Azamy berdiri dari tempat duduknya, mengarahkan tangan ke arah ular raksasa kemudian ular tersebut lenyap menjadi abu hitam, berterbaran di atas tanah putih yang seperti jelly. “Kristal tersebut memang tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan manusia biasa, aku hanya menguji bagaimana ekspresimu saat mengetahui jika suatu kemungkinan itu hilang.” Azamy berjalan mendekat ke arah Vee, sementara sang Gadis Cantik meniadakan siaga kemudian berdiri seperti biasanya. “Bisa menyentuh kristal itu tanpa bantuan kekuatan iblis saja sudah mengagumkan. Kembalilah!” seru Azamy.
Vee mengangguk kemudian badannya tiba-tiba saja menghilang dari dunia putih tersebut.
***
Feri pulang, disambut Vee yang sudah menduga jika adiknya akan pulang sekolah saat matahari masih di puncak, hari masih siang.
“Kakak pasti bingung kenapa aku pulang siang lagi, kan?” tebak iseng sang Adik.
Vee membalasnya dengan gelengan.
“Kakak tahu dari berita ya?” Feri mencoba menebak lagi.
Vee tetap membalasnya dengan menggeleng.
“Kakak ini aneh banget, sih.” Feri berjongkok sambil mencoba melepas sepatu yang ia kenakan. Meski begitu, anak SMP tersebut tetap menceritakan kejadian di sekolahnya, “Tadi pagi ditemukan mayat bergeletakkan di tengah lapangan,” kata Feri yang Vee beri anggukkan paham karena ia tahu akan informasi tersebut, Gadis Cantik yang baru kenal dengan iblis dalam dirinya itu menunggu informasi berikutnya. “Ada yang bilang itu karena ulah ‘dia’, ada juga yang mengira ulah pembunuh.”
Masih banyak orang yang tidak mengakui keberadaan Chofa, pasalnya, orang yang melihat Chofa itu kemungkinan selamatnya sangat kecil. Chofa pasti akan memakan jiwa manusia yang melihatnya.
Feri melanjutkan bercerita setelah menghabiskan beberapa helaan napas, “Itu salah satu alasannya, Ka.”
Vee mendelik lebih serius setelah adiknya bercerita jika tak hanya satu alasan mengenai pemulangan sekolah tersebut. “Apa lagi, Dek?” tanya Vee yang kini mulai merasa tertarik.
“Ada tiga siswa kelas dua yang bunuh diri.”
Sekejap Vee menatap serius adiknya, pikirannya mulai mengarah ke sesuatu hal yang mengerikan. “Ceritakan lebih lanjut, Dek!” seru sang Kakak.
“Jadi saat itu, polisi sedang membersihkan sisa-sisa mayat. Lalu… ada tiga siswi yang tiba-tiba saja naik di atas pagar pembatas di lantai dua. Tiba-tiba mereka bertiga lompat secara bersamaan. Seluruh sisi sekolah yang melihat itu berteriak histeris, ditambah… kepala mereka terlebih dahulu yang menyentuh tanah,” Feri menjelaskan hal itu dengan begidik ngeri karena membayangkan apa yang terjadi saat insiden tersebut kemudian lekas masuk ke dalam rumah.
***
Malam pun tiba, bunyi-bunyian khas dari malam terdengar. Dari mulai angin sepoi yang mendayu di telinga sampai burung-burung gagak yang tidak biasa itu bercuit riang meski sebagai kabar buruk. Dingin khas malam membuat sebagian besar orang mengenakan pakaian hangatnya, apalagi saat mengendarai kendaraan roda dua, baik bermotor mau pun tidak.
Vee sudah berdiri di atap sekolah adiknya, ia ingin memastikan jika apa yang ia pikirkan itu salah. Vee menelusuri setiap ruang kelas dengan berlari, tidak lupa sebuah pedang bersarung cokelat yang selalu ia pegang. Api biru di kepala tengkorak Vee mengudara, berkelebar ke belakang karena kecepatan lari Vee dalam menyusuri lorong sangat cepat. Sebuah hawa tak enak mulai dirasakan gadis yang cantik saat siang tersebut. Semakin ia mendekati sebuah ruangan yang mencurigakan, semakin kuat dirasakan hawa yang berbau hitam tersebut.
Tibalah Vee di sebuah ruangan yang mengeluarkan aura hitam mengerikan, tepatnya di dalam toilet perempuan. Vee berhati-hati melangkah, pedang bersarungnya sudah siap di hadapan. Kemudian, Vee membuka satu persatu dari deretan kamar mandi perempuan tersebut. Tak ada yang mencurigakan selain satu kamar mandi di pojok yang belum Vee buka, wanita berkepala tengkorak itu loncat dari kamar mandi satu ke kamar mandi paling pojok, di sana juga hawa hitamnya lebih terasa. Vee membuka perlahan kamar mandi yang ia curigai tersebut. Dari sana keluarlah kabut hitam saat pintu baru saja terbuka, Vee mundur dengan cepat lalu mempersiapkan kuda-kuda dengan pedangnya.
Seseorang keluar dari dalam kamar mandi tersebut, wanita sekelas SMP, rambutnya berantakan ke depan sehingga wajahnya tidak terlihat. Lengan dan kaki wanita tersebut memiliki beberapa luka gores, terutama di bagian urat nadi, seperti seseorang yang telah bunuh diri.
Hawa gelap sudah tidak terelakkan, sebuah serangan lengan hitam dari wanita itu mengarah ke Vee, namun sang Gadis Tengkorak berhasil menghindar. Serangan pun datang bertubi-tubi, Vee memilih lari sambil menghindar dengan arah ke lapangan untuk memperluas kuasa geraknya. Vee sampai, ia berdiri di atap salah satu gedung, menunggu lawannya datang.
Setelah beberapa saat, seorang wanita yang mengenakan seragam SMP itu berjalan menuju di mana Vee berdiri, memasuki salah satu bagian lapangan. Kemudian, serangan bertubi-tubi mengarah pada Vee, Wanita Tengkorak itu agak kewalahan menghadapinya, beberapa kali ia terkena serangan hitam yang dilancarkan kepadanya.
Saat jeda serangan, ada seorang lelaki datang dari belakang Vee, dia adalah Lava, pembasmi Chofa dari keluarga Ice. “Sepertinya Chofa di sana lumayan kuat,” celetuk Lava, “Apa kau butuh bantuan, Nona?”
Vee tidak menjawab, ia masih fokus bagaimana menyelamatkan gadis yang sedang dirasuki Chofa di hadapannya tersebut.
“Oh, baik… aku akan membantu.” Lava menyiapkan kuda-kuda untuk mengeluarkan kekuatan es-nya.
“Tunggu!” Vee menahan. “Ada kemungkinan dia masih hidup, apa kau bisa pisahkan dia dari Chofa di dalam tubuhnya?” Vee berharap jika Lava tidak langsung membunuh gadis malang itu.
“Satu-satunya cara mengalahkan Chofa yang ada di dalam tubuh seseorang adalah dengan membunuh orang tersebut sehingga Chofa di dalamnya bisa keluar,” jawab Lava.
“Apa tidak bisa jika kita menghancurkan inti dari Chofa itu tanpa melukai manusianya?” teguh Vee.
“Inti dari Chofa itu menyebar ke seluruh sel di dalam tubuh manusia yang dia hinggapi. Lalu, tepat sebelum kita membunuh manusianya, Chofa itu akan melepaskan dirinya terlebih dahulu sebelum intinya hancur karena menyatu dengan manusia yang ia rasuki.” Lava berjalan ke depan, menyaksikan gadis berseragam SMP penuh dengan hawa hitam di sekelilingnya. “Gadis yang malang.” Lava melompat dengan cepat ke arah target lalu tersenyum lebar, “Tapi aku senang jika bertemu lawan yang kuat.”
Chofa sangat tertarik dengan emosi negatif manusia. Marah, kesal, dendam,putus asa, iri, benci dan masih banyak lagi. Chofa akan mendekati manusia-manusia yang sedang dalam emosi tersebut. Mengajak mereka untuk terjerumus ke suatu tindakan yang menjadi ujung dari sebuah kehidupan, membunuh atau dibunuh. Chofa tidak akan memakan jiwa-jiwa manusia yang memiliki emosi negatif kuat, ia akan merasuki manusia-manusia tersebut dan menjadikannya sebagai tameng untuk bisa bertahan hidup dari kemusnahan dua kali.Saat emosi negatif manusia meninggi, saat itulah Chofa sangat memiliki cela lebar untuk masuk. Setelah seorang manusia dirasuki oleh Chofa, manusia tersebut tidak lagi utuh, kebanyakan dari tindakannya dikuasai Chofa, aura hitamnya pun akan terasa kental, apalagi saat hari semakin malam.Anak perempuan yang dirasuki oleh Chofa dan sedang berhadapan dengan Lava juga Vee itu adalah Fira. Fira memiliki kehidupan yang begitu menyesakkan hati. Ayah dan ibunya sudah pisah sem
Lava menyerang dengan cepat ke arah anak perempuan yang sedang dirasuki Chofa di hadapannya tersebut, sementara Vee masih tidak tega jika harus benar-benar membunuh anak itu untuk mengalahkan Chofa, ia masih memutar otak.Sebuah pukulan dahsyat dilancarkan Lava dengan kepalan berlapis es, namun sebuah benda hitam yang sedari tadi menyelimuti anak perempuan itu menahannya, malah Lava dibuat terpental jauh hingga menabrak pembatas lapangan. Tapi seperti Lava yang biasanya, dia tersenyum karena mendapatkan lawan yang kuat. “Sepertinya, kau lawan yang cocok untukku,” kata Lava sembari kembali berdiri. Kemudian dia kembali menyerang, kali ini semua lengannya dilapisi oleh es, lengan kanannya memiliki es yang runcing setajam pedang. SLASH! Lava berusaha menebas ke arah anak perempuan itu, namun masih digagalkan oleh benda hitam yang selalu melindunginya. Lagi, Lava terpental karena sebuah hantaman dari benda hitam. Lelaki dari keluarga Ice itu belum menyerah, ia kembali
Siang begitu terik, matahari bersinar tanpa ragu, tak ada awan hitam yang mengganggunya. Hal itu membuat kebanyakan manusia beristirahat dari aktivitas harian, atau sekedar menikmati teduh dengan mampir di warung-warung pinggir jalan yang menyediakan minuman dingin.Vee sedang asik mencatat di buku hariannya, buku harian yang berisi penuh petualangan si Gadis Tengkorak itu saat malam. Terutama apa yang terjadi malam ini di mana baru pertama kali ia bertemu dengan Chofa yang merasuki tubuh manusia, meski sebelumnya sudah sering diceritakan oleh sang ayah atau beberapa keluarga lain, tetap saja: Pengalaman melihatnya langsung yang paling berkesan. Vee menulis apa yang dirasakan juga dilihatnya, termasuk kematian anak perempuan, juga kejadian setelah seorang nenek mengetahui cucunya meninggal dengan mengenaskan yang tidak Vee ketahui kelanjutannya karena lekas meninggalkan tempat.Sebenarnya Vee merasa tenang karena adiknya sudah tidak lagi dipulangkan siang ini, itu bera
Vee mulai serius pasca dia tahu jika Chofa yang dia hadapi bukanlah Chofa biasa. Chofa tersebut sudah memakan puluhan jiwa, dan mendapatkan kekuatan yang luar biasa dari jiwa yang ia makan. Vee memulai fokusnya, ia kini bisa menyamai kecepatan serangan dari Chofa tersebut. Meski Vee terpukul mundur, ia selalu mencari celah untuk melawan balik Chofa tersebut. Pertarungan mereka berdua begitu sengit, Vee terus menerus menghindar sementara serangan Chofa begitu cepat meski terus menerus memukul angin karena Vee bisa menyamai gerakannya.SLASH! Vee berhasil melancarkan satu serangan tepat mengenai lengan Chofa itu, membuat lengan tersebut terpotong. Namun Vee melihat sesuatu hal yang belum pernah ia lihat, regenerasi Chofa itu begitu cepat. Dalam tiga detik, lengan besar itu kembali, lalu lekas menyerang Gadis Tengkorak yang masih tercengang dengan kemampuan regenerasi Chofa di hadapannya. Alhasil, Vee terkena serangan itu, tubuhnya lagi-lagi terpelanting dan menabrak sebuah poho
Ras Iblis memang terkenal dengan keserakahannya, namun di balik itu semua, ada ras lain yang membuat suatu desa di Dunia Iblis bisa hancur seketika, ini adalah kisah mengapa Azamy sangat benci dengan senjata saat bertarung.Saat kecil, Azamy tinggal di sebuah desa terpencil di mana seluruh penduduknya sebagian besar bekerja sebagai peternak. Hewan-hewan seperti sapi, kambing, ayam dan banyak ternak lainnya dapat ditemukan di desa tempat tinggal Azamy tersebut. Tidak semua tentang iblis itu selalu perihal kekuatan yang gelap atau semacamnya, di dunia mereka juga terdapat iblis-iblis yang memilih untuk hidup biasa nan damai, tidak ingin terlalu menggunakan kekuatan mereka. Meski di desa itu terlihat damai, namun ada salah satu keluarga yang selalu mempunyai andil besar dalam setiap pertempuran Ras Iblis melawan ras lain. Mereka adalah Keluarga Mi. Mi memiliki kekuatan turun-temurun dari leluhur, yaitu menyatukan diri mereka dengan alam, hal itu membuat alam memihak mereka, mesk
Keluarga Mi sangat dirahasiakan, identitas mereka benar-benar disamarkan, bahkan satu desa yang ditinggali Azamy itu pun tak ada yang tahu jika ada keluarga Ami yang tinggal dengan mereka.Kenapa keluarga Mi itu disembunyikan?Kekuatan mereka dalam menyatu dengan alam itu mengerikan, bisa disalahgunakan pihak yang bertanggung jawab seperti yang sedang menyandera seorang wanita di tengah desa kini. Kemungkinan besar, mereka berniat memanfaatkan kemampuan keluarga Mi itu untuk tujuan yang buruk. Oleh arena itulah, data Keluarga Mi tak bisa diungkap dengan jelas kecuali dikenali oleh anggota keluarga itu sendiri.“Kalau kalian tidak mau mengaku… baiklah, aku akan bertanya hal lain. Apa di sini ada yang merasa keluarga Mi?” tanya iblis lelaki berbadan besar dengan penuh senjata di belakang tubuhnya. Kalimat tersebut sukses membuat seluruh warga desa yang berkumpul saling berpandang satu sama lain, saling curiga.“Di data desa, tidak a
Matahari pagi menyinari desa yang baru saja dibantai itu, terang bagi dunia namun ratusan mayat tergeletak begitu saja di desa tempat Azamy tinggal. Azamy keluar dari pohon yang melindunginya, namun semua sudah tamat, mayat-mayat iblis bergeletakkan dengan kepala terpisah, darah-darah mereka yang kehitaman juga hampir mencemari semua sisi, Azamy begidik ngeri melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat pada usia sekecil itu.Ayah.Azamy tiba-tiba mengingat lelaki yang paling dekat dengannya, gadis tersebut mencari ke seluruh penjuru desa, ia tak tahu keberadaan ayahnya. Yang Azamy temukan hanya mayat-mayat iblis bergeletakkan tak teratur, bahkan beberapa di antara kepala-kepala yang terpisah itu adalah wajah yang dapat dikenali sang Gadis sepuluh tahun tersebut, membuatnya kini meneteskan air mata namun tetap mencari sang ayah yang entah di mana.Satu keliling desa sudah gadis iblis tersebut lalui, ia sama sekali tidak di mana ayahnya berada. Dengan
Malam mulai memunculkan gelapnya, sinar sore sudah redup dan sang mentari telah menyusup. Vee sudah bersiap di kamarnya dengan jubah hitam yang biasa ia gunakan setiap malam. Tubuhnya menjadi panas, api membakar dan dengan sekejap, wajah cantik rupawan itu kini berubah menjadi tengkorak dengan api biru yang menyala-nyala. Lagi-lagi Vee menghadap cermin, melihat dirinya yang mengerikan ketika malam. Ia kemudian teringat saat sebelum berusia lima belas tahun, di mana belum ada iblis yang masuk ke dalam dirinya dan menjalin kontrak. Saat itu, Vee sedang senang-senangnya dengan wajah cantik muda, mata lentik dan hidung mancung serta rambut lurus indah idaman semua wanita. Namun semua itu sirna ketika ayah membawanya untuk menerima kontrak dengan iblis sebagai keluarga Avalon. Vee menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir penyesalan-penyesalan dalam dirinya, ia harus berpikir untuk menerima semua kehidupan yang ada dalam dirinya. Menjadi keluarga Avalon, itu berarti harus bisa membuang wa