Beranda / Fantasi / Psychofagos: Pemakan Jiwa / 7. Emosi Negatif Manusia (1)

Share

7. Emosi Negatif Manusia (1)

Penulis: Zeromanaka
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 10:39:36

Azamy berdiri dari tempat duduknya, mengarahkan tangan ke arah ular raksasa kemudian ular tersebut lenyap menjadi abu hitam, berterbaran di atas tanah putih yang seperti jelly. “Kristal tersebut memang tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan manusia biasa, aku hanya menguji bagaimana ekspresimu saat mengetahui jika suatu kemungkinan itu hilang.” Azamy berjalan mendekat ke arah Vee, sementara sang Gadis Cantik meniadakan siaga kemudian berdiri seperti biasanya. “Bisa menyentuh kristal itu tanpa bantuan kekuatan iblis saja sudah mengagumkan. Kembalilah!” seru Azamy.

Vee mengangguk kemudian badannya tiba-tiba saja menghilang dari dunia putih tersebut.

***

Feri pulang, disambut Vee yang sudah menduga jika adiknya akan pulang sekolah saat matahari masih di puncak, hari masih siang.

“Kakak pasti bingung kenapa aku pulang siang lagi, kan?” tebak iseng sang Adik.

Vee membalasnya dengan gelengan.

“Kakak tahu dari berita ya?” Feri mencoba menebak lagi.

Vee tetap membalasnya dengan menggeleng.

“Kakak ini aneh banget, sih.” Feri berjongkok sambil mencoba melepas sepatu yang ia kenakan. Meski begitu, anak SMP tersebut tetap menceritakan kejadian di sekolahnya, “Tadi pagi ditemukan mayat bergeletakkan di tengah lapangan,” kata Feri yang Vee beri anggukkan paham karena ia tahu akan informasi tersebut, Gadis Cantik yang baru kenal dengan iblis dalam dirinya itu menunggu informasi berikutnya. “Ada yang bilang itu karena ulah ‘dia’, ada juga yang mengira ulah pembunuh.”

Masih banyak orang yang tidak mengakui keberadaan Chofa, pasalnya, orang yang melihat Chofa itu kemungkinan selamatnya sangat kecil. Chofa pasti akan memakan jiwa manusia yang melihatnya.

Feri melanjutkan bercerita setelah menghabiskan beberapa helaan napas, “Itu salah satu alasannya, Ka.”

Vee mendelik lebih serius setelah adiknya bercerita jika tak hanya satu alasan mengenai pemulangan sekolah tersebut. “Apa lagi, Dek?” tanya Vee yang kini mulai merasa tertarik.

“Ada tiga siswa kelas dua yang bunuh diri.”

Sekejap Vee menatap serius adiknya, pikirannya mulai mengarah ke sesuatu hal yang mengerikan. “Ceritakan lebih lanjut, Dek!” seru sang Kakak.

“Jadi saat itu, polisi sedang membersihkan sisa-sisa mayat. Lalu… ada tiga siswi yang tiba-tiba saja naik di atas pagar pembatas di lantai dua. Tiba-tiba mereka bertiga lompat secara bersamaan. Seluruh sisi sekolah yang melihat itu berteriak histeris, ditambah… kepala mereka terlebih dahulu yang menyentuh tanah,” Feri menjelaskan hal itu dengan begidik ngeri karena membayangkan apa yang terjadi saat insiden tersebut kemudian lekas masuk ke dalam rumah.

***

Malam pun tiba, bunyi-bunyian khas dari malam terdengar. Dari mulai angin sepoi yang mendayu di telinga sampai burung-burung gagak yang tidak biasa itu bercuit riang meski sebagai kabar buruk. Dingin khas malam membuat sebagian besar orang mengenakan pakaian hangatnya, apalagi saat mengendarai kendaraan roda dua, baik bermotor mau pun tidak.

Vee sudah berdiri di atap sekolah adiknya, ia ingin memastikan jika apa yang ia pikirkan itu salah. Vee menelusuri setiap ruang kelas dengan berlari, tidak lupa sebuah pedang bersarung cokelat yang selalu ia pegang. Api biru di kepala tengkorak Vee mengudara, berkelebar ke belakang karena kecepatan lari Vee dalam menyusuri lorong sangat cepat. Sebuah hawa tak enak mulai dirasakan gadis yang cantik saat siang tersebut. Semakin ia mendekati sebuah ruangan yang mencurigakan, semakin kuat dirasakan hawa yang berbau hitam tersebut.

Tibalah Vee di sebuah ruangan yang mengeluarkan aura hitam mengerikan, tepatnya di dalam toilet perempuan. Vee berhati-hati melangkah, pedang bersarungnya sudah siap di hadapan. Kemudian, Vee membuka satu persatu dari deretan kamar mandi perempuan tersebut. Tak ada yang mencurigakan selain satu kamar mandi di pojok yang belum Vee buka, wanita berkepala tengkorak itu loncat dari kamar mandi satu ke kamar mandi paling pojok, di sana juga hawa hitamnya lebih terasa. Vee membuka perlahan kamar mandi yang ia curigai tersebut. Dari sana keluarlah kabut hitam saat pintu baru saja terbuka, Vee mundur dengan cepat lalu mempersiapkan kuda-kuda dengan pedangnya.

Seseorang keluar dari dalam kamar mandi tersebut, wanita sekelas SMP, rambutnya berantakan ke depan sehingga wajahnya tidak terlihat. Lengan dan kaki wanita tersebut memiliki beberapa luka gores, terutama di bagian urat nadi, seperti seseorang yang telah bunuh diri.

Hawa gelap sudah tidak terelakkan, sebuah serangan lengan hitam dari wanita itu mengarah ke Vee, namun sang Gadis Tengkorak berhasil menghindar. Serangan pun datang bertubi-tubi, Vee memilih lari sambil menghindar dengan arah ke lapangan untuk memperluas kuasa geraknya. Vee sampai, ia berdiri di atap salah satu gedung, menunggu lawannya datang.

Setelah beberapa saat, seorang wanita yang mengenakan seragam SMP itu berjalan menuju di mana Vee berdiri, memasuki salah satu bagian lapangan. Kemudian, serangan bertubi-tubi mengarah pada Vee, Wanita Tengkorak itu agak kewalahan menghadapinya, beberapa kali ia terkena serangan hitam yang dilancarkan kepadanya.

Saat jeda serangan, ada seorang lelaki datang dari belakang Vee, dia adalah Lava, pembasmi Chofa dari keluarga Ice. “Sepertinya Chofa di sana lumayan kuat,” celetuk Lava, “Apa kau butuh bantuan, Nona?”

Vee tidak menjawab, ia masih fokus bagaimana menyelamatkan gadis yang sedang dirasuki Chofa di hadapannya tersebut.

“Oh, baik… aku akan membantu.” Lava menyiapkan kuda-kuda untuk mengeluarkan kekuatan es-nya.

“Tunggu!” Vee menahan. “Ada kemungkinan dia masih hidup, apa kau bisa pisahkan dia dari Chofa di dalam tubuhnya?” Vee berharap jika Lava tidak langsung membunuh gadis malang itu.

“Satu-satunya cara mengalahkan Chofa yang ada di dalam tubuh seseorang adalah dengan membunuh orang tersebut sehingga Chofa di dalamnya bisa keluar,” jawab Lava.

“Apa tidak bisa jika kita menghancurkan inti dari Chofa itu tanpa melukai manusianya?” teguh Vee.

“Inti dari Chofa itu menyebar ke seluruh sel di dalam tubuh manusia yang dia hinggapi. Lalu, tepat sebelum kita membunuh manusianya, Chofa itu akan melepaskan dirinya terlebih dahulu sebelum intinya hancur karena menyatu dengan manusia yang ia rasuki.” Lava berjalan ke depan, menyaksikan gadis berseragam SMP penuh dengan hawa hitam di sekelilingnya. “Gadis yang malang.” Lava melompat dengan cepat ke arah target lalu tersenyum lebar, “Tapi aku senang jika bertemu lawan yang kuat.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   53. Pahlawan Kerajaan Iblis

    Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   52. Keluarga Drakon

    Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   51. Drakon

    “Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   50. Malam Bencana (3)

    “Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   49. Malam Bencana (2)

    Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   48. Malam Bencana

    Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status