Selama di Bali, Tepatnya setelah Arga mendapatkan semuanya dariku, dia seakan berubah menjadi pria yang romantis dan perhatian.
Tiap tempat yang kami kunjungi, Arga selalu menggandeng mesra lenganku. Tawa ceria yang selama ini jarang aku dapatkan darinya, semenjak itu semakin sering aku lihat. Arga seakan berubah padaku. Hatiku menjadi berbunga-bunga. Aku merasa makin jatuh cinta padanya hari demi hari.Jangan di tanya bagaimana malam-malam kami berikutnya selama di Bali, sungguh itu adalah malam-malam yang sangat menggairahkan. Arga tak pernah merasa bosan, selalu memintaku untuk memenuhi hasratnya yang selalu berkobar. Aku melayani semua permintaannya dengan senang hati.Bahkan, lingerie yang di hadiahkan Mama pernah aku pakai malam itu, saat dia berucap sangat mesra memintaku untuk menggunakan itu. Walau aku merasa sangat malu, tapi tatapan mesra Arga saat aku menggunakannya sungguh membuatku tak berdaya.Bulan madu yang tak di inginkan Arg"Susan, aku tunggu kamu di bawah! Cepetan dandannya!" ujar Arga sambil meraih jam tangannya di atas nakas lalu beranjak meninggalkan kamar.Aku menganggukkan kepala sedikit kearah Arga saat dia melirikku sebelum tubuhnya menghilang dari balik pintu kamar.Dengan cepat aku memilih gaun yang sekiranya bisa di sukai oleh Arga. Aku ingin memenuhi permintaan dia tadi sore untuk dandan secantik mungkin.Setelah selesai berdandan, aku keluar menuju ruang tamu tempat Arga sedang menungguku sambil memainkan handphonenya."Mas, ayo berangkat!" ajakku pada Arga yang tak menyadari kedatanganku.Dengan cepat dia menoleh kearahku lalu terlihat matanya memandang terpana akan penampilanku kali ini.Aku jadi bingung dengan reaksi Arga kali ini. Biasanya, dia akan langsung berkomentar tapi tidak untuk kali ini. Dia hanya diam lalu buru-buru mengalihkan pandangannya."Apa penampilanku tidak membuatmu puas?" kalimat pertanyaan itu terlontar begitu saja karena heran dengan sikap Arga kali ini.Arga menole
Beberapa hari setelah aku minta Arga untuk menjaga jarak dengan Anita, aku tidak pernah lagi melihat wajah perempuan itu. Anita bahkan tidak pernah datang lagi ke rumah maupun ke kantor. Selama di kantor, Arga juga terlihat fokus dalam bekerja bahkan ketika makan siang Arga lebih memilih untuk makan siang denganku. Para karyawan mulai mengetahui bahwa aku adalah istrinya Arga. Sikap mereka perlahan mulai berubah padaku, yang awalnya cuek serta enggan menyapaku satu persatu mulai mendekatiku. Mulai bersikap ramah kepadaku bahkan ada yang secara terang-terangan mengucapkan selamat kepadaku. Oleh karena itu, aku bisa leluasa keluar masuk ruangan kerja Arga. Arga terlihat lebih fokus dalam bekerja dan itu membuat Papanya merasa senang. Menyaksikan perubahan sikap anaknya itu. Siang itu Papa meminta aku dan Arga memasuki ruang kerjanya. Setelah mempersilahkan kami duduk, Papa mulai bicara."Papa senang dengan perubahan sikap kamu dalam bekerja, Arga. Begitupu
Setelah selesai makan dan membayar tagihannya Arga langsung membimbing tanganku menuju toko yang menjual baju, tas serta sepatu."Silahkan kamu pilih apapun yang kamu mau!""Mas mau beli apa?" tanyaku padanya."Aku rencananya mau beli jam tangan." Aku tersenyum mendengar jawaban Arga."Bagaimana kalau kita beli jam pasangan aja, Masm" tawarku."Boleh, tapi aku yang pilih, ya?"Nggak apa-apa, Mas. Aku suka apapun yang Mas belikan untukku," jawabku langsung. Arga membimbing tanganku menuju toko yang menjual jam tangan saat sampai di sana Arga langsung meminta pelayan untuk memberikan dia beberapa pilihan jam untuk pasangan."Aku ingin yang terbaik, berapapun harganya itu bukan masalah," ucap Arga.Pelayan itu mendengarkan perkataan Arga lalu memberikan jam yang paling bagus serta mahal. Saat melihatnya aku langsung terbelalak harganya sangat mahal dan aku sebenarnya keberatan jika Anda membeli
"Sehabis sarapan nanti sebaiknya kamu tidak usah masak makan siang," kata Arga padaku. Aku menatap heran pada Arga."Ada apa? Kenapa aku tidak boleh masak untuk makan siang nanti?" tanyaku padanya."Aku akan membawamu periksa kesehatan ke dokter dan aku sudah membuat janji dengan dokter," jawab Arga."Jam berapa, Mas?" "Nanti jam 11 siang. Makanya kamu tidak usah masak untuk siang ini. Kita makan di luar saja sekalian aku ingin membawamu nonton di bioskop," ucap Arga Mendengar Arga ingin mengajakku untuk menonton di bioskop wajahku langsung bersemu merah. Aku sangat bahagia sekali karena baru kali ini Arga mau membawaku pergi keluar untuk jalan. Selama ini jika hari libur kerja Arga selalu menghabiskan waktunya dengan Anita. Dia tidak pernah memperdulikan aku sendiri di rumah ini."Benarkah? Mas ingin mengajak aku nonton di bioskop?" tanyaku padanya."Apa kelihatannya aku bercanda?" jawab Arga "Tidak, sih! A
"Silahkan kamu pilih pakaian yang ingin kamu beli!" ujar Arga padaku. Aku mulai memilih beberapa pasang baju kerja untukku. Sedangkan Arga, dia tengah sibuk duduk di pojokan toko sambil memainkan handphonenya. Aku hanya memilih beberapa pasang saja. Setelah merasa cukup, aku segera membayarnya di kasir."Mas, aku sudah selesai. Dan juga sudah aku bayar. Mari kita pulang?" ajakku padanya.Arga melirik belanjaan yang aku tenteng. Dan langsung berkomentar."Kamu beli berapa pasang? Kenapa cepat sekali?" tanyanya."Ada beberapa pasang, Mas. Nanti kalau kurang kan kita bisa beli lagi," bujukku."Ya sudah, ayo kita pergi. Aku lapar. Sebelum pulang kita makan dulu."Aku hanya mengangguk mendengar ucapan Arga. Sebenarnya aku juga tengah kelaparan. Kami makan di kafe yang ada di Mall itu. Saat menunggu makanan datang, aku mulai bicara pada Arga."Mas, apa selama ini kalau siang hari Mas selalu pergi
"Sudahlah, kamu sudah tahu bagaimana sikap Arga. Kamu yang memutuskan untuk tetap bertahan padanya, lalu kenapa kamu masih menangis saat dia membela Anita?" ucapan Diandra membuatku menatapnya dalam."Mas, aku tahu hubungan mereka seperti apa. Aku sudah melakukan segala macam cara untuk bisa menarik sedikit saja perhatian Arga. Tapi, kenapa dia tak bisa memberiku sedikit kesempatan?" Isak tangisku semakin kencang. Rasanya ingin segera menyerah, aku tak kuat lagi menahan rasa cemburu tiap kali Arga lebih membela Anita daripada aku. Saat dia selalu membenarkan perkataan Anita, semua itu membuatku sakit hati. "Arga itu sudah di butakan oleh rasa cintanya pada Anita, jadi percuma saja kamu berharap dia akan memilihmu. Kamu hanya akan semakin terluka. Lebih baik sebelum semuanya terlambat, kamu meyerah saja dan fokus mencari kebahagianmu saja!" "Tapi, Mas! Aku tidak bisa. Aku sudah terlanjur mencintai Arga. Aku tidak bisa menyerah begitu saja."Diand