LOGINJason Winata adalah dokter bedah terkenal di masa kini. Ia juga jenius di semua bidang kedokteran. Sayangnya, Jason memiliki sikap yang buruk. Ia suka main perempuan dan mabuk-mabukan. Nasib sial menimpanya saat dalam kondisi mabuk mengoperasi pasien penting yg berakibat meninggal dunia. Tentu saja karirnya hancur dan diburu keluarga pasien yg merupakan keluarga ternama di kota tersebut yang membuat Jason akhirnya ditabrak truk kontainer. Ia terbangun di zaman kuno di tubuh pemuda miskin desa yg dilecehkan dan dihina seluruh penduduk desa. Sebuah Sistem Medis menyertainya, yang membuatnya bisa minta peralatan modern untuk misi medisnya setelah melakukan misi dari Sistem. Jason akan mulai dari bawah, seorang pemuda miskin terhina hingga menjadi orang penting yang menguasai pemerintahan/kerajaan lewat Medis yang dikuasainya.
View More“BUK!”
Suara tendangan keras bercampur dengan rasa nyeri yang menyakitkan di tulang rusuknya membuat pemuda berpakaian lusuh itu terbangun dari kegelapan yang pekat. Tubuhnya terhempas ke tanah yang keras, berdebu, dan bau tanah lembab bercampur darah. Bibirnya pecah, ada rasa besi yang pahit mengalir dari ujung lidah ke tenggorokan.
Jason Winata, begitu ia dipanggil di dunia sebelumnya tampak mengerjap. Pandangannya kabur, berbayang-bayang, namun perlahan mulai fokus. Di atasnya, tiga sosok berdiri. Mereka bukan berpakaian ala masa kini, melainkan mengenakan jubah panjang dan ikat pinggang khas zaman kuno, seolah baru keluar dari layar film kerajaan.
"Apa… ini lokasi syuting? Atau aku lagi ikut prank gila?" pikirnya, bingung. Tapi logika itu tak sempat bertahan lama.
Tendangan lain, lebih brutal, menghantam tulang rusuknya dari samping. “KRAK!” terdengar samar suara yang membuat perutnya serasa melilit. Rasa sakit menjalar, membuat tubuhnya gemetar.
“Sudah sadar rupanya kau, pecundang miskin!” seru salah satu pria dengan nada mengejek.
Jason mengangkat wajahnya, mata merah menatap kabur ke arah mereka. “Kalian siapa…?” suaranya serak, lemah tapi penuh kebingungan.
Pria bertubuh besar, jelas pemimpin dari gerombolan itu, menyeringai. “Jason… Jason… kau bahkan pura-pura tidak kenal kami?” suaranya berat, setiap kata diucapkan dengan nada penuh penghinaan.
Jason terperangah. ‘Mereka tahu namaku? Tapi kenapa aku begini? Kenapa aku pakaiannya compang-camping begini, seperti gelandangan di film sejarah? Di mana setelan mahal Armani-ku?’
Pria bertubuh besar itu tidak memberi kesempatan Jason berpikir. Sepatunya yang kasar dan penuh lumpur menginjak dada Jason, menekan keras hingga napasnya tercekat. Jason berusaha mendorong, tapi tenaganya habis.
“Aku kira kau sudah mati tadi. Nafasmu bahkan sudah berhenti! Tapi rupanya kau keras kepala. Sayang sekali, itu cuma menunda penderitaanmu,” desis pria besar itu dengan senyum bengis. “Sekarang… bayar hutangmu pada Tuan Besar Felix, atau aku akan patahkan tangan dan kakimu satu per satu!”
Jason meringis kesakitan, namun masih sempat membalas dengan nada geram, meski bingung. “Tuan Besar Felix? Aku tidak kenal kalian, juga tidak kenal dia! Kenapa kalian terus memukulku? Apa aku ada salah pesan makanan di klub? Atau… aku lupa bayar minuman di VIP lounge?!” Ia menatap pakaiannya sendiri dengan panik. “Apa ini? Mana jas Armani-ku? Mana jam tangan Patek Phillipe-ku?!”
Ketiga pria itu saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak. Suaranya bergema di udara malam yang dingin.
“Klub? VIP lounge? Dasar tolol!” salah satu dari mereka menepuk lutut sambil menahan tawa.
“Sepertinya kepalamu benar-benar sudah rusak. Kamu ini hanya pemuda miskin yang punya hutang besar pada Tuan Besar!”Jason tertegun. ‘Pemuda miskin? Aku?’ Jantungnya berdetak kencang, kepalanya pusing seperti dipenuhi kabut. Tapi ia masih sempat menggertakkan gigi.
“Itu tidak mungkin! Aku Jason Winata, dokter bedah terkenal di Kota Braxton! Aku punya rumah mewah, mobil sport, dan rekening yang tidak akan pernah kosong! Mana mungkin aku berhutang pada orang yang bahkan tidak aku kenal?!” teriaknya dengan suara parau.
Pria besar itu menatapnya dingin, lalu menunduk mendekat. Napasnya berbau arak murahan bercampur darah. “Dokter bedah kaya, katamu? Hmph, sudah gila rupanya kau. Ingat ini, Jason... di mata kami, kau bukan siapa-siapa. Kau hanya sampah miskin yang hidup dari belas kasihan. Mulai malam ini, hidupmu tidak lagi milikmu.”
PLAAAK!
Suara tamparan itu membelah udara, keras, hingga pipi Jason terasa panas berdenyut, seperti terbakar. Kepala Jason terpelanting ke samping, bibirnya pecah, darah hangat mengalir menuruni dagunya.
Jason terengah, nafasnya berat. Pipi kirinya berdenyut, telinganya berdenging akibat kerasnya tamparan itu. Tubuhnya remuk, tapi pikirannya jauh lebih kacau.
‘Apa-apaan ini?!’ Seingatnya, ia sedang berpesta di klub mewah Kota Braxton bersama teman-teman sesama pemuda kaya, ditemani botol anggur mahal dan gadis-gadis cantik yang tertawa genit di sekeliling mereka. Panggilan darurat operasi masuk di tengah pesta itu, membuatnya harus beranjak dengan mabuk setengah sadar… lalu setelah itu—gelap.
‘Terus sekarang? Kenapa aku ada di gubuk reyot penuh bau apek, dipukuli sampai babak belur oleh orang-orang berpakaian kuno?!’
Jason meludah, darah bercampur air liur menodai lantai tanah. “Kalian siapa? Apa Simon yang bayar kalian untuk menjebakku?!”
Pria bertubuh besar mendengus kasar. “Simon? Omong kosong apa itu? Jangan alihkan pembicaraan! Bayar hutangmu sekarang juga! Jangan banyak alasan, dasar miskin!”
Kakinya yang besar sudah terangkat, siap menghantam tulang rusuk Jason lagi.
Tepat pada saat itu....
“Ding!”
Jason terbelalak. Sebuah tampilan layar transparan berwarna biru pucat tiba-tiba muncul tepat di depan wajahnya, melayang di udara seperti hologram.
[Selamat, Tuan Jason. Anda mendapatkan Sistem Medis!]
Jason membeku. Matanya melebar. ‘Apa-apaan ini?’
“Tunggu!” teriak Jason tiba-tiba, kedua tangannya refleks terangkat, menghentikan langkah kaki sang pria besar.
Setelah berhari-hari menangani pasien satu demi satu, Jason akhirnya memastikan seluruh warga Desa Satyaloka berada pada jalur kesembuhan. Obat-obatan modern dari Kotak Obat Medis—tablet antibakteri, salep regeneratif, dan cairan steril—telah bekerja seperti keajaiban yang tak pernah dikenal oleh zaman ini.Ia menutup kotak itu perlahan, napasnya melembut.“Pergilah dari sini sementara,” ucap Jason kepada para tetua desa. “Cari desa lain yang jauh dari perbatasan Widyaloka. Jika mereka tahu kalian sembuh… kalian bisa dianggap ancaman.”Warga hanya bisa mengangguk, sebagian dengan mata berkaca-kaca.Jason memandangi mereka terakhir kali sebelum berbalik. Ia harus pulang dengan membawa kabar yang lebih berbahaya daripada penyakit apa pun.Kebetulan ia menemukan kuda yang masih sehat di desa yang bisa mempercepat dirinya kembali ke ibukota.Perjalanan pulang Jason berlangsung tenang—terlalu tenang. Tidak ada pasukan Widyaloka yang mengepung, tidak ada anggota Sekte Iblis Medis yang beru
Seluruh desa bersorak, berlutut, dan menangis ketika Jason akhirnya berhasil menyembuhkan seluruh warga desa Satyaloka sekaligus melenyapkan wabah penyakit kusta di desa ini. Tapi ada satu orang yang tidak ikut bersyukur.Kepala desa.Ia berdiri di belakang, wajahnya tegang, pupilnya menyempit—bukan karena takjub, tapi panik.Jason menangkap tatapan itu sekilas.Tatapan seperti orang yang rencananya baru saja hancur berkeping-keping.Malam hari pertama setelah seluruh pasien sembuh, Jason berjalan sendirian menuju sungai, mencuci tangan dari sisa obat dan darah. Udara dingin menggigit kulit. Tepat ketika ia membungkuk…Kraaak!Suara ranting patah terdengar jelas, tapi Jason tidak menoleh.“Keluar kalian! Jangan seperti pengecut!”Dari balik kegelapan, tiga sosok berjubah hitam muncul, membawa kotak jarum beracun dan pisau bedah kuno berkilauan.Simbol tengkorak dan ular tergambar di dada jubah mereka.Jason menarik nafas panjang.“Sekte Iblis Medis…” gumamnya. Ia sudah membaca catata
Jason baru saja menutup buku catatannya ketika sebuah suara parau, berat oleh usia dan kelelahan, menggema dari belakang.“Kau… tabib baru dari kerajaan?”Jason menoleh cepat.Di ambang pintu berdiri seorang lelaki tua bersandar pada tongkat bambu retak. Jubahnya lusuh, warna aslinya sudah hilang entah sejak kapan. Sorot matanya dalam—cekung, penuh bayang keputusasaan yang lama menetap. Namun berbeda dengan warga lain, tubuhnya tidak menunjukkan tanda-tanda mati rasa ataupun bercak mengeras.“Aku bukan tabib,” kata Jason pelan, menutup alat scannernya. “Aku dokter.”Lelaki tua itu mendesah panjang, napasnya bergetar. “Sama saja… tabib, dokter… semua yang datang ke Satyaloka berakhir mati atau lari.”Alis Jason terangkat. “Mati karena apa?”“Penyakit ini,” gumam lelaki itu lirih, seolah takut dinding bambu mendengar. “Ia menggerogoti roh mereka.”Jason melirik pasien terakhir yang ia periksa—kulit pucat, jari-jari mengecil seperti tergerus, luka tak berdarah.“Itu bukan roh yang digerog
Jason maju selangkah, menundukkan tubuh agar sejajar dengan pria tua itu. Cahaya tipis yang masuk dari celah atap menyorot wajahnya, menegaskan betapa seriusnya ia melihat keadaan itu.“Ini bukan kutukan,” katanya lembut namun tegas. “Tolong… izinkan aku melihat tanganmu.”Pria itu ragu, napasnya tercekat. Tapi akhirnya ia mengulurkan tangan dengan gemetar kecil—dan Jason langsung membeku.Jari-jari itu… bukan jari orang sehat.Beberapa tampak kaku, kehilangan warna dan respons. Sebagian ujungnya mengecil, seperti perlahan dimakan waktu. Kulitnya mengental lalu pecah, membentuk retakan halus sebelum kembali menipis seolah lapisannya menghilang.Jason memegang lengan pria itu dengan memakai sarung tangan karet. Kulitnya dingin, mati rasa, tidak ada ketegangan otot.“Tidak merasa sakit?” tanya Jason.Pria itu menggeleng, gemetar seperti tiang tua dihantam angin. “Sama sekali tidak…”Jason menajamkan matanya, fokus sepenuhnya. Ia memeriksa kembali—kulit tanpa pigmentasi, bercak putih l
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ratings