"Kurang ajar si Wulan, berani-beraninya dia berbicara seperti itu dihadapan Fatih, awas kamu Wulan. Saya akan buat perhitungan sama kamu," batin Bu Ratna kesal. "Ini semua gara-gara si nenek peot itu, kenapa dia tidak mati saja sekalian, gara-gara dia rencanaku hampir saja gagal! Benar-benar menyusahkan," Lagi Bu Ratna bergumam."Ibu masak apa? Fatih lapar!" ucap Fatih saat semuanya terdiam."Ibu! Ibu kenapa bengong? Fatih bicara sama ibu," "A-apa Fatih? Kamu ngomong apa barusan, ibu nggak denger," sahut Bu Ratna terbangun dari khayalannya."Ibu masak apa hari ini? Fatih lapar," ucap Fatih mengulang pertanyaannya."Ibu nggak masak, kamu kan tau' ibu habis belanja. Mana sempat ibu masak," "Jadi nggak ada makanan di rumah ini?" tanya Fatih memastikan."Ya nggak ada lah, aneh-aneh saja kamu ini. Minta makan ko sama ibu, tuh minta sama istrimu, dia kan yang seharusnya melayani kamu, bukan ibu. Memangnya kamu pikir ibu ini pembantu kamu apa?" sahut Bu Ratna dengan nada ketus. Tangannya
Adzan magrib berkumandang, Wulan bergegas untuk mandi dan berwudhu. "Malam ini kamu tidur di rumah sakit lagi?" tanya Fatih saat istrinya itu selesai menjalankan sholat magrib."Iya, Mas. Kasian si Mbok kalau tidak ada yang menemani," jawab Wulan yang tengah melipat mukenanya."Biar Mas temenin, malam ini Mas juga ikut kamu ke rumah sakit, kita jagain si Mbok bersama," ucap Fatih dan langsung ditolak oleh Wulan."Ja-jangan, Mas. Ti-tidak usah, kamu tidur di rumah saja. Aku bisa ke rumah sakit sendiri,""Lho, kenapa? Bukannya lebih baik kita ke rumah sakit bersama, biar kamu tidak sendirian jagain si Mbok,""Jangan Mas, kamu kan besok pagi harus ke kantor, kalau kamu nginep di rumah sakit nanti kamu bisa telat masuk kantor. Lagi pula–peraturan di rumah sakit' kan, hanya mengijinkan satu orang saja yang boleh menemani pasien, apalagi si Mbok juga masih belum sadar, pasti dokter tidak akan mengijinkan kamu untuk nginep. Biar aku sendiri saja yang nemenin si Mbok," jelas Wulan menolak ta
"Apa-apaan ini?" ucap Fatih menatap pesan gambar di layar ponselnya. Tak lama kemudian ponselnya berdering, sebuah panggilan dari Eva. Tanpa membuang waktu' Fatih pun langsung mengusap tombol hijau di layar."Halo Eva! Apa kamu sudah gila? Apa yang kamu lakukan? Cepat harus foto-foto itu!" ucap Fatih dengan nada panik. Bagaimana tidak, gadis itu mengirim foto dirinya yang tengah bercinta dengan Eva di atas ranjang.Eva hanya tersenyum mendengar celotehan lawan bicaranya. Gadis itu merasa puas mendengar kepanikan yang dirasakan Fatih saat ini. "Itu belum seberapa, Mas. Masih banyak yang jauh lebih menarik, apa perlu' aku kirim videonya sekalian?" sahut Eva membuat Fatih semakin murka."Ma-maksud kamu apa, Eva? Jangan macam-macam! Aku tidak akan memaafkanmu jika kau sampai melakukan hal bodoh!" ancam Fatih."Ck ck! Kamu mengancamku, Mas? Kamu pikir aku takut? Ck! Kamu tau siapa aku' kan, Mas? Eva Prisqila Amora tidak takut apapun!" Tegas Eva dengan angkuhnya."Sebenarnya apa mau kamu,
"Ibu?" ucap Fatih. Tangannya segera melepaskan cengkraman gadis liar itu."Kamu kesini ko ga bilang-bilang, Va? Kapan kamu datang? Ibu kangen banget sama kamu," ucap Bu Ratna kegirangan melihat calon mantu impiannya itu datang.Eva bangkit dari sofa, gadis itu segera merapikan bajunya dan bergegas menghampiri Bu Ratna."Eva baru saja tiba, Eva juga kangen banget sama Ibu. Ibu kemana aja sih? Kenapa nomornya tidak pernah aktif?" tanya Eva setelah memeluk wanita bertubuh tambun itu. "Hape ibu ilang, Va""Lho, ko' bisa hilang?""Duh, ceritanya panjang banget. Nanti ibu ceritakan semuanya sama kamu, malam ini kamu nginep disini' kan?" tanya Bu Ratna dan langsung di iyakan oleh gadis liar itu."Tidak bisa, Bu! Eva tidak boleh tidur dirumah ini!" tolak Fatih saat itu juga."Lho kenapa? Eva kan calon istri kamu, Fatih! Masa dia tidak boleh tidur di rumah ini?" sahut Bu Ratna."Calon istri' Ibu bilang? Nggak usah aneh-aneh Bu. Lagian–siapa juga yang mau nikah sama dia, Fatih sudah punya istr
"Eva?!" teriak Fatih bangkit dari tidurnya. "Apa kamu sudah gila? Ngapain kamu disini? Cepat keluar dari kamarku!" bentak Fatih. Pria itu menarik tangan Eva yang masih terlentang di ranjangnya."Aw, sakit. Lepaskan tanganku!" Kata Eva seketika saat dirinya dipaksa turun dari ranjang."Cepat pakai bajumu, dan keluar dari kamarku! Kalau tidak, aku akan menyeretmu keluar dengan paksa!" gertak Fatih murka. Ia berjalan menuju pintu, berulang kali tangannya mencoba menarik daun pintu. Namun, pintu kamarnya sama sekali tidak bisa di buka. "Kurang ajar!" umpat Fatih."Mana kuncinya, Eva? Kamu taruh dimana kunci kamarku? Cepat berikan kuncinya!"Eva tersenyum, gadis itu sama sekali tidak takut dengan ancaman Fatih. Ia bersandar di bibir ranjang dengan santainya."Eva! Apa kamu tuli? Mana kuncinya, cepat berikan dan keluar dari kamar ini!" Fatih terlihat kalang kabut mencari kunci kamarnya. Ia mencari di semua tempat. Namun, kunci itu tidak juga ia temukan."Kenapa kamu tidak tidur saja dan m
Malam semakin larut, Fatih memilih untuk mengalah. Ia tak lagi memaksa Eva untuk keluar dari kamar. Pria itu memilih tidur di lantai dan membiarkan Eva tidur di ranjangnya.**Malam berganti pagi, matahari sudah mulai naik ke permukaan. Sinarnya menembus sela-sela jendela dan memantulkan cahaya ke wajah Fatih. Pri itu terbangun setelah mendengar jam wekernya berbunyi. Matanya menyipit dan melihat ke sekeliling ruangan. Rupanya Eva sudah keluar dari kamarnya. Gegas Fatih beranjak dari tidurnya dan berjalan menyusuri kamar mandi untuk memastikan. Kosong, Eva tidak ada disana. Gadis itu rupanya sudah bangun lebih dulu.Selesai mandi dan berganti baju, Fatih memilih untuk segera pergi ke kantor. Ia tidak boleh telat masuk kerja. Telat sedikit bisa fatal akibatnya."Fatih tunggu! Kamu tidak sarapan dulu?" teriak Bu Ratna memanggil Fatih yang sudah sampai di ambang pintu."Tidak, Bu. Fatih buru-buru," sahut Fatih. Pria itu memalingkan wajahnya dari wanita yang berdiri tepat di samping ibu
"Lo jangan main-main sama gue, Fatih! Gue nggak akan membiarkan lo hidup tenang," bisik Gio di telinga pria yang tengah meringis kesakitan itu."Bereskan!" ucap Gio menjentikan jarinya. Seketika para karyawan pun membereskan Fatih dan membawanya ke suatu tempat yang sempit dan tidak terlihat dalam CCTV.*Pagi berganti siang, waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang. Sudah jam nya untuk istirahat. Para sales sudah kembali ke kantor dengan laporan penjualan di tangan mereka. Sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk melapor kepada kepala regunya masing-masing sebelum mereka istirahat."Keluarkan dia!" titah Gio pada kaki tangannya yang bernama Rahmat itu."Baik, Bos!" sahutnya bergegas menuju ruangan sempit tempat Fatih di sekap.Fatih masih tergeletak lemas dengan kaki dan tangan masih diikat."Lapor Bos! Sepertinya Pak Fatih, eh maksud saya si Fatih pingsan, Bos!" ucap Rahmat pada Gio."Gimana kondisinya sekarang?" tanya Gio yang tengah menghisap rokok di tangannya itu."Lemah, B
***Di rumah"Bagaimana tidurmu tadi malam, Eva? Nyenyak?" tanya Bu Ratna pada gadis cantik yang duduk disampingnya.Eva menggeleng, ia mengambil cangkir teh diatas meja lalu berdiri."Sepertinya Mas Fatih sangat sulit untuk melepaskan Wulan," ucap Eva sambil menikmati teh hangat di cangkirnya."Maksud kamu?" "Mas Fatih sangat mencintai Wulan, Bu. Dia bahkan tak ingin menyentuhku,""Kamu jangan putus asa, Eva. Kamu harus bisa mengambil hatinya Fatih. Wulan itu hanya gadis kampung yang miskin, dia bukan saingan kamu, Wulan itu bukan level kamu,""Tapi Mas Fatih sangat mencintainya!""Persetan dengan cinta! Kamu jauh lebih cantik dan menarik, kamu bisa memberikan apa yang Wulan tidak bisa berikan, kamu jangan menyerah Eva. Kamu dan Fatih harus menikah tahun ini, ibu akan lakukan berbagai cara agar kalian berdua segera menikah, kamu jangan sampai menyerah,"Eva menoleh ke arah wanita setengah baya itu. Ia tersenyum lalu berkata. "Menyerah?? Ck, tidak ada kata menyerah dalam kamusku! Eva