Share

03. Apa Maksud Mereka

last update Last Updated: 2022-11-21 09:09:01

Arlan lalu menghentikan mobilnya sebentar di pinggir jalan, memastikan keberadaan istrinya di suatu tempat.

Hal itu membuatnya terkejut saat melihat keberadaan Alisa ada di sebuah hotel bintang lima.

“Apa dia pergi ke hotel? Katanya meeting dengan klien tetapi kenapa mereka ke sana, ada apa ini?”

“Mudah-mudahan tebakanku ini salah, tetapi jika kamu menjual harga dirimu hanya karena uang, lihat saja kamu Alisa, aku tidak akan memaafkanmu!”

Arlan bergegas melajukan kembali mobilnya sambil menghubungi seseorang.

Tak lama kemudian seorang laki-laki sedang berdiri di pinggir jalan dengan membawa sebuah tas kecil dan sebuah jas yang di gantung.

Mobil Arlan menepi dan membukakan secara otomatis untuk bisa orang itu masuk ke dalam mobil dan menaruh tas dan pakaian bergantung itu dengan rapi.

Setelah selesai orang itu keluar dan Arlan pun melanjutkan perjalanannya dengan cepat.

Sepuluh menit kemudian akhirnya Arlan sampai dan  semakin yakin kalau istrinya berada di hotel itu karena dia bisa melihat jelas mobil mewah milik Pak Bima terparkir di sana.

Pria itu tersenyum saat melihat nama hotel itu terpampang jelas.

Setelah mengamati dengan saksama sekitar hotel itu, Arlan langsung masuk ke hotel dan mencari restoran di sana.

Kedua matanya bergerilya mencari sosok wanita yang sangat dia cintainya di dalam sana sampai akhirnya dia melihat Bima dipojok meja makan bersama Pak Dewa klien mereka.

“Itu ada Bima dan Pak Dewa, tetapi di mana Alisa?” tanyanya dalam hati.

“Tidak mungkin dia sudah ada di kamar menunggu pria tua itu?” tanyanya lagi dengan gusar.

Arlan lalu mencari tempat duduk yang sekarang bisa memantau pergerakan mereka, dia pun menunggu sebentar siapa tahu Alisa akan muncul di meja mereka.

Lima menit berlalu akhirnya Alisa pun muncul dengan pakaian yang sama saat keluar dari rumahnya.

Wajahnya berseri-seri saat bertemu dengan pria hidung belang itu.

“Apa maksud semuanya ini mengapa Pak Bima membawa Alisa untuk bertemu Pak Dewa?” tanyanya lagi semakin penasaran.

Untung saja tempat duduk yang dia duduki nyaris berdekatan dengan tempat duduk mereka hanya dibatasi dengan dinding penghalang sejenis papan ukiran yang berlubang.

Arlan lalu memasang kamera di ponselnya untuk merekam semua kegiatan mereka. Terdengar jelas kalau mereka sedang melakukan transaksi  yang tidak biasa.

Dia pun sudah melakukan penyamaran dengan memakai jenggot palsu dan berkacamata tebal yang dia bawa dari mobilnya.

“Bagaimana Pak Dewa apakah Bapak menyetujui syarat dari kami?” tanya Pak Bima dengan senyuman liciknya.

Pria tua itu terdiam sejenak sembari kedua matanya tidak lepas dari pandangan seorang wanita cantik yang duduk di sampingnya.

Sedangkan wanita itu malah mempertontonkan kemolekan tubuhnya yang putih mulus ke pria itu secara gratis.

“Bagaimana Pak?” tanyanya lagi tak sabar menunggu jawaban dari orang itu.

“Dasar wanita murahan, gampang sekali dia merendahkan dirinya sendiri hanya untuk pria tua itu, apa sih yang membuat Alisa berpaling dariku?”

“Apakah karena aku miskin dan cupu?”

“Kamu salah besar Alisa kalau kamu menilaiku seperti itu, seandainya saja kamu tahu kalau aku bisa melebihi apa yang dimilik Pak Bima, kamu pasti tidak akan meninggalkanku!”

“Sekarang aku yakin seratus persen untuk bisa menceraikanmu, karena kamu wanita penipu!”

“Aku sudah salah besar menikahimu, padahal aku sudah banyak berkorban untukmu dan aku malah tidak peduli dengan Ibu tiriku sendiri.”

“Pantas saja Ibu tidak menyukaimu dari awal dan ternyata omongan Ibu menjadi kenyataan, kalau kamu itu hanya ingin mencari tempat berlindung dan memang tidak mencintaiku!”

Arlan hampir saja tidak bisa mengendalikan emosinya, tetapi dia kembali mengingat kalau dia harus membuka kedok istrinya yang hanya berpura-pura mencintainya.

Pria itu lalu melanjutkan mendengarkan apa saja yang mereka bicarakan.

“Saya setuju dengan kerja sama ini asalkan Alisa menjadi simpanan saya.”

“Semua yang kamu inginkan untuk bergabung di perusahaanmu akan saya penuhi termasuk menyuntikkan dana di perusahaanmu yang bangkrut itu.” Pak Dewa dengan tatapan tajamnya tetap ke arah Alisa yang begitu menarik perhatiannya.

“Itu bisa di atur lah Pak, yang penting Bapak senang dan kami juga bisa membangun perusahaan lagi,” ucap Bima bersemangat.

“Oke, deal!” Mereka saling berjabat tangan yang menandakan kesepakatan itu berhasil.

“Terus bagaimana dengan Arlan, si cupu itu tahu kalau istrinya ada bersama saya?”  tanya Pak Dewa tersenyum licik.

“Tidak lah Pak, dia sekarang masih buta mungkin akan selamanya menjadi buta, bahkan sampai sekarang pun dia itu seperti benalu,” jawab Bima menghinanya.

“Hahaha ... anehnya juga si Arlan, orang jelek seperti dia, penampilan kampungan, tetapi kok bisa sih kamu mau sama dia, Lisa?” tanya Pak Dewa ikut juga merendahkan.

“Ya namanya juga dulu cinta Pak, tetapi semenjak dia buta dan tidak bisa bekerja, saya sudah tidak menyukainya lagi, lagian permainan dia sangat monoton,” ujar Lisa ikut menyepelekan Arlan.

“Hahaha ... baiklah kalau begitu.”

“Saya duluan ke kamar ya Sayang jangan lupa, jika pelayanan kamu sangat memuaskan maka timbal baliknya akan sama, kamu mengerti kan?” tanyanya sembari mencolek dagu Alisa.

“Iya Pak, sebentar saya ke sana, Bapak jangan khawatir,” ucapnya tersenyum sembari memberikan kecupan hangat di pipi lelaki tua itu.

Otomatis dia pun merasa bahagia karena mendapatkan kecupan mesra dari wanita yang sudah lama dia incar selama ini untuk menemaninya tidur dan bersenang-senang.

“Arlan-Arlan sekarang istrimu yang cantik ini akan menjadi milikku, dia sendiri yang datang kepadaku, dan aku sangat menyukainya.”

“Istrimu tidak tahu kalau aku dan Bima akan membuat istrimu melayani semua pria seperti aku, dengan begitu balas dendamku karena telah menghinaku akan terbalaskan.”

“Sebelum itu aku akan bermain-main dulu dengan istrimu dan setelah aku bosan aku akan lempar dia di jurang penistaan,  sampai kamu sendiri tidak bisa menyelamatkan dirinya,” gerutu Pak Dewa  dalam hati dan berjalan meninggalkan mereka berdua di restoran hotel itu.

Sementara itu Alisa dan Bima masih duduk manis menikmati makan malamnya dengan anggun.

“Sayang apakah kamu gugup?” tanya Bima seketika.

“Apa, Sayang?” tanya Arlan dalam hatinya.

“Maksudnya mereka juga pacaran?” lanjutnya lagi.

“Mas, apakah aku harus melakukan ini semua?”

“Bagaimana kalau Mas Arlan tahu  dengan apa yang aku lakukan?” tanyanya khawatir.

“Sayang dia bakalan tidak tahu selama kamu tidak memberitahukannya, apalagi dia itu buta dan beri obat ini, dia akan menjadi linglung bahkan berhalusinasi dengan begitu kamu bisa menggugat cerai si cupu itu,” jelasnya sembari memberikan sebuah botol yang berisikan obat kepada Alisa.

“Lagian dia tidak tahu kalau kamu sebenarnya adalah pacarku dulu waktu kuliah, sampai sekarang pun aman kan?”

“Mas sih, coba waktu itu kamu mau bertanggung jawab dengan kehamilanku, dengan begini kan aku nggak pura-pura jatuh cinta sama si cupu itu!”

“Soalnya aku takut Mas jika orang tuaku tahu aku hamil sebelum menikah, mau taruh di mana reputasi mereka?” gerutunya kesal.

“Sayang, aku minta maaf, saat itu aku disuruh Papi untuk pergi ke luar negeri untuk mengurus Mami di rumah sakit, karena Papi waktu itu sedang berada diluar kota dan nggak bisa meninggalkan pekerjaannya, jadi sebagai anak tertua mau tak mau aku harus pergi ke sana,” kilahnya.

“Dan sekarang aku kembali kan Sayang, dan kita bisa kembali memadu kasih, walaupun kamu sudah menikah kamu tetap sangat menarik dari dulu hingga sekarang.”

“Kamu ingin kan hidup mewah tidak seperti hidupmu sekarang bersama Arlan?”

“Aku sih iya, Mas Arlan itu ternyata miskin, tidak punya apa-apa, walaupun dia itu pekerja keras dan sudah mempunyai rumah tetapi kecil, tetap saja selalu tidak memuaskan.”

“Aku pikir Mas Arlan itu pria yang kaya raya, ternyata zonk, nyesal aku menikah dengannya!”

“Aku mau pisah dengannya Mas, dan kita bisa menikah, kamu mau kan?” tanya Alisa penuh harap.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   43. Bertemu Allissa

    Langkah cepat menuju ruangan yang dialamatkan untuk Ayumi. Untung saja rumah sakit yang didatangi olehnya kebetulan sama dengan bapaknya di rawat. “Kenapa Mbak Kayla ada di sini? Apa yang terjadi?” Ayumi masih penasaran tapi langkahnya terus dilanjutkan sampai akhirnya dia menemukan nomor kamar itu. “Mbak Kayla?”Ayumi langsung masuk ke kamar rawat itu setelah melihat dengan nyata yang terbaring di tempat tidur. Wajah wanita itu tak menyambut hangat dengan kedatangan Ayumi, malah terlihat kesal. “Akhirnya kamu datang, Yumi,” sahut wanita itu dengan ketus. Ayumi mendekat dan memperhatikan tubuh itu yang di wajahnya masih terlibat bekas luka lebam. Ayumi begitu sangat khawatir dengan saudara tirinya itu. “Apa yang terjadi dengan Mbak Kayla, kenapa mbak ada di sini? Siapa yang telah melakukan ini dengan Mbak? Dan selama ini mbak ada di mana, kenapa ....” Wanita itu menyela. “Huh, bawel ya kamu, banyak sekali pertanyaan yang ada dipikiran kamu itu. Aku berada di sini juga

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   42. Mencari Mangsa Baru

    “Kenapa harus bertanya?” kesal Bima kembali. “Maaf, soalnya Masnya galak. Apakah Mas baru berkelahi atau dihajar orang sih, sebentar, tunggu di sini,” ucapnya sembari pergi meninggalkan Bima sementara. Bima memperhatikan gerak gerik gadis polos itu. Seketika terukir sebuah senyuman kecil dari sudut bibirnya. Tak lama kemudian Ayumi datang dengan membawa kotak p3k yang dia pinjam dari kantin rumah sakit. Dia langsung mengobati dan membersihkan luka di wajah Bima dengan cekatan setelah meminta izin kepada Bima. Pria itu pun hanya mengangguk patuh ketika tangan lembut itu menyentuh kulitnya. “Siapa gadis ini begitu perhatian ? Enggak takut sama sekali dengan orang asing? Bisa saja kan berbuat jahat dengannya? Dan apalagi ... hemm ...” Bima kembali memperhatikan wajah lembut Ayumi yang begitu polos. Lagi-lagi pikirannya kembali jahat.“Sudah!’ Ayumi telah selesai mengobati Bima.“Terima kasih, dan ...“Maaf Mas, saya permisi dulu, sering-sering diobati lukanya, atau periksa ke dokter

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   41. Pertemuan Tak Terduga

    Ayumi duduk di samping tempat tidur ayahnya. Menatap sendu wajah orang tua itu yang semakin tirus. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja membasahi wajahnya yang cantik. ”Seandainya ibu masih hidup pasti bapak tidak seperti ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku bisa berani menolak permintaan bapak untuk menduakan Ibu. Dan sekarang istri kedua bapak pun pergi dengan laki-laki lain. Entah di mana mereka sekarang aku juga tidak tahu nomor telepon mereka. Ah kenapa aku malah memikirkan mereka? Mungkin sekarang mereka bahagia dengan kehidupan barunya,” gumam Ayumi dalam hati. Tak lama kemudian, tubuh orang tua itu sedikit bereaksi. Ayumi menyadarinya dan begitu bahagia karena ayahnya sudah siuman. Mata sayu itu perlahan-lahan terbuka. Dan tentu saja yang dilihat adalah putri tersayangnya yang selalu ada untuk orang tua itu. Wajah Pak Amin masih terlihat sedikit pucat tapi dia berusaha untuk bisa tetap tersenyum.“A—ayumi?” suara serak tapi pelan masih terdengar oleh Ay

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   40. Bertemu Ayumi

    Tangannya mengepal kuat dengan hati yang masih kesal dan marah, tapi dia berusaha untuk menahannya sebelum semua terbongkar siapa dirinya yang sebenarnya. Sepanjang jalan Arlan terus menggerutu saat mengingat apa yang dikatakan oleh Allisa.“Dia pikir siapa? Berani sekali meminta lebih,” rutuknya kesal.“Kamu pikir aku akan menerima kamu, Allisa? Setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Setelah Bima jatuh miskin kamu ingin menempelku seperti benalu? Jangan pernah bermimpi untuk bisa kembali denganku, apalagi setelah kamu tahu siapa aku sebenarnya! Suamimu yang culun yang selalu kamu anggap rendah dan sampah bisa berubah oh bukan hanya menyembunyikan identitas saja,” lanjutnya lagi. Arlan masih terlihat marah sampai-sampai tidak melihat jalan, hingga akhirnya dia pun tak sengaja menabrak seseorang sehingga mereka saling berpapasan.“Augh ... Maaf Om saya tidak sengaja dan ...” Ucapannya menggantung dan bahkan terkejut saat melihat orang yang dia tabrak tanpa sengaja. Begitu juga deng

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   39. Kehancuran Bima

    Suasana kembali hening sesaat seakan mulut mereka terkunci. Bima terduduk lemas tak berdaya setelah mendengar apa yang dikatakan boleh Arlan. Sedang pria tampan itu tersenyum puas melihat lawannya sudah tak mempunyai harga diri lagi untuk bisa mengangkat kepalanya. Setelah permintaan Arlan itu, dia pun pergi meninggalkan Bima dan Allisa. Bima memang meminta untuk bicara berdua saja untuk terakhir kalinya. Meskipun diizinkan Arlan tetap mengamati gerak-gerik Bima dari pantauan Arlan. Pria itu masih menunggunya di luar dengan tenang duduk dan mengutak-atik ponsel canggihnya.Di dalam kamar Allisa. Bima menatap sendu kondisi Allisa. Meskipun sudah terlihat baik-baik saja tapi luka lebam di wajah cantik Allisa masih terlihat. “Sayang, aku ...” “Mas, aku enggak ingin mendengar apa pun dari mulut kamu itu! Aku baru menyadari kalau cinta kamu itu palsu . Kamu hanya ingin memanfaatkan aku saja. Kenapa aku terlalu mencintai kamu sehingga aku enggak bisa membedakan antara yang salah da

  • Pura-Pura Buta { Berpisah atau Bertahan}   38. Hukuman Bima

    “Penyesalan selalu datang terlambat, selalu saja terjadi. Nasi telah menjadi bubur dan itu juga tidak bisa dikembalikan seperti bentuk nasi lagi kan? Jadi jika kamu ingin berubah harus dari hati bukan karena orang lain. Katakan Allisa kenapa kamu ingin berubah? Apakah karena saya? Kamu sudah tidak mencintai suamimu sendiri? Kamu sangat mencintai orang lain? Saya tahu kamu adalah kekasihnya Bima, kan?” tanya Arlan menatapnya tajam.Allisa terdiam sesaat tapi dia berani menatap mata Arlan lebih dalam lagi. “A—aku sangat mencintai Bima daripada suamiku sendiri. Mas Arlan adalah pria yang baik dan sepertinya aku tidak pantas untuknya sehingga aku melakukan semua ini berselingkuh agar Mas Arlan menceraikan aku. Dia terlalu baik,” jelasnya dengan suara pelan.“Kamu mencintai Bima? Sangat bodoh! Kamu hanya dimanfaatkan olehnya tapi kamu sepertinya lebih nyaman dengan pekerjaan kamu sekarang, kan?” tanya Arlan menegaskan.“A—aku ....”“Apa kamu sekarang menyukai saya atau uang say, Allisa?”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status