ah, aku hampir telat!” teriak Sherly yang langsung meraih handuk dan peralatan mandinya.
Memutar bola matanya, Ovi pun hanya bisa melihat Sherly tergesa-gesa berlari ke kamar mandi untuk mandi. Teman Sherly tersebut kemudian menutup pintu dan kembali ke kamarnya.
Sepanjang perjalanan ke RSUD yang akan menjadi tempatnya belajar selama beberapa tahun ke depan, Sherly merutuki nasibnya yang hampir telat. Ini semua karena mimpinya itu!
Empat minggu lalu, di pesta reuni SMA-nya, Sherly kira kekasih yang dia pacari dengan diam-diam selama sepuluh tahun, Reynan, akan mengungkapkan hubungan mereka di hadapan teman-teman. Akan tetapi, tidak Sherly sangka pria itu malah berakhir menyatakan cinta kepada Berliana, anak dari dekan di universitas tempat mereka menimba ilmu kedokteran yang entah kenapa bisa turut ada di sana.
Marah dan patah hati, Sherly pun pergi meninggalkan pesta dan pergi ke bar untuk menumpahkan amarah dan kekecewaan diri. Namun, ia justru berakhir tidur dengan seorang pria asing!
Panik, pagi harinya Sherly memutuskan langsung pergi sebelum pria itu bangun dan mengubur apa yang terjadi di malam itu sendiri.
Namun, sebagai efeknya, dia terus dihantui mimpi bersama pria tersebut!
“Haah … tenanglah, Sher. Tidak lama lagi kamu akan tenggelam dengan kesibukan di rumah sakit, dan tidak ada waktu lagi untuk memimpikan pria itu ….”
“Baru dateng, Sher?” sapa seseorang saat Sherly baru menginjakkan kaki di lobi gedung utama, tepat sepuluh menit sebelum pukul tujuh.
Saat menoleh, ia mendapati Antika, teman seangkatannya di pendidikan spesialis yang sama, sedang memandangnya sambil tersenyum.
"Eh, Mbak,” balas Sherly sembari mengatur napasnya yang berantakan habis berlari. “Pagi, Mbak. Diantar suami?”
Antika mengangguk. “Iya.”
Mereka kemudian berjalan bersama menuju lantai tempat departemen bedah berada sembari mengobrol sampai kemudian Antika menghentikan langkah mereka secara tiba-tiba.
"Kenapa, Mbak?" tanya Sherly dengan tatapan bingung.
"Lihat ke arah jam 9, Sher!" bisik Antika lirih. Ia berdeham. “Wah, aku emang udah punya suami dan anak sih, tapi tetep aja. Syukur bisa lihat beliau lagi–”
Sherly mengernyit. Namun, ia mengikuti instruksi Antika dan menoleh ke arah yang Antika tujukan.
Tubuhnya seketika menegang. Rasanya Sherly akan pingsan!
Sepasang matanya membelalak melihat pria tinggi tegap yang berdiri tidak jauh dari sana. Sosok itu tampak gagah dan berwibawa dengan setelan scrub warna biru muda, seragam khusus dari rumah sakit yang dipakai oleh para dokter spesialis dan tenaga kesehatan di departemen bedah.
Namun, bukan penampilan tampan dokter itu yang mengejutkan Sherly.
Wajah itu … tidak mungkin Sherly lupakan. Apalagi dengan bayangan mimpi-mimpi panas yang mewarnai tidurnya belakangan ini.
Itu adalah pria yang tidur dengannya malam itu!
"Kalau ada yang ingin kamu tanyakan, jangan sungkan. Oke?"Evelyn tersenyum, mengangguk pelan tanda bahwa dia mengerti dan paham dengan pesan yang Bastian berikan. "Aku benar-benar berharap kamu yang bakalan temenin aku sampai akhir hayat, Lyn."Evelyn tertegun, jujur dia masih belum bisa menerima semua itu. Meskipun beberapa kali meminta bahwa ia ingin Bastian untuk seumur hidupnya, namun bagaimana pun ia tetap syok dan terkejut Bastian akan secepatnya ini mengajaknya menikah! "Aku pun sama, semoga Tuhan dan semesta merestui ya, Mas." jawab Evelyn sembari tersenyum. "Terimakasih untuk hari ini, aku pamit pulang, ya?"Bastian menarik tangan Evelyn, mencegah tangan itu membuka pintu mobil, toh ia belum membuka kuncinya, namun ia melakukan itu bukan hanya agar Evelyn tidak membuka kunci pintu, namun juga untuk mendekatkan wajah Evelyn agar ia bisa kembali meraup bibirnya. Dengan sedikit liar, Bastian melumat bibir itu. Suhu tubuhnya meningkat seketika, ciuman itu bahkan bisa membangu
"Apa ini, Mas?" tanya Evelyn ketika Bastian menyodorkan ponsel ke depan wajahnya. "Liat dulu!" paksa Bastian sembari menjejalkan ponsel ke tangan Evelyn. Evelyn menatap ponsel Bastian, sebuah katalog tapi .... "List wedding dream kamu!" titah Bastian yang sukses membuat Evelyn membelalak terkejut. "Kurang beberapa bulan aja, kan? Kita bahas mulai sekarang!"Astaga! Evelyn tertegun, pacaran dengan duda apakah memang sedramatis ini? Langsung sat-set diajak menikah? Evelyn benar-benar syok, Bastian benar-benar tidak membiarkan dia beristirahat barang sebentar. "Ta-tapi kita belum bahas sama keluarga, Mas!" desis Evelyn lirih. "Yaudah ayo kita bahas!" sahutnya santai, "Besok ketemu orang tua kamu, ya? Kita bahas!"Evelyn terkesiap, ia begitu gemas pada Bastian. Segampang itukah? Apakah dia tidak tahu bagaimana peragai ibunya? Kemungkinan apa yang terjadi jika Evelyn membawa Bastian pulang dan meminta izin hendak menikah? "Mas!" desis Evelyn lemas. "Buru-buru amat sih?"Bastian meng
"Mbak duluan, ya!" pamit Evelyn pada para perawat IGD, lirikannya berubah sinis pada lelaki itu, siapa lagi kalau bukan Fendi? Bahkan Evelyn tidak menyalami lelaki itu, melengos dan melewatinya begitu saja tak peduli sejak masuk tadi, tatapan Fendi sudah tertuju kepadanya. Dari sudut mata, Evelyn bisa melihat dia bangkit dan hendak mengejar langkah Evelyn, namun secara tidak terduga, ada pasien datang dibopong masuk ke dalam. Evelyn tersenyum lebar, agaknya semesta memang benar-benar tidak merestui mereka. Dengan santai, Evelyn melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Satu tangannya merogoh ponsel, baru akan menelepon Bastian ketika panggilan lembut itu sudah lebih dulu menyapanya. "Jadi ngopi, Yang?" Ah! Hampir Evelyn melonjak ketika tangan itu meraih dan menggenggam tangannya, matanya membelalak, membuat Bastian tertawa dan menyeret Evelyn dengan segera sebelum ada yang memergoki mereka. Bukan ke tempat sepi, Bastian membawa Evelyn ke tempat parkir. Segera membuka
"Evelyn ada cerita sama kamu?" Pertanyaan itu hampir membuat sendok yang berada di tangan Sherly meluncur kebawah. Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat, sekuat tenaga ia berusaha tetap terlihat biasa saja, terlebih dari sudut mata, ia melihat Gerrard tengah menatapnya dengan saksama. "Banyak sih, kebanyakan soal koas dia." jawab Sherly tak mau berterus terang. Dia sudah berjanji pada Evelyn dan kalau Sherly menceritakan semua rahasia gadis itu, terlebih dengan siapa dia berpacaran ... ia takut bukan hanya Gerrard yang mengamuk, tapi Evelyn juga. "Perasaan aku aja atau dia memang ada sesuatu yang disembunyikan?" Wajah Sherly terangkat, menatap Gerrard dan berakting pura-pura tidak tahu. Padahal Sherly sadar, aktingnya jelek dan dia berulangkali gagal membohongi sang suami. "Memang dia kenapa, Mas?" Gerrard mendesah panjang, ia mengabaikan makanannya. Matanya menerawang jauh, membuat Sherly takut, suaminya itu sudah tahu rahasia apa yang Evelyn sembunyikan. "
"Lyn, ikut asistensi. Saya tunggu!"Evelyn tersenyum, mengangguk patuh dan segera mengekor di belakang langkah dokter Helen. Ikut asistensi di OK? Kenapa dia jadi semangat sekali? Sebenarnya bukan karena dia tertarik ilmu kebidanan, hanya saja OK merupakan tempat dimana para dokter bedah berkumpul untuk melakukan pekerjaannya, itu artinya ... ia bisa bertemu Bastian di sana, meskipun kakaknya juga akan dia temui nanti di dalam sana. "Langsung cuci-cuci, ya! Saya tinggal sebentar." dokter Helen melesat masuk melalui pintu lain, meninggalkan Evelyn yang segera menuju ruang sterilisasi. Ia celingak-celinguk, kemana sosok yang dia cari? Sedang tindakan? Atau beristirahat di ruang jaga yang ada di dalam sana? Evelyn tidak buang-buang waktu, ia segera mulai mencuci tangannya bersih-bersih, tentu saja setelah menukar alas kaki, ia begitu serius mencuci tangannya sampai tidak sadar sosok itu sudah berdiri tepat di sebelahnya. "Hai." sapa suara itu lirih. Evelyn menoleh, tersenyum lebar
[ Boleh panggil sayang, kan? ]Evelyn tersenyum membaca pesan itu. Parasnya memerah, ia mengurungkan niat turun dari mobil tak peduli sebentar lagi jadwal visite bangsal. Dia sibuk membalas pesan itu, sampai tidak sadar ada yang menetuk kaca mobilnya. Evelyn terkejut, ia menoleh, tersenyum lega setelah melihat gesture milik siapa yang berdiri di sana. Evelyn membuka kunci pintu, yang segera membuat sosok itu masuk ke dalam, menoleh dan tersenyum ke arah Evelyn dengan begitu manis. "Kenapa nggak turun?"Evelyn nyengir, memamerkan ponsel dan menunjukkan room chat mereka. "Bales chat calon suami dulu!"Tawa itu pecah, lelaki yang sudah rapi dengan snelli lengan panjang itu nampak merogoh saku. Jantung Evelyn berdegup kencang, ketika sebuah kotak lengan logo brand perhiasan kenamaan ada di tangannya. "Tempo lalu saya liat kamu nolak dikasih cincin, jadi saya pengen kasih kamu ini aja." ucap Bastian lalu membuka kotak itu. Sebuah kalung dengan batu permata berbentuk hati ada di sana.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments