Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn
Hanum tersenyum sendiri ketika menemukan kotak kecil berwarna biru tua, terselip di sela tumpukan pakaian sang suami di lemari. Dia membuka penutup kotak tersebut, karena rasa penasaran yang begitu besar. Matanya membulat ketika melihat seuntai kalung emas, dengan liontin bermata biru safir yang indah.“Ini pasti untukku. Mas Andi pasti menyiapkan kejutan ini untukku, di hari jadi pernikahan nanti. Dia sengaja menyembunyikan kotak ini dariku. Agar tampak berkesan saat lusa dia berikan kejutan ini padaku. Baiklah, aku akan pura-pura tak tahu. Aku akan ikuti permainannya,” gumam Hanum, dengan senyum yang terus menghiasi wajahnya yang cantik. Meskipun usianya sudah empat puluh tiga tahun, tapi Hanum masih tampak memukau.Hanum lalu meletakkan kotak itu di tempatnya semula. Dia juga merapikan tumpukan pakaian sang suami, agar tak tampak kalau dia baru saja menemukan kotak tersebut.Di saat yang sama, Andi keluar dari dalam kamar mandi. Pria berusia empat puluh delapan tahun itu tampak seg
Reza dan Rudy yang awalnya sedang sibuk membicarakan Tania, lantas mengalihkan tatapannya ke arah Rafi. Kedua pemuda itu segera mengikuti arah pandang Rafi.“Ish, Om Andi,” desis Reza dengan tatapan tak percaya.Rudy menyenggol lengan Reza, dan memberi kode melalui kedipan matanya agar sahabatnya itu tak memberi komentar apa pun. Reza yang paham, akhirnya menganggukkan kepalanya.Sementara itu, Rafi yang sudah emosi lantas beranjak dari kursi dengan wajah merah padam.“Raf, mau ke mana?” tanya Rudy dan Reza bersamaan.“Ya mau ke butik itu,” sahut Rafi dengan dagu yang diarahkan ke tempat di mana Tania dan papanya saat ini berada.“Eits, tunggu dulu, Bro! Jangan gegabah dulu. Jangan bikin onar di tempat umum, karena nanti ujung-ujungnya elu yang jadi tertuduh. Elu nggak mau kan kalau hal ini terjadi?” ucap Rudy. Dia lalu menarik lengan Rafi agar sahabatnya itu kembali duduk.Rafi akhirnya kembali duduk di kursinya semula dengan napas memburu karena menahan emosi.Sementara Reza menyera
Reza manggut-manggut mendengar penjelasan dari Rudy. Pemuda itu lantas mencolek lengan Rafi yang masih terdiam.“Bagaimana, Raf? Siap merekam aksi bokap lu sama Tania?” tanya Reza.Rafi menganggukkan kepalanya. “Siap. Apalagi kalau harus tonjok papa gue, siap banget.”“Wah, tenang dulu, Bro. Kita main cantik. Itu kata mama gue saat memberikan masukan pada Tante Ria. Gue kan sudah bilang dari tadi kalau elu jangan gegabah. Jangan sampai elu berurusan sama pihak berwajib, dan elu dijadikan tersangka karena pukul papa lu, Raf. Kalau itu terjadi, kasihan mama lu. Itu sama saja lu kasih beban pikiran double ke mama lu. Janji ya kalau elu mau main cantik. Masih kata mama gue saat ngomong ke temannya itu, amankan aset keluarga! Nah, itu pentingnya ngomong sama mama lu. Sebagai anak lelaki dan anak sulung, lu harus tegar dan cerdik dalam bersikap. Papa lu saja bisa main cantik. Elu jangan mau kalah dong. Kasih pelajaran melalui mentalnya!” tegas Rudy.Rafi dan Reza terperangah mendengar ucapa
Hening.Untuk sesaat Anita tak bersuara di seberang sana. Membuat hati Hanum ketar-ketir dibuatnya, hingga tangan dan kakinya terasa dingin menunggu jawaban Anita.“Nit...Anita, kok diam sih? Ngomong dong,” ucap Hanum dengan suara bergetar karena rasa cemas yang luar biasa.“Eh, iya maaf. Aku sedang berpikir ini, Num. Makanya belum bisa menjawab tadi. Jadi si Andi sekarang sedang ketemu sama rekan bisnisnya, ya. Oh ya sudah kalau begitu. Berarti yang aku lihat tadi mungkin Andi sedang melobi rekan bisnisnya itu,” sahut Anita terdengar memelankan suaranya. Tak seperti pertama kali dia bicara tadi.“Memangnya kamu ini sedang di mana, Nit? Kok sampai ketemu sama Mas Andi. Kamu sedang main golf juga?” tanya Hanum lugu.“Hah? Main golf?” ucap Anita balas bertanya.“Iya, tadi itu Mas Andi pamit mau ketemu sama rekan bisnisnya di lapangan golf. Memang dia nggak main golf sih. Cuma katanya tadi, temannya yang main golf. Mungkin saja setelah temannya itu main golf, mereka meeting di restoran y
Anita yang merasa kalau Rafi sudah mengetahui ulah Andi, segera menarik tangan pemuda itu agak sedikit menjauh dari kedua temannya.“Rafi, jujur sama Tante kalau kamu ada di sini bukan karena kebetulan kan? Apa kamu melihat...papa kamu...di hotel ini?” tanya Anita hati-hati dan dengan suara perlahan. Dia menatap lekat wajah tampan Rafi yang kini tampak gelisah. Membuat Anita sudah tahu jawabannya meskipun pemuda itu belum membuka suara.“Kamu ingin membuat kejutan untuk papa kamu?” imbuh Anita dengan tatapan iba pada Rafi.Rafi akhirnya menganggukkan kepalanya seraya berkata lirih, “Iya, Tan. Tapi, aku nggak mau kalau Mama sampai tahu tentang hal ini. Aku ingin menjaga perasaan Mama, Tan. Kasihan Mama sudah dibohongi sama Papa. Perlu Tante tahu juga, kalau cewek yang dibawa Papa itu adalah teman kuliahku. Jadi maksud aku dan dua sahabatku ini mau memberikan pelajaran juga sama cewek itu, supaya nggak dekati Papa lagi. Istilahnya, kami sedikit mengancam cewek itu. Jadi mudah-mudahan de
Tak lama, sekuriti hotel sudah tiba di meja resepsionis. Anita pun sudah mendapatkan nomor kamar di mana Andi dan Tania berada saat ini.“Pak, tolong dampingi Ibu dan Mas ini ke atas. Mereka mau menyelesaikan masalah keluarga. Tolong supaya nanti nggak mengganggu tamu yang lain,” ucap resepsionis, yang diangguki oleh sekuriti.“Baik, Mbak,” sahut pria berbadan tinggi tegap itu. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Anita. “Suami Ibu berselingkuh, ya?”“Bukan, Pak. Itu papanya keponakan saya ini,” sahut Anita dengan menepuk pelan bahu Rafi.Pria itu menganggukkan kepalanya dan menatap Rafi seraya berkata, “Mas, meskipun emosi, tapi nanti tolong dijaga supaya nggak baku hantam dengan papanya. Cekcok mulut boleh lah karena kan kesal terhadap ulah papanya. Cuma kalau saling pukul sebaiknya dihindari, supaya nggak mengundang perhatian orang. Saya akan mendampingi Mas supaya keadaan bisa kondusif nanti, yang penting kan bisa mendapatkan bukti kalau papanya selingkuh.”Rafi tersenyum dan meng
Andi yang melihat Tania ketakutan lantas menatap Rafi dengan tatapan memohon.“Rafi, lepaskan dia! Biarkan dia pergi dari sini dan jangan ganggu kehidupannya dengan membuat viral video yang sedang dibuat oleh teman kamu itu,” ucap Andi.“Kenapa Papa khawatir sekali dengan Tania? Sedangkan Papa nggak khawatir dengan hati mama, yang pastinya akan terluka dengan pengkhianatan Papa ini,” sahut Rafi ketus.“Makanya jangan viralkan video itu, supaya mama kamu nggak tahu. Marahlah sama Papa, Raf. Tapi, jangan dengan Tania. Kasihan dia, Raf,” tutur Andi dengan tatapan memohon, yang justru membuat Rafi semakin geram dan jijik dengan papanya. Dia menekan tubuh Andi ke dinding, membuat pria itu meringis menahan sakit.Rafi menatap tajam wajah papanya seraya berteriak, “Tania! Bagaimana rasa daging papa gue, enak? Atau lu masih mau sekali lagi? Nanti gue sewa preman pasar untuk kerjai lu.”Andi tersentak mendengar kata-kata Rafi. Dia tak menyangka kalau Rafi akan berbuat tega seperti itu pada Tan