Home / Historical / Purba Mahkota / Chapter 7 - Yuk, Menari Bersamaku?

Share

Chapter 7 - Yuk, Menari Bersamaku?

Author: Aerina No 7
last update Last Updated: 2022-10-01 03:11:06

“Para Putri Purba … memasuki ruangan!”

KRIETT!

Gerbang aula utama kastel dibuka.

Memaparkan sinar terang yang berasal dari banyaknya lampu gantung berhiaskan bingkai emas dan bohlam permata, … tuk menerapkan cahaya secara merata mengenai penampilan indah nan memesona dari ketujuh anak perempuan Raja Prabu Tapa Agung.

Mereka semua masuk secara bersama-sama dengan Purbararang di barisan pertama.

Secara serentak memberikan salam kehormatan kepada para putri yang datang terlebih dahulu dibandingkan raja, ratu, juga para selir ke pesta debutan tahunan ini, … semuanya, tidak ada yang tidak membungkukkan badan mereka secara rendah, atau juga mengangkat sedikit gaun atau menyilangkan satu tangan di depan dada.

Menanti kedatangan sang pembuka dan penyelenggara sekaligus tuan rumah dari acara ini, yakni sang raja beserta orang-orang yang menjadi pendampingnya itu hadir, … ketujuh putri dengan alaminya langsung menyebarkan posisi ke tempat-tempat yang ditempati oleh kumpulan bangsawan tuk bersosialisasi, dengan sendiri-sendiri.

“Seperti melihat peri yang turun dari bulan, mata Saya telah diberkahi oleh limpahan besar kecantikan!”

“Ohoho, Nyai Putri. Lama tidak melihat Anda. Anda sudah besar saja.”

“Anda adalah keanggunan sejati, Nyai Putri! Anda bagaikan duplikatnya perbuatan suci Yang Mulia Gusti Ratu!”

Dan yah, … seperti yang telah di duga.

Dari semua tujuh putri yang menyebar ke titik-titik berbeda, titik milik putri yang ke tujuh, tempat di mana Purbasari berada itulah, … yang tampaknya menjadi tempat paling ramai dikelilingi oleh banyaknya bangsawan-bangsawan kenamaan.

Sedangkan, sebaliknya, … untuk sang kakak tercinta, Purbararang.

Dia, si putri yang memang sebetulnya lebih nyaman ditinggal sendirian di tengah keramaian ini, malahan tak ada barang seorang pun aristokrat yang datang ke arahnya dengan niatan untuk menghampiri.

Maksudnya, …!

Dia memang ingin ditinggal sendiri, karena kurang suka bersosialisasi. Tetapi, untuk saat-saat ini, … setidaknya jangan sampai begini juga!

Ini membuat malu!

Apalagi saat mata obsidiannya tak sengaja berkontak mata dengan netra kuning kejinggaan milik Purbamanik, … yang jelas-jelas tersenyum puas seakan-akan tengah mengejeknya saat ini.

Ahhh! Tidakkk!

Siapa pun! Siapa saja! Tolong datangi dia sekarang walau hanya seorang dan dalam waktu yang sekejap!

“Sepertinya Anda terlihat kesepian ya, … Nyai Putri?"

Wow! Waktu yang tepat!

"Dengan begitu, …."

Lekas menolehkan kepalanya ke arah suara yang mengalun dengan lugas dari seorang laki-laki muda di belakangnya, … secara otomatis, Purbararang langsung menunjukkan senyuman manis tuk memberikan kesan baik terhadap si penyelamat rasa malunya ini.

Akan tetapi, begitu ia mendongak dan memandangi wajah milik laki-laki itu sepenuhnya, mendadak saja … senyuman di bibirnya langsung buyar begitu menyadari akan siapa sosok orang yang kini balik menatapnya dengan mata merah menyala, … yang penuh akan rasa rindu dari sorot yang tampak menggebu-gebu.

“… Bolehkah Saya menghibur Anda di waktu yang sangat-sangat berharga ini?”

Ah.

Seakan-akan waktu telah berhenti dalam masa sesaat, … Purbararang tak menyadari bahwa dirinya sedang terperangah.

Seolah-olah tubuhnya telah dikutuk untuk membeku, si putri muda itu hanya mampu berdiri dengan kaku, seperti sudah memaku di tempat.

Cara sepasang bola mata gelapnya dalam memandangi wajah laki-laki di hadapannya, yang memiliki ciri sari ketampanan berupa tahi lalat satu di bawah bibir sebelah kanan, dan dua di bawah dekat mata beriris merah menggoda, … benar-benar terasa memiliki artian yang cukup mendalam.

Tak membutuhkan waktu yang lama, … helai rambut lembut pirang keemasan, cerah seperti pantulan sinar mentari pagi yang menyinari gelinciran buah pir yang dilapisi madu milik si laki-laki itu berayun.

Mereka mengikuti arah gerak sang empu yang kini merundukkan badannya meraih tangan Purbararang, … tuk kemudian berakhir dengan mengecup punggungnya bersama mata yang terpejam.

“Putra Duke Jaya, Indra, memberikan salam kepada Anda, … Nyai Putri. Atau, bolehkah Saya memanggil Anda dengan sebutan, ….”

Mengintip dari balik terbukanya sedikit kelopak mata berbingkai bulu mata yang panjang lagi lentik, munculah netra merah mencolok dengan warnanya yang banyak didominasi oleh aura memesona.

Laki-laki yang dulu seingat Purbararang adalah seseorang yang senantiasa berekspresi kaku itu, sekarang telah terang-terangan memberikannya sebuah serangan tidak sehat berupa sebuah senyuman yang sangat-sangat menawan!

“… Rarang?”

BLUSH!

Seketika wajahnya menjadi memerah dan terasa panas membara, Purbararang yang tak bisa berkata-kata lagi terkait betapa terkejutnya ia dengan segala perubahan yang telah mengubah tunangannya, Indra Jaya, … yang lagi-lagi dulunya adalah seorang bocah kelewat kikuk, saat ini tiba-tiba menjadi pemuda yang terlewat atraktif sampai-sampai bisa membuat gadis mana pun dapat menjerit hanya karena dilirik sedikit, … masih memandang lawan bicaranya ini dengan pandangan yang penuh artian.

Ini gawat! Ini canggung! Ini …! Ini memalukan!

Setelah mereka berdua sudah lama tidak bertemu, maka sekiranya … apa yang harus ia ucapkan?! Apa yang harus ia lakukan?!

“Jangan tegang begitu.”

Semakin tertarik untuk menyiksa Purbararang lebih dalam lagi dengan cara membuatnya dibakar hidup-hidup oleh banyaknya rona merah di wajah, sampai-sampai membuatnya berhasil menjadi terlihat seperti kepiting rebus, … Indra Jaya menangkup wajah sang tunangan, dan lekas menggerakkan kedua ibu jarinya untuk menenangkan otot-otot pipi Purbararang yang sepertinya sedang dipaksa untuk tersenyum kaku.

“Nanti cantikmu hilang.”

Terfokus pada Indra Jaya seorang, Purbararang menjadi tak mendengarkan dengan baik akan bisikkan-bisikkan orang di belakang.

“Haiya, kita olang kenapa tidak mendekati Nyai Putli Pulbalalang? Padahal, di antala pala Putli yang tujuh, yang paling menguntungkan jika kita dekati itu adalah si calon Putli mahkota woo!”

“Hoi! Apa kau tidak merihatunya tadi?! Saat kita semua ingin mencoba untuk mendekat Nyai Puteri, ada ningen yang sangat mengerikan itu! Dia mengancam kita dengan perototan mata!”

Berbeda dengan Purbararang, Indra Jaya yang sangat peka terhadap dua orang yang baru saja membicarakannya, melirikkan mata merahnya tuk menunjukkan sorot mata yang tajam lagi menakutkan, … tuk memandangi kedua orang penggosip tersebut dengan tanpa berkedip.

Untung saja sorot mata yang memandangi mereka berdua seperti orang yang tengah menantinya untuk mati di tempat langsung berhenti begitu sang raja hadir di aula sini, lengkap dengan ratu juga para selir.

Jika tidak, yah, … kedua orang yang malang itu sudah pasti akan merasa tertekan sampai-sampai kewarasannya hilang dari akal!

Pesta dansa debutan dimulai.

Sesaat selepas sang raja menarikan tarian pembuka dengan ratunya, perlahan-lahan, semua anak-anak bangsawan yang mengadakan debutan hari ini, … yang dikhususkan untuk anak perempuan berusia 15 tahun, dan anak laki-laki berusia 17 tahun dalam melepas titel mereka sebagai anak remaja tuk beralih ke usia dewasa, … mulai menari dengan partner dansa mereka pula.

Termasuk di antaranya, Purbamanik dan Purbararang.

“Bisakah aku, ….”

Terdiam melihat Indra Jaya mengulurkan satu lengan ke arahnya dengan lengan lain yang ditekuk di belakang punggung, Purbararang meneguk ludahnya gugup.

“… Menjadi partner dansa pertamamu di debutan, wahai tunanganku yang sangat cantik, … Nyai Putri Purbararang?"

Mendapatkan ajakan yang dilakukan dengan etika yang mengesankan juga perlakuannya yang sangat menawan, … tentu saja tak dapat memaksa Purbararang untuk menolak apa yang telah ia idam-idamkan.

Apa gunanya ia berlatih dansa dengan sekeras dan sesering yang ia bisa, jika ia sendiri saja tak mau menunjukkannya kepada orang yang ingin ia buat terkesan?

“Dengan senang hati, wahai tunanganku yang tampan. Mari kita menari."

Membalas raihan dari uluran tangannya Indra Jaya dengan malu-malu, begitu tangan mereka saling bertaut dan mulai genggam-menggenggam, secara alami … Purbararang tersenyum kecil begitu mendadak mengingat kenangannya bersama Indra Jaya sewaktu mereka berdua masih bocah.

“Senang bertemu denganmu lagi, … Indra Jaya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Purba Mahkota   Author note

    Halo, ini dengan Aerina No 7! Terima kasih banyak telah mengikuti cerita ini sampai akhir. Wah, sulit dipercaya tapi kisah mereka hanya berakhir di sini, hehe. Saya tidak tahu harus mengatakan apa lagi, yang jelas, Saya sangat-sangat berterima kasih ^^ Ah, ngomong-ngomong, jika berkenan kalian bisa mengunjungi cerita karya Author yang temanya memang tidak jauh-jauh seputar dunia novel, romansa fantasi, dan ada unsur historikal fiksi. Akan tetapi, karena tidak sesuai dengan kriteria di sini, Author mempublikasikannya di tempat lain. Oh, dan …! Nama novelnya itu "Fall For Villains". Untuk lebih jelasnya lagi kalian bisa mengetahuinya di karya*arsa punya Author, dengan nama pena aerinano7. Sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya ya! Author sayang kalian banyak-banyak 😘

  • Purba Mahkota   S.S - Afeksimu Di Dunia Paralel : Akhir Bahagia

    “Lihatlah, Mama.”Memandang dengan haru sepasang bayi kembar laki-laki dan perempuan yang dibaringkan di samping Rarasati, Mahendra yang di beberapa masa lalu terus mengucapkan terima kasih selama berkali-kali, … tak bisa untuk berhenti menggoda istrinya ini.“Pangeran dan Tuan Putri kita benar-benar sekuat dan setangguh dirimu.”Rasa cemas berlebihan terkait dirinya, seorang Mahendra yang mengkhawatirkan keselamatan Rarasati dalam proses melahirkan tadi, … kini telah tergantikan oleh rasa lega dikala kembali mendapati senyuman yang senantiasa memperindah wajah lelah istrinya sebelum-sebelum itu, sama seperti yang dilakukan sekarang. “Mereka sangat aktif sekali dalam perutmu dulu. Akan tetapi, sekarang, mereka berdua justru jauh lebih kalem dari pada yang kukira ya?"Mungkin, karena merasa nyaman dengan dekapan hawa hangat dari sosok ibu, atau juga karena kelelahan sehabis menangis dengan kencang segera setelah terlahir ke dunia, … anak kembarnya Rarasati dan Mahendra malah asyik ter

  • Purba Mahkota   S.S - Afeksimu Di Dunia Paralel : Waktunya Mendongeng

    Cemas. Khawatir. Gelisah.Semuanya bercampur aduk di dalam hati Mahendra Jaya selayaknya badai tornado, di tengah-tengah penantiannya menunggu masa istrinya, Rarasati Jaya, … melahirkan.Ini sudah sore, akan tetapi tanda-tanda dari berakhirnya kontraksi yang terjadi sedari pagi tadi masih belum menunjukkan hilal.Tungkai kaki yang tak bisa berhenti bergerak di tempat. Tangan berkeringatnya yang tak bisa lepas mengepal. Serta wajah seriusnya yang tak bisa sedikitnya dibawa bertenang, … segera dihempaskan semua tuk lepas secara paksa, begitu melihat kedua orang tua serta mertuanya datang memenuhi panggilan darurat yang ia buat tadi.“Bagaimana keadaan Raras?”Yah, itu benar.Bahkan untuk orang tersibuk di negara, Ayahnya Rarasati yang masih menjabat sebagai presiden negara mereka saja … sampai rela mengedepankan situasi putrinya ini dibandingkan dengan urusan lain.Well, paling tidak, Mahendra yang tahu bahwa meskipun Rarasati malu-malu mengakuinya, … lama-kelamaan, istrinya tersebut m

  • Purba Mahkota   S.S - Afeksimu Di Dunia Paralel : Hari Yang Dinantikan

    Gelisah, membolak-balikkan posisi tidur menyampingnya ini dari sisi satu ke sisi lain, calon ibu muda, istri dari seorang Mahendra Jaya, yakni Rarasati, … membuat tidur lelap suaminya yang kelelahan itu menjadi terkacaukan akibat terusik.“Urngh, … ada apa … cintaku?”Meski nyawanya terlihat belum sepenuhnya terkumpul, kendati demikian, … memaksakan tubuh lesunya itu untuk segera duduk dengan baik di samping sang istri yang masih tetap menunjukkan gelagat orang gelisah, … Mahendra menarik selimut untuk ia tarik menutupi tubuh Rarasati.“Apa kamu sakit?”Bukan hanya kali ini saja Rarasati bersikap seperti ini.Juga bukan sebab mengandung pulalah dia bertingkah laku semacam itu.Habisnya, dari sejak masih gadis pun, suasana hati milik wanitanya Mahendra Jaya ini gampang sekali berubah-ubah secara tidak karuan.“Kamu betulan sakit? Mana yang sakit? Biar kuperiksa.”Sekali lagi memutar arah tidurannya supaya kali ini dirinya dapat dengan jelas menghadapi duduknya Mahendra, memusatkan mata

  • Purba Mahkota   S.S - Afeksimu Di Dunia Paralel : Mi Amor

    “Jadi, jelaskan pada Bapak, Pepita.”Mempersembahkan senyuman yang paling-paling menawan di antara biasanya, wakil kepala sekolah yang duduk di balik meja berpapan nama Mahendra Jaya itu, berhasil membuat anggota OSIS yang hanya beranggotakan inti berupa satu ketua, satu sekretaris, serta satu bendahara sekaligus seksi keamanan, … menjadi merinding mendadak.“Kenapa anak Pak Jang, sekretarisnya 'Ayah Mertua' dari Bapak ini mendadak ingin menjadi anggota OSIS gara-gara kamu?”“Apa?”Bertanya balik sembari melihat murid yang di waktu jam istirahat pertama tadi ia tolong dari para tukang rundung itu, yang saat ini dengan malu-malu bersembunyi di balik bahu wakil kepala sekolah sambil mengintipnya sedikit-sedikit menembus lensa kacamata, … Pepita menautkan alisnya penasaran.“Anak itu …?” lanjutnya dengan nada heran, merasa tidak habis pikir dengan apa yang terjadi. “Dia yang anak sekretaris Presiden ingin menjadi anggota OSIS gara-gara aku? Kenapa? Bagaimana bisa?”Tidak bisa berhenti m

  • Purba Mahkota   S.S - Afeksimu Di Dunia Paralel : Rivalku, Sainganku! (2)

    “Pepita Jaya.”Menyahuti panggilan bernada suara lembut lagi menenangkan seolah-olah badai amukan tidak akan pernah menerjang muka cerah berseri-seri milik wakil kepala sekolah, Pepita menengadahkan wajahnya secara percaya diri.“Mendekatlah, Bapak ingin membisikkan sesuatu.”Ahh~!Apakah kakaknya ini sedang benar-benar dalam mode seorang guru di sekolahan sekarang?“Ada apa, Pa—uakhh?!”Awal mula menyangka bahwa kakak laki-lakinya itu akan merasa bangga terhadapnya dan berakhir menghadiahkan tepukan pelan di pucuk kepala, … ujung-ujungnya, Pepita malah menjerit kaget dengan serangan tiba-tiba dari cuping telinga target dari jeweran.“Haha~ anak nakal ini. Kamu salah makan apa sih pas sarapan tadi? Kamu mau jadi wakil kepala OSIS? Murid yang sudah seharusnya menjadi teladan yang baik bagi murid-murid lain? Kamu? Yang suka berantem, merokok, bolos, bajunya berantakan, ngomong kasar, dan malas belajar itu?”Berbicara secara panjang lebar begitu tanpa sekali-kali pun menghapus senyuman p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status