"Apa yang sebenarnya terjadi pada istri Anda, Tuan? Bukankah sudah kukatakan bahwa sebaiknya menghindari hal-hal atau pembicaraan sensitif yang mungkin dapat membuatnya tertekan? Biarkan Nyonya Amanda kembali pulih seutuhnya dahulu agar lukanya dapat membaik dengan benar."
Dokter Bern menghela napasnya setelah berucap pada Logan. Ia kemudian mengeluarkan berkas dan menyodorkannya pada Logan. "Ini adalah hasil pemeriksaan istri Anda. Dan benar, kami menyimpulkan Nyonya Amanda sedang mengalami amnesia, kemungkinan akibat dari shock atau trauma yang dideritanya karena kecelakaan itu."
"Hasil operasinya terlihat bagus jika kau mungkin mengkhawatirkan itu. Tak ada kerusakan otak atau pun syaraf yang mungkin bisa berakibat fatal padanya. Maka, karena itu kami bisa menyimpulkan bahwa amnesia yang dideritanya adalah karena trauma akibat kecelakaan tersebut, Tuan," jelasnya kemudian.
"Walau begitu, perlu Anda ingat, Tuan, istri Anda masih memerlukan ketenangan dan lingkungan yang kondusif di sekitarnya. Untuk itu, tak ada lagi pembicaraan atau tekanan apa pun yang dapat membuatnya merasakan nyeri hebat seperti tadi. Itu akan mengganggu proses pemulihannya. Jadi, tolong Anda jaga baik-baik suasana hati istri Anda."
Logan mengembuskan napasnya perlahan dan mengangguk. "Itu semua salahku," ucapnya muram. "Mungkin aku memang tak pandai menjaga suasana hatinya yang tampak kesal saat ia melihatku tadi. Dan ... mungkin juga karena aku terburu-buru mengungkapkan fakta yang membuatnya terkejut tentang pernikahan kami," ucapnya dengan raut menyesal.
"Benarkah?" balas dokter Bern.
"Ya, sudah pasti itu karena kesalahanku, Dokter. Aku mengatakan padanya tentang pernikahan kami dan aku menolak untuk memberitahunya bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan. Jika aku menjelaskan bagaimana ia mengalami kecelakaan, maka aku harus menjelaskan secara rinci tentang bagaimana kesehariannya dengan putra kami. Dan karena itu, aku menolaknya karena tak ingin membuatnya terkejut tentang keberadaan putra kami yang mungkin dapat membuatnya terkejut."
"Yang kutahu, seharusnya ia akan menjemput putra kami sore itu di sekolahnya setelah latihan klub sepak bolanya. Namun kenyataannya, Amanda malah mengalami kecelakaan dengan jalur yang berbeda dari yang seharusnya ia lalui."
"Oh, memang ini semua salahku," keluh Logan kemudian sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Ia menjelaskan dengan menyembunyikan fakta tentang amukan Amanda padanya melalui telepon, beberapa waktu sebelum istrinya itu kecelakaan. Bukan karena ingin berbohong, namun ia akan mencari sendiri penyebab kemarahan Amanda padanya itu.
Dokter Bern mengangguk-angguk sambil mencerna penjelasan Logan. "Tenang, Tuan. Jangan terlalu menyalahkan diri Anda sendiri. Itu semua hanya kecelakaan dan bukan Andalah penyebabnya. Yang perlu dimaklumi adalah, jika mungkin istri Anda bersikap aneh atau berbeda dari yang Anda kenal sebelumnya, Anda tak perlu terlalu terkejut. Tentu saja, itu karena pengaruh dari kondisinya sekarang. Amnesia bukan hanya menghilangkan ingatan-ingatan tertentu darinya, namun juga dapat mengubah suasana hatinya."
"Selain karena obat-obatan yang dapat berpengaruh pada perilakunya, itu juga karena masalah psikisnya yang jelas ikut terganggu karena terguncang. Maklumilah dan kuharap Anda dapat memberi penjelasan pada orang-orang di sekitarnya setelah ia dapat kembali nanti."
Logan mengangguk tanda mengerti. "Baik, aku sungguh mengerti tentang itu, Dokter."
"Benar, Anda patut bersyukur karena istri Anda dapat selamat dari maut, itu yang terpenting. Oh, ya, siapakah orang yang paling istri Anda percaya dan sayangi, Tuan?" tanya dokter Bern lagi. "Jika memungkinkan, biarkan ia mendampingi pemulihan istri Anda. Selain Anda, pastinya."
Logan spontan menjawab, "Putra kami tentu saja. Tapi ia masih terlalu kecil untuk mendampingi ibunya. Dan fakta bahwa Amanda tak dapat mengenalinya saat ini jika ia bertemu dengannya, kurasa akan membuat putra kami terluka nanti karena merasa tersisih oleh ibunya."
"Hm, ya, benar. Itu akan menimbulkan shock yang besar bagi istri juga putra Anda. Adakah anggota keluarga yang lainnya?"
"Ibunya," jawab Logan. "Kurasa ibu mertuaku akan dapat mendampingi Amanda setelah aku menjelaskan kondisinya nanti."
Dokter Bern mengangguk. "Bagus. Baiklah jika begitu, biarkan ibunya mendampingi istri Anda untuk membantu Anda."
****Dua minggu kemudian ....
"Baiklah, aku akan pulang sebentar lagi untuk menemani ayahmu. Suamimu yang akan menggantikanku nanti sambil membawa pakaian baru untukmu, Sayang," ucap seorang wanita sambil tersenyum dan membelai lembut wajah Amanda yang sedang duduk dan bersandar di kepala ranjangnya. Ia lalu meraih nampan bekas makanan yang sebelumnya berada di atas pangkuan Amanda.
"Kapan kau akan kembali lagi, Mom?" tanya Amanda pada wanita paruh baya tersebut yang merupakan ibunya.
"Aku akan kembali sore nanti setelah membantu ayahmu menyelesaikan pesanan untuk para pelanggan kita."
"Tidak bisakah kau menemaniku di sini saja, please?" pinta Amanda.
"Apa yang kau katakan? Bukankah sudah kubilang suamimu akan kemari sebentar lagi, Sayang. Karena kondisimu pun telah jauh membaik, kurasa kau tak terlalu memerlukan aku lagi, benar? Sebentar lagi pun kau bisa kembali pulang," balas Debora, ibu Amanda. "Jangan terlalu kejam pada suamimu, oke? Ah, maksudku, Tuan Logan," ralatnya dengan ekspresi jahil.
Amanda mengembuskan napasnya sejenak. "Apa kau sengaja sedang menggodaku, Mom?" ucapnya ketika melihat raut wajah ibunya tersebut.
Debora mengulum senyumnya dan menggeleng kecil. "Oh, maafkan aku, Sayang. Aku hanya belum terbiasa dengan keadaanmu. Walau pun aku tahu kau mungkin tak mengingatnya sebagai suamimu, namun ... kenyataannya ia memanglah suamimu sekarang. Jadi, jangan terlalu dingin padanya."
Debora kemudian memicingkan kedua matanya dan berkata, "Katakanlah, apa kau benar-benar tak dapat mengingat kisahmu dengannya? Atau setidaknya peristiwa setelah kejadian itu?"
"Ah, padahal ia pria yang tampan dan menantu yang baik. Kau bahkan selalu berbinar saat bercerita tentangnya. Aku masih belum percaya, bagaimana bisa kau melupakan pria yang sangat kau puja itu? Benarkah kau tak mengingat tentang pernikahanmu dengannya, Sayang? Kau tentu tahu dan sudah bisa menerima bahwa kalian juga telah memiliki putra, bukan?" tanya Debora lagi dengan raut penasaran.
Amanda mengembuskan napasnya dan memutar kedua bola matanya. "Oh, Mom, sudah berapa kali kukatakan bahwa aku tak mengingat apa pun selain ia adalah bosku!" keluh Amanda sedikit kesal.
"Namun, jika itu mengenai putraku, ya, aku bisa menerima itu," lanjutnya lagi. Ia mengubah mimiknya dengan sedikit sendu karena mengingat bagaimana selama seminggu ini ia 'diperkenalkan' secara perlahan-lahan tentang putranya melalui rekaman-rekaman video mau pun foto-foto yang dibawa oleh Logan dan keluarganya.
"Oke, oke, baiklah, maafkan aku. Oh, ya ampun, mengapa kau begitu marah setiap kali aku menyebutnya," gerutu Debora. "Aku bahkan masih terkejut saat mereka memberitahuku tentang kondisimu itu."
Tak beberapa lama kemudian, Logan yang sedang mereka bicarakan, masuk ke dalam kamar setelah ia mengetuk beberapa kali.
"Oh, lihat, kau sudah datang," ucap Debora sambil tersenyum cerah ke arah pria yang merupakan menantu kebanggaannya itu.
"Hai, Mom," sapa Logan sambil mendekat dan mencium kedua pipi Debora dengan kasual. Amanda sendiri hanya melirik sekilas, seolah tak benar-benar ingin memperhatikan kedatangan pria gagah yang menebarkan wangi khas miliknya setiap kali ia mendekat itu.
"Baiklah, karena ayahnya telah menungguku, sebaiknya aku pergi sekarang. Dah, Sayang, aku akan kembali sore nanti setelah semua selesai, atau mungkin besok pagi saja." Sambil berucap, Debora kemudian mendekati Amanda dan mencium kedua pipi putrinya itu saat Logan yang ditunggu-tunggunya telah tiba.
Kemudian, hanya ada kecanggungan yang tersisa di antara kedua pasangan itu setelah Debora keluar dari dalam kamar. Baik Amanda mau pun Logan sama-sama terlihat kaku satu dengan yang lain.
"Hai, Sayang," sapa Logan kemudian setelah ia meletakkan sebuah tas yang berisi pakaian baru untuk istrinya di atas sofa di sudut ruangan.
Logan mengenakan kemeja ringan biru laut dengan celana gelap yang kasual untuk tampilannya. Sebuah sweater yang tak ia pakai, terikat di lehernya.
"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanyanya kemudian sambil mendekat ke arah ranjang.
Amanda menatap kesal pada Logan yang bersikap hangat padanya. Ia jelas terlihat tak suka saat pria itu mendekatinya. Ia bahkan secara terang-terangan menunjukkan itu pada Logan. Namun anehnya, bukannya merasa kesal, Logan malah bersikap jauh lebih lembut dan sabar setiap kali menghadapi kemarahannya.
Ya, ia marah karena ia masih merasa tidak ingin melihat wajah pria yang merupakan suaminya itu. Suami yang telah berselingkuh darinya dan menyebabkannya kecelakaan parah. Ia sungguh-sungguh membenci Logan.
"Seperti yang kau lihat, keadaanku masih sama. Masih amnesia, masih terluka, dan masih lemah," balas Amanda tenang namun terkesan ketus sambil menatap Logan penuh arti.
Yang tak Logan ketahui, Amanda mengatakan kebalikan dari yang sesungguhnya ia rasakan. Ya, ia memang masih terluka, masih lemah, namun satu hal yang jelas tak Logan tahu, Amanda tidak amnesia.
Ia dapat mengingat siapa Logan dan bagaimana keadaannya. Ia jelas ingat apa saja yang terjadi padanya sebelum kecelakaan itu. Bahkan, tahun-tahun selama ia menikah dan menjadi istri dari pria yang ada di sebelahnya itu.
Amanda yang pada awalnya terbangun dari siuman dan linglung dengan keadaannya hingga salah menyebut Logan dengan sebutan tuan padanya seperti dulu, akhirnya memutuskan untuk terus berpura-pura mengalami amnesia setelah dokter yang memeriksanya menduga kuat bahwa ia memang sedang mengalami hilang ingatan.
Kini, Amanda sedang memainkan perannya sebagai seorang istri yang sedang kehilangan ingatan untuk sebuah misi. Yaitu, misi untuk bercerai dengan Logan.
____****____"Apa maksudnya Anda memintaku untuk menemani perjalanan bisnis Anda? Mengapa?" ucap Bella sambil membetulkan letak kacamatanya dan menatap Liam tak percaya setelah pria di hadapannya itu mengutarakan maksudnya beberapa saat tadi."Ya, kau sudah mendengarnya, bukan? Aku akan ada perjalanan dinas selama seminggu untuk proyek baru perusahaan. Aku ingin kau ikut denganku karena kau adalah asistenku. Apakah ada yang salah?" tanyanya.Bella mengembuskan napasnya dengan sedikit keras. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memijat tepat di pangkal tulang hidung, di antara kedua matanya tanda frustasi. "Begini, Tuan Liam, tidakkah Anda tahu benar apa inti dari pertanyaanku?"Dengan menahan kesalnya Bella kemudian meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya dan berdiri menghampiri bosnya itu agar dapat sejajar dengannya."Baru sebulan ini Anda menempatakanku di dalam ruangan yang sama dengan Anda dan mengajariku banyak hal untuk menjadi asisten pribadi yang profesional sesuai yang Anda mau. Tapi
"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan hingga kau dapat mengambil posisi Iris?" tanya seorang pria berkacamata pada Isabella saat ia menghadap pada sekretaris Liam, pria yang bernama Peter itu.Seperti yang pernah ia dengar, Peter yang merupakan sekretaris sekaligus sahabat bos mereka itu tak terlalu ramah pada karyawan wanita. Dan sekarang memang terbukti karena pria itu terlihat sangat tegas. Pria bernama Peter yang lebih mengedepankan rasionalitas dan pekerjaan itu, terkenal sangat detail dan perfeksionis."Karena kurasa Iris melakukan kesalahan yang membuat Tuan Liam tak suka, kurasa," ucap Bella apa adanya.Peter menggeleng kecil dan mengembuskan napasnya."Dengar Nona Isabella, kulihat kau tak memiliki pengalaman sebagai seorang sekretaris mau pun asisten atau semacamnya. Entah kesalahan apa yang telah Iris perbuat hingga Liam menurunkannya. Tapi, karena kau adalah penggantinya, maka aku akan memperingatkanmu di awal sebelum terlambat. Jangan pernah mencoba mengacaukan pekerjaan
"Memang sungguh kasihan. Padahal ia masih muda. Jika aku menjadi dirinya, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja tubuh dan wajahku itu. Sungguh sayang sekali, bukan? Terlalu mencintai seseorang memang akan berakhir tragis saat tak bisa mendapatkannya." Walau tak berbicara dengan suara lantang, namun percakapan antara seorang wanita berkemeja biru pada lawan bicaranya, wanita berambut pendek berkemeja putih itu nyatanya terdengar juga di telinga seorang gadis yang sedang duduk di balik tembok penyangga di atas atap pada siang itu. "Bagus, aku malah mendengar gosip murahan di sini," gumam gadis itu sambil membuka kotak bekal makan siangnya. "Kupikir ini adalah tempat yang tenang." Gadis berkacamata itu memutuskan untuk tak menghiraukan obrolan dua karyawan lainnya yang ada di balik tembok. Ia dengan tenang kemudian mulai menyantap makanannya. "Ya, benar, bukan? Sungguh sangat disayangkan. Bos kita memiliki tubuh yang sangat bagus. Jika aku adalah wanita yang dicintainya, aku pasti a
Dua tahun kemudian ... "Selamat pada kalian, Tuan-Tuan, bayi kalian telah lahir dengan selamat dan sehat," ucap seorang perawat yang terlihat di dalam televisi layar lebar. Lalu, sorotan beralih pada dua orang pria gagah yang tengah berpelukan dengan haru setelah mendengar berita tersebut. "Lihat wajahmu," ucap Logan terkikik geli sambil menekan tombol berhenti pada televisi layar lebar miliknya yang ada di ruang santai itu. "Jangan mengejekku. Kau sendiri terlihat lucu dengan wajah itu. Tubuh besarmu pun rupanya tak mampu untuk tak bereaksi saat mereka memberi tahu kelahiran putrimu, kan?" balas Wade yang duduk di sebelahnya sambil mencomot keripik yang ada di hadapannya sambil tertawa kecil. Logan dan Wade kini sedang duduk sambil memangku putra dan putri mereka masing-masing. Ya, Jessi dan Amanda sama-sama telah melahirkan bayi mereka dalam waktu yang bersamaan dua tahun lalu. Dan kini, mereka sedang merayakan ulang tahun kedua bayi yang lahir bersamaan itu dengan santai di ked
Keesokan harinya ....Rupert yang memiliki wajah yang terlihat kusut, pagi itu datang ke kediaman Logan. Ia bersama putra dan menantunya kini telah duduk saling berhadapan. Amanda dan Logan sendiri pun sudah dapat mengerti apa yang sedang dirasakan pria itu hanya dengan melihat raut wajahnya yang muram."Jadi, kau memang mendatangi Patricia, benar? Karena itu Sammy menolak semuanya."Logan mengembuskan napasnya dan mengangguk. "Ya, Dad, aku memang mendatanginya.""Lalu mengapa ia memberikan sahamnya dengan namamu?" gumamnya frustasi."Itu karena ia tak ingin Sammy mengambil alih perusahaan Langdon. Bukankah kau juga tahu akan hal itu?" jawab Logan tenang."Tapi mengapa? Bukankah itu juga hal yang bagus untuk putranya?!" ucap Rupert seolah tak mengerti.Ucapan Rupert membuat Logan memicingkan matanya dan menatap Rupert tak suka. "Putranya? Kau kira kau hanya memiliki satu orang putra saja? Apakah kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan, Dad?" geramnya."Aku telah bersalah pada Patr
Ayolah, Sayang. Sampai kapan kau akan memasang wajah sebal padaku seperti ini? Bisakah kita tidur dengan damai tanpa kekesalan malam ini?" ucap Logan sambil memeluk sang istri dan mencium bahunya.Amanda yang kini sedang berbaring memunggunginya, tak menjawab bujukan Logan. Ia jelas masih merasa kesal sepulang kunjungan mereka dari dokter kandungan sejak mereka pulang sore tadi yang memang menyatakan dirinya telah hamil lima minggu."Apa kau tak merasa senang akan memiliki putri yang begitu cantik dengan perpaduan wajah seperti dirimu dan diriku, Sayang?" rajuk Logan lagi.Mau tak mau Amanda tersenyum geli. "Oh, please, kita bahkan belum tahu jenis kelamin bayi kita apa karena ia masih terlalu kecil.""Ah, kau sudah tersenyum. Itu lebih baik. Maafkan aku, Sayang. Jangan terlalu membenciku, ya?" Kali ini Logan membalikkan tubuh istrinya dan membelai wajahnya."Aku tak kesal karena memiliki bayi kita, tahu. Tapi aku kesal karena kau membohongiku!"ucap Amanda.Aku tahu, aku tahu, aku aka