"Aku memang merasa sangat kehilangan putriku, aku merasa terpukul, namun aku tidak ingin hidup dalam kebencian dan rasa dendam. Diluar itu, aku pun ingin memberimu pelajaran, jadi beri aku waktu sampai putrimu berusia tujuh belas tahun, agar aku bisa mensucikan hatiku dari perasaan marah. Setelah itu aku akan mencabut kutukan yang aku berikan pada putrimu." Ratu Penelope memberikan penjelasan yang cukup panjang.
Raja Arsen tentu saja merasa terbantu dan merasa sedikit lebih lega, namun tujuh belas tahun? Apakah selama tujuh belas tahun putri Aludra harus menanggung kutukan itu dan menjalani hari dengan derita? Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang sebentar."Aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatimu, Ratu, namun tujuh belas tahun, apakah tidak terlalu lama? Maksudku, itu artinya putriku harus menghadapi harinya dengan penuh cemooh selama tujuh belas tahun? Aku tidak tega melihatnya, Ratu ...." Raja Arsen langsung berlutut begitu saja di hadapan ratu Penelope, berharap ratu dari bangsa unicorn itu mengubah keputusannya lagi."Kau seorang raja, tidak pantas berlutut di hadapan seorang wanita, Raja Arsen. Bangunlah!""Aku tidak sedang menjadi raja, Ratu. Yang kini ada di hadapanmu hanyalah seorang ayah yang gagal melindungi putrinya.""Kau tahu, apa pun yang sudah kuputuskan tidak ada yang bisa merubahnya? Sekarang bangunlah dan pulanglah! Negeri Putih membutuhkan rajanya, dan putrimu membutuhkan ayahnya untuk mendampinginya tumbuh."Usai menyelesaikan kalimatnya, ratu Penelope berbalik kemudian berjalan menjauhi raja Arsen yang masih setia berlutut."Sesuai janjiku, aku akan tetap berada di sini sampai kau mencabut kutukan itu, Ratu."Ratu Penelope menggantikan langkahnya meski tidak berbalik badan."Tempat ini tidak akan menerimamu dengan sukarela lagi. Jika kau ingin tetap di sini maka kau akan celaka! Jika kau memikirkan putrimu lebih baik kau pulang saja!" Setelahnya, ratu Penelope benar-benar pergi meninggalkan raja Arsen yang masih berlutut dan tertunduk semakin dalam.Ia telah berusaha, dan ratu Penelope pun telah memberikan keringanan, namun hatinya masih tidak merasa puas. Raja Arsen ingin ratu Penelope mencabut kutukan itu sesegera mungkin. Ia bersedia melakukan apapun teasuk jika nyawanya menjadi taruhannya, namun keputusan ratu Penelope mutlak. Kini raja Arsen bimbang.Raja Eros yang sejak tadi mengamati dari kejauhan, kini ia berjalan mendekati raja Arsen setelah ratu Penelope benar-benar pergi."Raja Eros, tidak bisakah kau membantuku membujuk ratu Penelope?" Raja Arsen yang sadar akan kedatangan raja Eros, bertanya demikian."Sejujurnya aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantumu, Raja Arsen, namun satu hal yang membuatku takjub, istriku ternyata memberikan keringanan atas kutukan itu. Tidak ada yang bisa merubah keputusan istriku sebelumnya. Jika kali ini ia mengubah keputusan itu artinya ada hal baik yang ia lihat dari dalam dirimu," jelas raja Eros."Sekarang pulanglah! Tempat ini tidak akan ramah pada seseorang dalam waktu yang lama. Jika kau memikirkan putrimu maka pulanglah dan dampingi putrimu. Namun jika kau tetap bersikeras untuk tinggal maka kau akan menghadapi bahaya besar," lanjut raja Eros yang kemudian berkelebat pergi meninggalkan raja Arsen yang tergugu di tempatnya."Aku siap menghadapi bahaya sebesar apapun, Raja Eros, aku tidak akan menarik kembali kata-kataku. Aku akan tetap berada di sini. Apapun resikonya."Raja Arsen berbicara demikian, meski ia tidak yakin raja Eros masih bisa mendengarnya.***Panglima perang Felix tengah mengawasi Adolf yang tengah berlatih bertarung dibawah pengawasannya sendiri. Tiba-tiba saja patih Rouvin menghampiri pria itu, ikut menyaksikan bagaimana perkembangan Adolf dalam berlatih ilmu bela diri."Mengapa kau repot-repot melatih kepandaian ilmu bela diri anak dari pengasuh tuan putri Aludra, Panglima Felix?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut sang patih masih sambil terus mengawasi Adolf yang berada tak jauh di depan mereka berdiri."Entahlah, aku tidak pernah sepercaya ini pada seseorang, namun aku memiliki harapan penuh pada anak kecil ini," balas panglima Felix dengan nada bicaranya yang tenang."Apa yang ada di pikiranmu?" tanya Patih Rouvin lagi."Aku berharap dia bisa mendampingi tuan putri Aludra selamanya.""Apa?" sang patih nampak terkejut mendengar jawaban panglima Felix, sedangkan panglima Felix hanya mengangguk penuh arti."Bisa kau jelaskan?""Kita semua tahu, semua orang mencemooh tuan putri setelah sebelumnya mereka menyanjungnya, baik rakyat biasa maupun warga kerajaan semua mencemooh, tua dan muda mereka semua tidak ada yang menerima keberadaan tuan putri. Tapi Adolf? Dia bahkan membantu ibunya untuk menjaga tuan putri, mengajak bermain dan bercanda meski tuan putri masih seorang bayi kecil, Miya berhasil menanamkan ketulusan di hati putranya. Ibu dan anak itu sama sekali tidak pernah mengeluh tentang tuan putri Aludra. Itulah mengapa aku merasa Mita dan Adolf harus bisa selalu menjaga tuan putri Aludra, entah sampai kapan pun," jelas panglima Felix panjang.Patih mencerna dengan baik penjelasan yang diberikan panglima Felix hingga akhirnya ia manggut-manggut merasa paham dengan niat baik panglima Felix."Aku kagum padamu, Panglima Felix. Kau sangat memikirkan tuan putri Aludra," puji Patih Rouvin."Itu kewajibanku," balas panglima Felix singkat."Aku mengerti. Lalu, kapan kau berencana menjenguk paduka raja?""Besok. Besok fajar aku akan pergi ke lembah Ilusi, dan aku ingin Adolf ikut denganku," ucap panglima Felix tegas."Kau yakin? Dia masih seorang anak kecil." Patih Rouvin mengerutkan kening, merasa tidak habis pikir."Aku sudah cukup keras melatihnya di sini, dan aku ingin melatihnya di medan yang sebenarnya pula," ujar panglima Felix penuh keyakinan."Aku tahu apa yang kau lakukan adalah yang terbaik. Aku mendukung penuh atas keputusanmu.""Terima kasih, Patih Rouvin. Oh ya, apakah tabib Cakara sudah memberi informasi lebih lanjut?" tanya panglima Felix mengingat bagaimana kondisi putri Aludra yang sedang tidak baik-baik saja. Meski sudah membuka mata namun putri Aludra nampak tidak seceria sebelumnya. Bayi kecil itu seperti menahan sakit di dalam dirinya."Dua puluh menit lagi kita akan mengadakan rapat. Tabib Cakara akan mengemukakan apapun yang ia temukan, sekecil apapun itu.""Baik. Aku akan menyudahi latihan hari ini dan segera menuju ruang rapat.""Ya, sebaiknya begitu," ucap patih Rouvin dan kemudian pergi.Panglima Felix segera menyudahi latihannya bersama Adolf. Setelah memberikan beberapa arahan terkait latihan meningkatkan ilmu bela diri, panglima Felix meminta Adolf kembali ke kamar putri Aludra, sedangkan dirinya melangkah menuju ruang rapat.Patih Rouvin dan juga penasehat Evander sudah berada di rumah rapat ketika panglima Felix datang. Tak lama setelah itu tabib Cakara pun datang dengan raut wajah yang menyimpan banyak kecemasan."Kau menemukan sesuatu yang berarti, Tabib Cakara?"Setelah tiga hari kepergian Panglima Felix dan Tabib Cakara, akhirnya kini mereka kembali. Dan kembalinya mereka disambut meriah oleh seluruh warga negeri Putih karena mereka pulang bersama Putri Aludra.Kabar sembuhnya Putri Aludra dari kutukan seketika menyebar luas, dan semua berbahagia mendengar kabar tersebut.Ratu Cassandra menyambut kepulangan putrinya dengan penuh perasaan bahagia. Air mata bahagia tiada hentinya membanjiri pipi.“Terima kasih banyak atas kebaikan Anda. Aku berhutang nyawa kepada Anda, dan demi membalas kebaikan Anda, aku akan mengerahkan pasukanku untuk mencari keberadaan muridmu yang tidak diketahui keberadaannya. Aku juga akan meminta bantuan kenalanku dari beberapa negeri lain untuk ikut mencari muridmu sampai ia ditemukan,” tutur Raja Arsen panjang, berterima kasih serta berjanji untuk membantu Guru Arkatama menemukan Philip.“Alhamdulillah, aku sangat berterima kasih atas kesediaan Anda untuk membantu mencari keberadaan muridku yang hilang,” balas Guru
Negeri Putih digegerkan dengan ditemukannya seorang pria tak sadarkan diri di perbatasan dengan luka-luka yang tidak bisa dikatakan biasa saja.Atas perintah raja, pria yang ditemukan terluka parah itu dibawa ke istana untuk diberikan pengobatan terbaik. Tabib Cakara bertugas untuk mengobati pria yang terdampar itu.“Bagaimana keadaannya, Tabib?” Raja Arsen turun tangan langsung untuk menanyakan keadaan pria malang itu.“Kondisinya sangat parah, Paduka Raja, luka-lukanya serius. Sepertinya dia baru saja melakukan pertarungan yang hebat,” jelas Tabib Cakara.“Lakukan yang terbaik, Tabib Cakara, siapa pun dia, karena dia terdampar di negeri kita, maka aku menganggap dia adalah warga kita,” titah sang raja.“Baik, Paduka, sesuai perintah Anda.”Baru saja Raja Arsen ingin meninggalkan ruangan, Pamglima Felix masuk membawa berita penting.“Ada apa, Panglima Felix?”“Adolf mengirimkan surat, Paduka Raja,” jawab Panglima Felix sambil menyerahkan sebuah gulungan kecil pada sang saja.“Semoga
Philip panik, fokusnya terbagi antara harus menjaga kendi itu atau harus melakukan sesuatu agar racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama tidak mengenai obat penawar yang dicari.Kutukan Putri Aludra tidak bisa dipatahkan dengan kematian raja Aristama, melainkan hanya bisa dipatahkan dengan obat penawar. Lalu bagaimana jika obat penawar itu tercemar? Maka tidak ada lagi harapan bagi Putri Aludra.Guru Arkatama segera menghampiri Philip, berusaha membantu mengamankan mata air itu. Semakin lama racun itu semakin mendekat ke arah mata air itu, hendak mencemari. Guru Arkatama berusaha menghalau racun namun tidak banyak yang biasa ia lakukan karena racun itu menyatu dengan air, sedangkan air terus mengalir."Guru ... aku rela menukar nyawaku demi obat penawar itu bisa aku lakukan. Selamatkan Aludra, Guru ...."Philip tidak tahu harus bagaimana, ia merasa putus asa, bahkan saat ini dirinya pun mulai merasa lemah karena menghirup racun yang ditebarkan oleh Raja Aristama terus-menerus. Ditamba
Raja Aristama langsung menyerang Philip tanpa ampun. Philip tidak bisa diam saja. Terpaksa Philip menjauh dari letak matabair itu agar tidak rusak terkena serangan dari sang raja iblis.Philip terus bergerak melakukan perlawanan, sambil terus berpikir keras bagaimana ia bisa menghindari pertemuan dengan Raja Aristama dan mengambil obat penawar itu jika seperti ini terus sedangkan satu raganya yang lain masih disibukkan dengan pertarungan melawan para prajurit pilihan sang raja iblis.Sepertinya Raja Aristama benar-benar ingin menggagalkan rencana Philip, bahkan mungkin ingin membunuh Philip."Kau seharusnya tidak ikut campur, anak muda! Kau menghalangi rencanaku maka kau akan aku habisi!" Ancaman Raja Aristama terdengar mematikan, bersamaan serangan telak yang mengenai Philip hingga pria itu terpental serta muntah darah.Philip memegangi dadanya yang terkena serangan telak, masih sambil terbatuk-batuk pria itu bangun, tidak mau menyerah."Rencanamu yang ingin menghancurkan perdamaian d
"Kau ingin menjadi muridku? Untuk apa? Dalam hal apa?" tanya Guru Arkatama berbondong."Aku ingin belajar tentang keyakinan yang Guru yakini, dan semua hal yang berhubungan dengan itu," balas Putri Aludra.Guru Arkatama terdiam sesaat. "Apa yang membuatmu ingin belajar tentang hal yang kami yakini? Apakah hanya karena Philip semata?" tanya Guru Arkatama dengan tatapan menyelidik.Kini giliran Putri Aludra yang terdiam mendengar pertanyaan Guru Arkatama.Sejujurnya Putri Aludra mulai goyah dan takut ketika Guru Arkatama mengatakan ia dan Philip tidak bisa bersatu karena berbeda keyakinan. Ini kali pertama Putri Aludra merasa jatuh cinta pada seorang pria. Tentu saja Putri Aludra berharap bisa memperjuangkan cintanya. Maka ketika mendengar pernyataan Guru Arkatama, Putri Aludra bertekad harus memperjuangkan Philip apalagi Philip bahkan rela melawan bahaya demi dirinya."Aludra, jangan terlalu terburu-buru, pikirkan dulu baik-baik sebelum kau mengambil keputusan. Karena setiap keputusan
Philip memikirkan baik-baik kemungkinan keberhasilan usaha yang bisa dia lakukan, memperhitungkan segalanya. Mulai dari jarak pendopo dengan laut Perak yang tidak bisa dikatakan dekat, kemudian kedalam laut yang mencapai lebih dari 15.000 meter serta rintangan yang harus dihadapi. Semua itu diperhitungkan oleh Philip hingga terdengar suara sang guru yang menegurnya."Semakin kau banyak berpikir maka waktumu semakin habis. Putuskan, Philip!" seru sang guru."Aku tetap akan maju, Guru!" jawab Philip cepat dan tegas.Guru Arkatama mengulas senyum tipis. "Baik. Gunakan kendi ini sebagai wadah obat yang aku jelaskan tadi. Kau sudah cukup mampu untuk membelah diri, Philip, tapi kau hanya memiliki kesempatan satu kali, jadi pergunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Jangan lupa selalu niatkan semua atas nama Allah. Pergilah, waktu terus berjalan, jangan membuang waktu!"Philip menerima kendi kecil itu, menyimpannya dan tanpa banyak kata ia segera bersiap untuk pergi karena waktu semakin berjal