Saat itu kancing kemeja Dean sepenuhnya terlepas. Jemari Kensky yang lembut itu kini mengusap pelan bulu di dada suaminya. Dengan tatapan sayu ia menyerang bagian itu dengan kecupan-kecupan ringan yang mampu membuat Dean mengerang. Tangannya yang nakal itu bahkan tiba-tiba menyerang ke ikat pinggang untuk melepaskannya. Begitu ikat pinggang itu terlepas tangan Kensky menyusup ke dalamnya. Dean mendesah sambil memejamkan mata, tapi begitu kata-kata Tanisa muncul dalam benaknya mata Dean segera terbuka. Ia menatap Kensky lalu berbisik, "Ada hal penting yang ingin kusampaikan padamu." Tangan Kensky terus bermain di dalam sana. "Hal penting apa?" Suara pelan Kensky membuat Dean membenamkan wajahnya di leher sang istri. "Soal Soraya, kata Tanisa dia ingin membicarakan soal Soraya dan Clare." Zet! Kensky terkejut. Hasrat yang tadi sudah meluap dalam dirinya kini surut bagaikan air turun. Ia menghentikan aktivitas tangan kemudian menatap suaminya. "Soraya dan Clare? Maksudmu Soraya anakn
"Kau juga istri yang nakal." Dean menunduk mencium Kensky.Setelah puas dengan ciuman kasih sayang mereka, Kensky mengusap dada suaminya lalu berkata, "Sebelum kita bertemu Tanisa, kau mau kan kita menghabiskan ronde ke tiga di kamar mandi?"Permintaan Kensky tak pernah ditolak Dean. Ia tersenyum dan langsung menggendong istri tercintanya. "Dengan senang hati. Kau mau kita melakukannya di mana, hah? Di bathtube atau di bawah shower?"***Di dalam kamar apartemennya yang besar Reagan baru saja selesai mandi. Dengan tubuh yang masih terlilit handuk di pinggang ia meraih ponsel dari nakas kemudian menghubungi Ansley. Sambil menunggu panggilannya terhubung Reagan segera berjalan ke ruangan sebelah untuk memilih baju."Halo, Ans," sapa Reagan, "Bagaimana, kau berhasil membujuknya?""Dia mau, tapi ada baiknya kalau kau juga yang mengajaknya. Katanya dia tidak mungkin ikut karena mobilnya rusak. Bujuk dia, Reagan. Aku juga ingin kau lebih sering berkomunikasi dengan dia biar rasa malunya ter
Dean terkejut. Matanya berpaling kepada anaknya. "Apa itu benar, Clare?"Wanita itu tak sanggup menatap wajah kedua orangtuanya. Namun, tak ingin Kensky dan Dean curiga kalau dirinya dilanda rasa malu, dengan susah payah ia memberanikan diri untuk menatap mereka. "Tadi dia meneleponku dan menawarkan diri untuk menjemputku di sini."Kensky dan Dean tahu anak mereka diserang rasa malu. Tak ingin gadis itu tersinggung, mereka mencoba sekuat tenaga untuk menahan rasa bahagia yang meluap-luap dalam diri masing-masing."Baiklah, kalau begitu mami dan papi pergi dulu. Bersenang-senanglah, Sayang. Kalau sudah waktunya pulang suruh dia juga yang mengantarkanmu kembali.""Baik, Pi."Dean dan Kensky segera berlalu meninggalkan Clare. Sementara Clare dengan tubuh gemetar masih berdiri sambil memandang tubuh kedua orangtuanya hingga lenyap di balik pintu."Syukurlah, aku pikir mereka akan menunggu dan ingin bertemu dengannya. Kalau mereka akan bertemu dengannya yang ada mami dan papi akan meledekk
Clare menunduk karena tak bisa menahan rasa malu yang begitu hebat. Ia yakin kalau pria yang dimaksud Reagan itu adalah dirinya sendiri."Kenapa diam?" tanya Reagan lagi.Clare mendongak dan menatapnya. "Tidak apa-apa."Tepat di saat itu lampu merah berganti hijau dan saat Reagan menginjak pedal gas, tiba-tiba sepeda motor dari arah belakang langsung melambung dengan sangat laju. Reagan menginjak pedal rem dengan cepat. Hal itu membuat tubuh mereka tersentak."Brengsek! Apa orang itu buta?" ia menatap Clare, "Kau tidak apa-apa?!""Aku tidak apa-apa," balas Clare seraya menatap sepeda motor yang terus melaju, "Mungkin dia sedang buru-buru."Reagan tidak peduli dengan motor itu. Yang ia khawatirkan sekarang hanyalah Clare. Ia pun segera menepikan mobil lalu memeriksa keadaan Clare. "Coba aku lihat," ia mendekat dan memeriksa kepala dan wajah Clare yang tadinya sempat terbentur di dasboard."Aku tidak apa-apa, sumpah." Jarak mereka sangat dekat hingga Clare bisa menghirup aroma woody dar
"Reagan kebetulan bersahabat dengan Ansley. Jadi setelah Soraya memanggil dan mengatakan tujuannya, dia menceritakan semua itu kepada Ansley dan temannya. Alasan Soraya melakukan itu karena kalian telah menjodohkan keponakannya dengan pria yang jahat. Itu sebabnya dia mengaku sebagai tantenya Clare agar Reagan percaya dan mau menuruti kemauannya."Dean dan Kensky kembali saling melirik."Tapi dari mana dia tahu kami telah menjodohkan Clare, ya?" kata Kensky.""Apa kau yakin yang dikatakan Ansley itu adalah Soraya anaknya Rebecca?" tanya Dean."Iya, Dean. Kata Ansley nama lengkapnya Soraya Oxley."Lagi-lagi Kensky dan Dean saling bertatap dengan ekspresi terkejut."Berarti dia telah mengikuti kita sampai ke sini. Seingatku waktu kami menikah Rebecca ada di penjara. Soraya entah di mana waktu itu," balas Kensky seraya menatap Dean, "Tapi aku heran, kenapa dia bisa menjadi dosen pembimbing di kampus kita, ya?"Dean mengerutkan alis. "Besok aku akan menghubungi John dan menanyakan hal ini
Reagan berdeham. "Kau pikir aku akan membiarkannya ke sini sendirian, hah?"Wajah Luke cemberut. "Aku tahu kau pasti akan berkata begitu."Ansley dan Clare tertawa."Kalau begitu kami pulang dulu. Sampai ketemu besok."Ansley memeluk Clare. "Kalau dia menyetir mobil dengan sangat laju langsung telepon aku biar aku yang akan menghubungi ayahmu dan mengadukannya."Clare terkekeh."Kau tenang saja, Ans. Aku pastikan Agatha akan sampai dengan selamat di rumahnya dan tepat waktu.""Ya, sudah. Hati-hati dan kabari aku kalau sudah tiba."Setelah berpamitan Clare dan Reagan pun sama-sama meninggalkan tempat itu. Mereka masuk ke dalam mobil dengan perasaan senang dan berbunga-bunga."Kamu suka kopi?" tanya Clare basa-basi. Rasa malu terhadap Reagan kini berkurang akibat kebersamaan mereka tadi."Sedikit. Kamu sendiri?" Pria itu menyalakan mesin mobilnya dan hendak meninggalkan tempat itu. Namun, begitu matanya melirik sabuk pengaman yang tidak digunakan Clare, Reagan dengan spontan beralih dan
"Oh, tentu saja. Aku akan mengirim semua daftar nama-nama staf kami kepada Anda sekarang juga.""Terima kasih, John. Aku ingin sekarang juga Anda mengirimnya, dan jangan lupa cantumkan berapa lama mereka menjabat sebagai staf di universitasku.""Siap, Mr. Stewart. Anda tenang saja."Tut! Tut!Dean memutuskan panggilannya. Dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana ia terus menatap ke bawah di mana keramaian kota sedang berlangsung. "Aku tidak akan membiarkanmu mengganggu kehidupan kami, Soraya."Drtt... Drtt...Getaran ponsel kembali terdengar. Dean segera mengeluarkan sebelah tangannya dari saku celana, menatap layar untuk melihat siapa yang memanggil. "Ada apa?" tanya Dean begitu menyambungkan panggilan."Bos, Rebecca dan Soraya tinggal di Menk Residence. Lokasinya tak jauh dari universitas. Menurut tetangga mereka sudah belasan tahun tinggal di rumah itu.""Belasan tahun?" ulang Dean."Iya, Bos. Saat ini Soraya bekerja sebagai dosen pembimbing di univerditas Anda, sedangkan Reb
Ansley duduk di samping kanan meja. Karena dirinya juga sudah kehausan ia mengambil satu gelas jus orange untuk dirinya sendiri.Reagan duduk di hadapan mereka. "Ada dua hal yang ingin kusampaikan kepada kalian. Pertama soal Agatha, kedua soal nyonya Soraya.""Soraya saja," kata Luke, "Jujur, sampai sekarang aku penasaran tentang biografi wanita itu. Katanya dia belum menikah, ya?"Ansley meledek. "Iya, dan kau bisa mendaftarkan diri untuk menjadi pendampingnya.""Apa? Itu tidak mungkin. Wajahnya saja jauh terlihat lebih tua dibanding ibuku."Reagan dan Ansley tertawa."Awalnya aku pikir beliau akan mengusirku begitu aku mengutarakan maksudku ingin bertemu dengannya, tapi ternyata tidak. Beliau malah senang dan menceritakan semuanya padaku," Reagan menarik napas panjang lalu menatap Ansley, "Apa yang kau ceritakan waktu itu sama persis dengan apa yang beliau ceritakan kepadaku, Ans. Katanya beliau dan ibunya Agatha saudara tiri, tapi beliau tidak menjelaskan detailnya seperti apa. Wan