Liana gemetaran sampai tak mampu berkata apa pun. Pecahan gelas berisi jus yang sedianya akan ia berikan pada Johan supaya tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Ayahnya berhamburan di bawah kakinya.
Johan cepat merapikan diri,ia mengkerutkan kedua alisnya manatap Sonia yang pura-pura kaget. Tapi Johan tahu,Sonia menjebaknya.
"Mama.." Johan berusaha menenangkan.
Tapi Liana menyuruhnya mundur. Dia memang bukan Ibu kandungnya.Tapi ia yang merawat dan membesarkannya tanpa pernah pilih kasih.Air mata Liana tak terbendung,dadanya serasa di pukul martil saat melihat kelakuan anaknya.
"Nikahi dia,Jo,atau Ayahmu akan tahu." Liana mengancam.
Gerakan Johan terhenti.Ia menatap baik-baik Ibu tirinya yang terlihat sangat syok.
"Ya Tuhan..kenap
"I,iya,tadi saya terlalu banyak menuang karbol." Sonia berbohong.Sesekali ia menunduk gelisah,saat pria separuh abad itu makin dekat ke arahnya."Sebenarnya,ada hubungan apa kalian berdua?" tanya Aji setelah mengamati Sonia beberapa saat.Mata Sonia bergerak-gerak,bingung mencari jawaban yang tepat. Tanpa sadar,ia mengenggam gagang alat pel itu kuat-kuat."Dulu aku sering melihatmu bersama Jo,ketika kalian masih kuliah.""I,itu..karena saya memang sering meminta bantuhan Johan belajar." Sonia mencoba memandang lawan bicaranya. "Sesuai dengan yang tadi saya ceritakan..saya harus dapat beasiswa, supaya bisa terus kuliah,karena..saya sudah tak punya orang tua."Aji menatap tak yakin.Hal itu membuat Sonia kembali tertunduk.
"Nomor siapa ini?" kening Andreas berkerut,membuat matanya makin menyipit. Ponsel itu terus bergetar di tangannya. "Akhir-akhir ini banyak banget nomor tak di kenal masuk ke ponsel ku."ia bertopang dagu.Andreas memang paling malas mengurusi hal-hal yang tak ada hubungan dengan dirinya. "Aku mohon,angkatlah kak.." Tersaruk-saruk Lira berusaha berjalan menuju gerbang depan. Nafasnya sudah naik turun dengan keringat bercucuran.Segala rasa sakit ia abaikan,demi melihat kebebasannya yang telah menunggu di depan mata. "Kemana semua orang? kenapa tak ada seorang pun pekerja?" tanya Lira dalam hati,saat menginjakkan kaki di halaman belakang. Matahari telah muncul.Rumah keluarga Prawira yang luas dengan rumah i
Lira dengan sisa-sisa tenaga meronta minta di turunkan,Johan hanya terkekeh menangapinya."Sudahlah,Lir,simpan tenagamu untuk melahirkan anak kita nanti."Lira tak mampu menanggapi ocehan Johan yang tanpa hati.Tenaganya habis,dari matanya yang cekung,ia menatap ponselnya yang telah remuk dan semakin jauh,bersama Johan yang membawanya kembali ke dalam rumah."Kak Andreas.."Lira berucap dalam hati. Dia tak lagi melakukan perlawana.Rasa sakit yang terus menerus,serta dekapan Johan pada tubuh kurusnya, membuat Lira lupuh tiada daya."Tuan muda mau ke mana?"tanya Rendy terkejut,ketika berpapasan dengan Andreas yang berlari keluar kamar.Andreas tak menjawab,dan pergi begitu saja dengan meninggalkan tanda tanya besar di benak saudara angkatnya t
"Jo!?" Sonia yang sampai di ambang pintu terkejut. "Apa yang kau lakukan?" Sonia berlari mendekatinya."Lira kesakitan,aku harus mengeluarkan benda ini." Johan hendak menekan lagi perut Lira.Tapi segera di tahan Sonia."Bukan seperti ini caranya,apa kau gila!" Sonia mendorong Johan menjauh dari Lira yang terbaring dengan kesadaran yang mulai menurun.Di pandanginya wajah pucat dan berpeluh Lira,kemudian rembesan darah yang telah merubah warna baju tidurnya menjadi merah pekat."Ini gara-gara kau yang menyuruhku mempertahankan benda itu!" Johan yang panik melihat kondisi Lira,malah mencekik Sonia yang hendak memeriksanya.Nafas Sonia langsung tertahan di kerongkongan.Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Johan dari lehernya.
Sonia berdiri di pojok ruang dekat pintu.Tak berani lebih maju lagi,karena kesayangannya sedang menebarkan aura iblis.Johan seperti tengah di rasuki sesuatu.Begitu tenang,tapi terasa mencekam.Ia tersenyum dan tertawa,tapi matanya kosong.Dan tadi,setelah ia teriaki,ia guncang bahunya berkali-kali tapi tak ada tanggapan.Sekarang Johan berjalan ringan menuju ruang bawah tanah,dan berdiri di hadapan Ayahnya yang sedang terborgol di kursi dengan kesadaran yang samar-samar."...Jo..han.." pria tua itu mengangkat kepalanya memandang putra satu-satunya,yang tengah berdiri di hadapannya.Johan masih memakai setelan jas dengan bercak darah yang sama.Kedua tangannya berlumur warna merah,serta sebagian kacamatanya terciprat cairan kental,berwarna merah pekat tersebut."..Johan..."
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn