Share

bab 3

Author: Ana Battosai
last update Last Updated: 2024-10-04 18:07:00

“Huhuhuhu .... “ Aku menangis kencang saat tiba di rumah Mama. Ia yang menyambut kedatanganku menatap iba. Tangan tuanya menggandeng mesra tanganku dan masuk ke dalam.

“Ada apa, Sayang?” tanyanya. Aku hanya bisa terisak, dadaku belum sepenuhnya tenang. Untuk sesaat Mama membiarkan aku larut dalam tangis.

Iis-asisten di rumah Mama menghampiri, ia meletakkan minum di meja. Aku mengambil orange juice itu dan meminumnya sampai habis.

Aku menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan. Mataku menatap manik mata Mama yang sepertinya menanti aku untuk bicara.

“Ma ... Mas Panjul selingkuh!” aduku padanya. Ekspresi wajah Mama terkejut, ia sepertinya tidak menyangka jika hal ini akan terjadi. Bagaimana pun selama ini putra bungsunya sudah banyak berubah sejak menikah denganku.

“Kamu sudah minta penjelasan sama Panjul, Inah?” Mama membenarkan rambutku yang sedikit berantakan.

“Sudah, Ma. Mas Panjul juga kemarin bawa selingkuhannya ke rumah kita.” Air mataku kembali luruh. Sakitnya, tuh di sini!

“Mana dia sekarang? Mama 'kan minta kalian buat datang bareng?”

“Dia di kantor, sama selingkuhannya, Ma. Aku harus gimana?” Aku memeluk Mama, tangannya mengusap punggungku lembut.

Aku mengusap wajah yang basah, berusaha untuk menahan emosi yang bergejolak dalam dada. Mama belum memberikan solusi untuk masalah ini, aku harap ia berkenan untuk membujuk putranya untuk meninggalkan selingkuhannya itu.

Mama paham dengan keadaan ini. Dulu, Mas Panjul pernah seperti ini, tapi masih bisa dicegah. Kali ini, beda, Mas Panjul seperti dipelet. Entahlah, aku hanya bisa berharap itu tidak benar.

“Mama ada ide!” serunya dengan wajah berbinar cerah.

“Ide apa, Ma?”

“Satu-satunya cara agar Panjul mau meninggalkan selingkuhannya itu adalah kamu harus hamil!”

What?

“Apa nggak ada cara lain, Ma, selain aku harus hamil?” tanyaku sedikit ragu.

Selama pernikahan aku dan Mas Panjul, ada sebuah rahasia yang tidak aku ceritakan pada Mama. Kalau pun aku bercerita pada beliau, sudah pasti ia akan murka.

“Kenapa, kamu kayaknya nggak mau hamil dan kasih Mama cucu?” Wajah Mama berubah seperti orang kesal.

“Bukan gitu, Ma. Tapi ....”

“Tapi apa?” Mama sudah kesal, suaranya pun kini mulai meninggi.

“Mama janji nggak akan marahin Inah 'kan?”

“Sejak kapan Mama doyan marahin kamu?” tanyanya balik.

Memang, sih, sejak awal menjadi menantu di rumah ini, Mama selalu memanjakanku. Ia bahkan baik sekali. Tidak pernah otoriter atau menindas. Aku bahkan disayang bak ratu olehnya.

Aku menarik napas dalam-dalam. “Mas Panjul belum siap untuk jadi seorang Bapak, Ma.” Akhirnya aku mengadu juga. Rahasia yang selama ini tersimpan rapat, pada akhirnya Mama mengetahui.

Wajah Mama menunduk, air mata perlahan keluar dari matanya.

“Ma ... jangan sedih. Maafin, Inah, Ma!” Aku mengusap bahunya lembut.

“Mama yang harusnya minta maaf karena sudah memaksa kamu nikah sama Panjul. Mama nggak nyangka beban yang kamu derita seberat ini, sayang.”

Rahasia di balik ini semua adalah Mas Panjul yang belum ingin memiliki anak. Tubuhnya memang lelaki normal, tapi jiwanya setengah wanita. Iya ... Mas Panjul adalah mantan waria, kini bisa sedikit sembuh dan normal karena menikah denganku. Mama mertua percaya padaku bisa mengubah putranya menjadi lelaki sejati.

“Ma ....” Aku menyentuh bahunya yang bergetar.

“Inah siap lahir batin untuk hamil, tapi bagaimana dengan Mas Panjul? Setiap kami berhubungan, ia selalu pakai pengaman. Kalo itu nggak ada, atau dia lupa beli, ya, kami nggak jadi main.” Akuku pada Mama.

Tidak ada ekspresi dari wajahnya. Terlihat datar. Sepertinya ia sudah menduga ini akan terjadi.

“Kamu harus bisa hamil, Inah!”

“Tapi gimana caranya, Ma. Mas Panjul nggak akan mau. Inah pernah buang pengaman itu dan Mas Panjul marah sama Inah,” ucapku.

Mama menghembuskan nafasnya panjang, ia sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa.

“Mama berharap banyak dari kamu, Inah. Mama minta tolong banget sama kamu mau mengambil langkah seperti yang Mama katakan tadi.”

“Ma ....”

Mama diam. Ia tidak berkata lagi.

Kali ini aku yang pusing. Meski Mas Panjul mantan waria, tapi ia lelaki yang baik. Selama aku jadi istrinya, tidak pernah sekali pun ia memukulku jika marah. Bahkan membentak pun tidak. Dia lelao yang baik dan lembut.

Teringat dulu saat pertama kali aku bertemu dia di perempatan jalan. Mas Panjul dan beberapa rekannya sedang mengamen. Ada pencopet mengambil paksa uang hasil dari mengamen, aku lantas membantu Mas Panjul saat terjadi tarik-menarik plastik yang berisi uang. Beberapa waria itu tidak ada yang berani melawan.

Halah, dasar banci!

Aku yang sedikit menguasai ilmu beladiri mengeluarkan jurus, sekali tepak dan tendangan di tengah-tengah selangkangan, pencopet itu ambruk. Setelahnya ia menjadi bulan-bulanan massa. Aku menarik Mas Panjul menjauh dari TKP, lalu mengantarnya pulang.

Aku mengantar Mas Panjul pulang menggunakan motor milikku. Ia mengarahkan ke sebuah komplek perumahan yang cukup elit. Mataku dibuat takjub saat melihat gerbang besar yang menjadi benteng pertahanan dari dunia luar.

Dia terlahir dari keluarga berada, hanya saja, rasa trauma di masa lalunya, membuat otaknya sedikit geser. Mama pernah bercerita kalau Mas Panjul saat masih duduk di bangku SMP. Mas Panjul sangat menyukai gadis itu, tapi sayangnya ia malah diselingkuhi dan hanya dimanfaatkan uangnya saja. Mama pernah menegur Mas Panjul agar meninggalkan gadis itu, tapi dia tidak mau. Tapi pada akhirnya, saat gadis itu kepergok selingkuh, Mas Panjul minta pindah sekolah dan mengalami trauma hingga sekarang.

Aneh, memang. Tapi, itulah kejadian sebenarnya. Sampai pada akhirnya saat aku bertemu dengan Mama waktu itu, beliau langsung mengatakan ingin menjadikan aku menantu di rumah ini. Sialnya lagi, Mas Panjul pun mengiyakannya.

Aku sama sekali tidak habis pikir. Jika Mas Panjul memiliki naluri waria, kenapa mau saat Mamanya ingin menjodohkan denganku. Setahuku, jika waria itu tidak bisa mencintai wanita.

Perasaanku saat itu benar-benar tak menentu. Aku yang baru pertama kali bertemu dengan Mas Panjul, Mamanya langsung memintaku jadi menantunya. Alasannya simpel, aku bisa melindungi putranya.

Saat aku menceritakan hal ini pada Bapak, beliau hanya diam. Pertemuan dan perkenalan ini sungguh singkat. Siang hari aku bertemu dengan Mama dan beliau langsung berbicara pada Bapak ingin memintaku sebagai istri dari putranya.

Bagiku, kebahagiaan Bapak adalah yang paling utama. Saat Mama mengutarakan keinginannya dan bapak setuju. Aku pun tidak bisa berbuat apa-apa. Aku ingin membahagiakan bapak.

Hingga pada akhirnya, kami menikah dan awet sampai saat ini. Mama sangat mencintaiku. Tidak seperti yang kulihat di sinetron, para menantu salihah disiksa mertuanya. Tapi tidak denganku. Mama sangat menurut padaku, jika pun aku menyiksanya, ia pasti tidak akan keberatan. Eh, kenapa malah belok ke penyiksaan mertua, sih. Lagian dia baik, aku sangat sayang pada Mama.

Otakku berpikir keras, bagaimana caranya menyingkirkan panu di kulit suamiku. Bagaimana pun aku harus merebut kembali perhatian, cinta dan kasih sayang Mas Panjul. Meskipun itu harus mengeluarkan seluruh jurus beladiri andalanku.

Akulah si tomboi memiliki suami mantan waria. Kini, harus mengusir waria yang akan menjadi maduku.

Pergilah kamu, waria. Atau aku racun!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria yang Dicintai Suamiku    The End

    Riyanto menatapku yang sedang melihat ke arahnya. Bibirku mengatup, kehabisan kata-kata. “M-mas Panjul ... dia kenapa?”Aku mengalihkan pandangan ke arah lain, rasanya aku tidak sanggup menatap mata Riyanto berlama-lama. “Dia kena sifilis ... hampir setengah tahun ini dia bolak-balik ke rumah sakit ini untuk memeriksakan sakitnya, apakah dia bisa sembuh atau tidak. Juga dia terkena ambeien parah. Anusnya robek dan terkena infeksi sampai mengeluarkan darah dan nanah, dan ....”Aku menatap Riyanto tajam. “Cukup, To ... aku nggak sanggup dengar penjelasan itu lagi ....”“Panjul sakit, Inah ....”“Apa Mama tahu soal sakitnya?”“Iya ... Panjul sering datang ke sini bersama Mama.”Aku bersyukur, mertuaku masih peduli pada anaknya yang meskipun Mas Panjul sudah mengecewakan Mama. Dan aku selalu berharap, Mas Panjul bertobat.“Lalu ... aku harus apa? Dia sakit karena ulahnya sendiri. Dan bukan kewajibanku merawatnya, Panjul bukan lagi suamiku.”“Aku hanya memberitahumu, Inah. Aku harap, kamu

  • Pria yang Dicintai Suamiku    kabar mantan suamiku

    Aku menggendong Ameena, kupeluk erat bayiku yang tertidur. Sementara bibi membawa tas berisi perlengkapan Ameena. Rasa khawatirku semakin tinggi saat taksi yang kami tumpangi bertemu jalanan yang cukup padat oleh kendaraan.“Kok berhenti, Pak?” tanyaku untuk memastikan kenapa tiba-tiba taksi yang kami tumpangi malah tidak bergerak.“Di depan macet, Bu. Kayaknya ada kecelakaan!” seru laki-laki yang mengenakan seragam taksi berwarna biru muda.“Apa nggak bisa cari jalan alternatif, Pak. Ini saya harus buru-buru ke rumah sakit. Anak saya demam.”“Duh, susah, Bu. Maaf. Ini jalur padat setiap hari, Bu. Jadi agak sulit menemukan jalan yang agak longgar.”Bagaimana ini? Demam Ameena belum juga turun, mau turun dari taksi, rasanya juga percuma. Di daerah sini tidak terlihat adanya klinik atau gedung kesehatan. Akhirnya, aku pasrah dan tetap berdiam diri di dalam taksi. Sambil berdoa, semoga saja jalanan lekas kembali lancar.Sepuluh menit kemudian jalanan kembali lancar dan taksi pun kembali

  • Pria yang Dicintai Suamiku    satu tahun kemudian

    Satu tahun berlalu dan hidupku baik-baik saja meski tanpa memiliki seorang suami. Mama mencurahkan kasih sayangnya padaku dan juga Ameena. Aku tidak merasa kekurangan di sini, aku seperti memiliki sebuah keluarga yang lengkap dan aku tidak menginginkan apa-apa lagi.Ameena tumbuh dengan sangat baik, Mama bahkan membuatkan sebuah tabungan untuk masa depannya. Mama berkata, usia seseorang tidak ada yang tahu, jadi beliau memutuskan membuatkan tabungan untuk masa depan cucunya itu sebelum Mama meninggal, kalimatnya membuatku sedih. Bahkan Soni dan Sonia ikut menyumbang juga, mereka pun berharap agar keponakannya itu bisa hidup dengan layak dan sekolah sampai sarjana dan mampu menggapai cita-citanya.Ya Allah ... terima kasih Engkau berikan aku keluarga yang baik seperti mereka.Aku berdiri memandangi kamar di mana pertama kali aku tidur di rumah ini. Kamar pengantin bersama laki-laki yang kini entah di mana rimbanya. Sejak resmi bercerai, Mas Panjul tidak pernah lagi terlihat batang hidu

  • Pria yang Dicintai Suamiku    mertua terbaik

    Satu hal yang aku kagumi dari sosok Riyanto. Dia masih peduli pada adik dan orang tuanya di kampung. Pernah aku bertanya padanya, tentang orang tuanya. Dan dia berkata bahwa mereka tidak keberatan dengan sosoknya yang menjadi waria. Orang tua Riyanto menganggap pekerjaan itu tetap halal karena tidak merugikan orang lain. Setelah Riyanto pulang, aku pun pulang karena sopir Mama sudah berada di parkiran lagi.Sepanjang perjalanan, otakku terus berpikir tentang apa yang harus aku lakukan sekarang. Soal mencari pekerjaan, aku sendiri bingung karena sejak menikah aku selalu dimanjakan oleh Mas Panjul. Pun dengan Mama, beliau selalu memenuhi kebutuhanku sampai aku terus merasa bergantung pada mereka. Dan saat ini, aku bingung mencari solusi. Bagaimana aku mau mencari pekerjaan, aku tidak punya pengalaman apa-apa.Aku menyandarkan kepala pada sandaran kursi, memejamkan mata sejenak karena sakit kepala yang mendera secara tiba-tiba. Jalanan yang sedikit macet membuat jarak tempuh menuju rumah

  • Pria yang Dicintai Suamiku    resmi bercerai

    Aku memandangi kertas berwarna putih dengan aksen kuning yang tergeletak di atas meja, kertas itu bertuliskan AKTA CERAI. Yah, aku dan Mas Panjul sudah resmi berpisah, Mama yang mengurus semua itu. Meskipun Mas Panjul dengan wajah memelas dan memohon agar aku mengurungkan niat untuk mengajukan gugatan, aku akan tetap pada pendirian karena laki-laki itu pun tetap berat melepaskan Jeni. Jadi sudah aku putuskan untuk tetap melangkah maju untuk bercerai. Tapi, aku tetap dipaksa tinggal di rumah Mama, karena dirinya tidak mau berpisah dengan cucu kesayangannya. Ada satu syarat yang aku berikan pada Mama jika aku mau tetap berada di sini. Yaitu, aku tidak ingin melihat mantan suamiku itu berkeliaran di sekitarku. Dan Mama mengabulkan permintaanku, Mama mengusir Mas Panjul dan dirinya dilarang menginjakkan kakinya di rumah ini. Aku sudah tidak ingin memikirkan rumah yang dulu pernah ditempati olehku dan Mas Panjul. Meskipun rumah itu dibeli oleh Mama atas namaku, karena itu pemberian hadia

  • Pria yang Dicintai Suamiku    maaf untukmu sudah mati

    Satu minggu berlalu, Riyanto belum juga memberikan kabar. Pun dengan Bu Angelita dan Pak Dewa, semuanya tidak ada satu pun yang mengabarkan padaku tentang Mas Panjul atau Jeni.Di saat aku yang semakin gelisah, ponselku berdering. Panggilan dari Riyanto.“Iya, To ... gimana?” tanyaku tidak sabaran.“Sukses, Ciinnnn ... eyke sudah sama mereka. Sama Bu Angelita dan Pak Dewa.”“Hah! Kamu sama mereka? Kok bisa?”“Kan yey yang ngasih nomor eyke ke Bu Angelita. Gimana sih, Inah. Yey lupita?” Suara Riyanto terdengar kesal.Aduh, bagaimana aku bisa lupa. “Terus gimana?” “Kamu ke sini aja, ke rumah kamu yang lama.”“Oke ....”Aku menutup panggilan dan minta izin pada Mama, sekaligus minta tolong agar menjaga Ameena sementara dirinya pergi. Setelah diizinkan, aku pun berangkat, tentunya diantar oleh sopir pribadi Mama.Isi kepalaku dipenuhi banyak tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Mas Panjul begitu berat melepaskan Jeni. Apakah hatinya sudah gelap sehingga tidak bisa menemukan jalan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status