Home / Fantasi / Psychofagos: Pemakan Jiwa / 6. Sebuah Perkenalan

Share

6. Sebuah Perkenalan

Author: Zeromanaka
last update Last Updated: 2021-09-08 19:59:55

Satu pelanggan terlayani dengan puas, membawa dua buah anakan lidah mertua. Vee kembali duduk, menghembuskan napas perlahan kemudian mengeluarkannya kembali secara perlahan pula. Terus berulang sampai dirinya benar-benar tenang. Matanya kembali menutup untuk mencoba kembali masuk ke dalam alam bawah sadar dan bertemu dengan sosok wanita aneh di alam berwarna penuh putihnya.

Lama sekali Vee menutup mata, namun tak kunjung ia menuju apa yang ia inginkan. Tubuhnya masih sadar sekitar, dunia penuh dengan warna putih itu tak kunjung datang. Vee pun bosan dengan sendirinya, menutup mata terlalu rapat membuat otot kelopak matanya lelah. Sejenak ia buka kedua mata, lalu melihat pemandangan sekitar, banyak tanaman di luar toko yang bertujuan agar tanaman-tanaman tersebut mendapatkan sinar matahari, di seberang sana jalanan cukup sepi, hanya beberapa motor berlalu lalang yang sesekali melirik toko berlabel “Batang Pohon Ajaib” itu.

Setelah pikiran Vee kembali tenang, ia mulai memejamkan matanya kembali, berharap bisa sampai di alam bawah sadarnya. Awalnya Vee takut, namun rasa penasaran membuang takutnya itu jauh-jauh.

Vee berhasil, dunia putih itu kembali muncul. Namun gadis cantik itu sudah berada di danau di mana banyak ikan-ikan berenang dan seorang gadis memancing di sana.

“Apa yang kau inginkan?” tanya gadis berpakaian serba hitam yang sedang memancing tanpa basa-basi pada Vee.

“E… aku-”

“Apa kau menginginkan kekuatan yang lebih?” cegat wanita misterius yang Vee duga adalah iblis di dalam dirinya, terlihat jelas dari dua tanduk legam di kepala.

Vee menelan ludah, kemudian mengangguk tanpa suara.

“Kau tau? Kenapa iblis sepertiku membantu kalian manusia?” tanya Iblis itu, matanya masih fokus ke arah danau seakan menunggu umpannya dimakan ikan.

Vee menggeleng tidak tahu. Ia gemetar, tekanan di sekitar iblis tersebut sangat kuat. Ditambah pertanyaan barusan tidak diketahui Vee.

Iblis itu tersenyum. “Tenang saja, aku bukan tipe iblis yang akan membunuh jika kau salah menjawab, jangan pucat begitu.”

Vee menarik napas dalam, ia mencoba tenang di situasi tersebut.

“Chofa adalah makhluk yang berhasil bagi sebagian iblis dan makhluk yang gagal bagi sebagian iblis lainnya. Kami, iblis yang menerima kontrak dengan manusia khususnya keluarga Avalos adalah yang menganggap jika Chofa itu makhluk gagal. Suatu saat Chofa akan memberikan kehancuran tak hanya di dunia manusia, tapi di banyak dunia termasuk dunia iblis. Karena itulah Chofa harus dibasmi. Saat kami sekumpulan iblis menyadari jika harus segera membasmi Chofa, itu sudah terlambat, Chofa sudah berkembang biak dengan cepat hingga saat ini jumlahnya miliaran di dunia manusia. Kami para iblis sebenarnya bisa mengalahkan Chofa seorang diri, namun kamu tidak bisa berada di dunia manusia terlalu lama, itu benar-benar menguras tenaga karena ilmu untuk berpindah dunia akan menghabiskan tenaga kami dengan cepat. Kecuali jika kami memiliki bakat untuk berpindah dunia sesuka kami,” jelas panjang iblis wanita itu. “Karena itulah, kami memilih bersemayam di tubuh manusia dan memberi kekuatan pada manusia tersebut.”

Vee memperhatikan dengan penuh simpati, itu adalah cerita yang belum pernah ia dengar meski dari mulut sang ayah sekali pun.

“Aku akan memberimu kekuatan tanpa syarat apa pun, tapi kekuatanku bukanlah sesuatu yang dapat kau kendalikan dengan mudah,” ucap sang Iblis dengan serius-dari awal juga raut wajahnya memang menunjukkan keseriusan. “Jika mental atau fisikmu tidak kuat, kekuatan itu akan menghancurkan dirimu sendiri.”

“A-apa yang harus aku lakukan?” tanya Vee, masih celagapan.

“Masuklah ke alam ini saat kau membutuhkan kekuatanku-”

“T-tapi, itu tidak mungkin,” celetuk Vee karena mengingat susahnya untuk berkonsentrasi penuh lalu masuk ke alam bawah sadar yang sekarang ia pijak.

“Saat hubunganmu denganku semakin dekat, kau akan semakin mudah untuk memasuki alam ini meski dalam pertarungan sekali pun, jangan khawatirkan itu. Namun, aku hanya akan memberikan padamu sedikit kekuatan untuk menguji batas kemampuanmu di awal-awal.” Kail pancing iblis wanita itu bergoyang, ada ikan yang terpancing dengan umpannya. “Namaku adalah Azary.” Bukan ikan, matanya menyala merah dan besar dari dalam danau, Vee begidik melihatnya lalu mundur beberapa langkah.

Sesuatu keluar dari dalam danau, itu adalah ular yang sangat besar, makhluk tersebut menggeliat tepat di hadapan Vee, membuat sang Gadis refleks melompat mundur. Vee memandang ke arah depan, kemudian berangkat ke atas, detail dari sebuah ular raksasa di hadapannya begitu jelas. Tak sempat Vee memandang wajah si Ular, ia sudah diserang oleh ular tersebut dengan kibasan ekor, Vee refleks menghindar dan ia berhasil.

“Anggap saja ini caraku untuk mengetahui sejauh mana tekad yang kau punya untuk membasmi Chofa.” Iblis yang sekarang Vee kenal dengan nama Azamy itu mengeluarkan sebuah kristal ungu sebesar setengah badan manusia dewasa lalu diletakkannya di jidat ular raksasa. Ular raksasa tersebut ternyata adalah salah satu dari perwujudan kekuatan Azamy. “Hancurkan kristal ini lalu kau akan lolos,” tantang Azamy.

Vee menelan ludah, ia memasang kuda-kuda seakan sedang memegang pedang. Namun nihil, pedang yang ia kira ada di salah satu tangannya itu ternyata kosong. Di dunia ini, Vee tidak membawa pedang sama sekali. Untuk sesaat, Vee kebingungan. Ia tidak pernah bertarung tanpa senjata sebelumnya.

“Aku ingin kau terbiasa bertarung tanpa pedang, tidak selamanya kau akan bersama pedang kesayanganmu itu, suatu saat pasti ada masa di mana kau harus bertarung dengan tangan kosong. Dan satu lagi, kekuatanku akan meningkat saat penggunanya bertangan kosong. Akan aku jelaskan nanti. Untuk saat ini, lakukan apa yang bisa kau lakukan,” jelas Azamy.

Vee bersiaga, ular besar itu bisa menyerang kapan saja, sementara Azamy masih duduk santai di tepi danau-menonton. Serangan ular besar itu dimulai, makhluk tersebut mencoba menggigit dengan mulutnya yang bisa menampung sebuah mobil kecil. Namun Vee dengan sigap menghindar. Vee tidak hanya bertarung tanpa pedang, ia juga bertarung tanpa kekuatan iblis, wanita cantik itu hanya menggunakan kekuatannya sebagai manusia. Berkalu-kali serangan ular besar meluncur, berkali-kali pula Vee menghindar. Ia mencari celah untuk menyerang kristal ungu di dahi sang Ular namun kesempatan itu tak kunjung datang.

Vee sesekali melihat Azamy yang memandang kosong ke arah pertarungan.

“Apa kau akan terus menghindar-” kalimat Azamy terpotong oleh teriakan Vee.

“Sekarang!” Vee melompat tinggi, ia mendapatkan celah untuk menyerang ketika kepala ular tepat berada di hadapan dan sedang dalam posisi rendah. Sebuah pukulan Vee kerahkan tepat menuju kristal ungu di dahi ular raksasa tersebut.

TAK! Memantul, tenaga yang dikeluarkan Gadis Cantik itu belum cukup untuk menghancurkan kristal ungu, tubuhnya kehilangan keseimbangan karena gerakan sang Ular kemudian jatuh, namun masih bisa mendarat dengan kedua kakinya. Wajah Vee masih penuh dengan keyakinan meski ia mulai berpikir jika tidak mungkin untuk menghancurkan kristal tersebut hanya dengan kekuatannya sebagai manusia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   53. Pahlawan Kerajaan Iblis

    Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   52. Keluarga Drakon

    Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   51. Drakon

    “Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   50. Malam Bencana (3)

    “Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   49. Malam Bencana (2)

    Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   48. Malam Bencana

    Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   47. Api Merah

    Api merah adalah sebuah kekuatan Avalon yang sudah sangat jarang ditemukan karena cukup berbahaya jika penggunanya kehilangan konsentrasi barang sebentar saja. Pasalnya, api itu memanfaatkan banyak energi dari iblis secara tiba-tiba yang dicampur dengan amarah dari manusia. Vendre sudah menguasai amarah yang bisa dia keluarkan meski tak ada hal yang membuat marah maup[un sedih di sekelilingnya. Itu berarti, Vendre bisa menangis maupun marah tanpa sebab. Bahkan di saat sekarang pun, ia dalam kondisi sedih dan marah secara bersamaan, pedang yang masih di dalam sarung itu pun berkibarkan api merah yang cukup besar. Angin mulai kembali berhembus kencang, namun kali ini sebagai respon dari kekuatan Vendre yang luar biasa. Lelaki itu melompat, bergerak dengan cepat, menebas bagian leher Chofa yang sedang mereka berlima hadapi. Seketika leher Chofa yang besar itu penuh dengan kobaran api searah goresan pedang milik Vendre. Namun, tak sedikit pun terpotong.&n

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   46. Lari?

    Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   45. Tempat Penelitian 3

    “Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status