Tubuh Kresna yang tampak agak bungkuk tiba-tiba mematung, bahkan napasnya pun ikut tertahan sesaat. Kemudian, dia menjawab pelan, "Mm."Sementara itu, Andini sudah lebih dulu melangkah pergi. Ucapannya tadi terdengar seperti sekadar sopan santun kepada orang yang lebih tua, tetapi hal itu justru membuat Kresna berlinang air mata.Sesudah meninggalkan Kediaman Adipati, Andini pun kembali ke Kediaman Pangeran Surya. Dia pernah berjanji pada Surya, selama Surya meninggalkan ibu kota, dia akan tinggal dengan patuh di kediaman, tidak ke mana-mana.Karena itu, hari ini Aiyla datang menemuinya. Dia mengenakan pakaian khas Negara Darsa. Gaun panjang berwarna putih dilapisi dengan kain tipis kuning muda, membuat kulitnya yang memang seputih salju tampak semakin lembut dan menawan. Dari kejauhan, dia tampak seperti bidadari.Andini pun tak bisa menahan diri untuk berdecak kagum. Wanita suku Tru ini memang cantik sekali!"Andin!" Aiyla berlari kecil dengan gembira menghampiri Andini."Aku bawakan
"Andin!" Kirana memanggil sambil melangkah cepat menuju Andini. Ternyata dia benar-benar mengenali putrinya.Andini merasa linglung untuk sesaat. Bagaimanapun, sudah lama sekali Kirana tidak bisa mengenali orang. Kali ini, Kirana bisa mengenalinya.Saat Andini masih dalam kebingungan, Kirana sudah mendekat, lalu menggenggam erat tangannya. "Andin, akhirnya kamu pulang! Selama kamu nggak ada di rumah ini, Ibu sangat merindukanmu!"Andini berniat mencari tahu tentang keadaan Kirana, jadi dia bertanya, "Kenapa aku nggak berada di rumah?"Mendengar itu, Kirana tertegun. Sepertinya dia lupa alasannya, kedua matanya tampak kosong. Ya, dia memang tidak ingat.Andini lalu bertanya lagi, "Bukankah kamarku dulu di Paviliun Persik? Kenapa sekarang aku harus tinggal di Paviliun Ayana?"Kirana refleks menoleh ke belakang, seakan-akan dia sendiri tidak tahu apakah tempat ini Paviliun Ayana atau Paviliun Persik."Dianti di mana?"Kirana mengerutkan kening, wajahnya penuh kebingungan. "Di ... Dianti?"
Begitu bangun tidur, Andini sudah mendengar Laras berkata bahwa Surya sejak pagi-pagi sekali telah meninggalkan ibu kota. Hatinya seketika merasa agak kehilangan. Namun mengingat semalam mereka sudah saling mencurahkan perasaan, hatinya kini sedikit terhibur.Setelah selesai sarapan, Andini pergi ke kediaman Adipati Kresna bersama Laras.Adipati Kresna sudah berangkat menghadiri sidang pagi di istana. Abimana yang kini telah menjabat sebagai komandan dan memimpin pasukan besar, tentu harus tetap berada di lapangan pelatihan.Maka di kediaman ini, hanya tersisa Kirana yang kini sudah tidak lagi waras.Mungkin karena keadaan kediaman Kresna kini sudah tak lagi semegah dulu, oleh sebab itu ketika sang kepala pelayan tua melihat Andini, matanya langsung memerah. "Nona ... Nona akhirnya pulang!"Andini paling tidak tahan melihat orang tua yang meneteskan air mata. Dia pun buru-buru berkata, "Aku datang untuk memeriksa nadi Nyonya Kirana."Mendengar panggilan Andini yang tetap terasa asing,
Mendengar itu, Andini girang bukan main. "Benarkah?! Lembah Raja Obat sudah berhasil menemukan penawar Racun Es? Bagus sekali! Aku akan segera berkemas!"Sambil berkata demikian, dia pun hendak bergegas keluar.Namun, Surya tiba-tiba bangkit berdiri dan memanggilnya, "Aku akan pergi sendiri."Langkah dan senyum Andini langsung terhenti. Dia menoleh pada Surya dengan penuh keterkejutan dan kebingungan. "Pergi sendiri?""Ya," Surya dengan tenang. "Medan di Lembah Raja Obat sangat rumit. Kalau aku sendiri yang pergi, akan jauh lebih mudah."Andini menatapnya, lalu berkedip beberapa kali. "Apakah itu berbahaya?"Surya sempat terdiam. Dia tidak menyangka, hanya dengan kalimat singkat itu, Andini langsung menangkap maksudnya.Sebenarnya memang tak sulit ditebak. Surya tidak pernah menganggapnya sebagai beban atau masalah. Namun, ucapannya kali ini justru menyiratkan bahwa membawa Andini ikut serta hanya akan menambah risiko. Itu berarti, memang berbahaya.Melihat wajah Andini yang dipenuhi r
Jadi dia berpikir, andai suatu hari nanti benar-benar terdengar kabar kematian Kirana, dirinya pasti juga akan merasa sangat sedih. Kenangan tentang dirinya yang pernah disayangi oleh Nyonya Kirana sejak kecil, pasti akan menghantamnya hingga membuatnya merasa sesak dan sulit bernapas.Kalau begitu, mengapa tidak berusaha sekarang saja? Menggantikan gurunya untuk mengobati Kirana.Pertama, demi keselamatan sang guru. Kedua, juga memberi dirinya sendiri alasan untuk tidak menyesal di kemudian hari.Andini sudah berusaha sebaik mungkin. Jadi, meskipun Kirana akhirnya meninggal, setidaknya dia tidak akan terlalu merasa bersalah.Tabib menatap Andini dengan perasaan bangga. "Sesungguhnya, seorang tabib memang seharusnya begitu," ucapnya sambil menarik napas panjang, lalu menatap ke kejauhan."Dulu, waktu aku masih berada di Lembah Raja Obat, aku sering nggak bisa memahami berbagai aturan kaku yang ditetapkan sang kepala lembah dalam hal mengobati orang.""Menurutku bagi seorang tabib, tida
Setelah selesai mandi, Andini pun pergi mencari tabib istana yang kini menetap di kediaman Pangeran Surya. Sejak tabib itu dibawa ke kediaman Pangeran Surya, Andini memang jadi lebih mudah mencarinya kapan saja.Tabib sudah tahu kalau Andini sudah kembali, hanya saja karena hari itu Andini pulang bersama orang luar, dia memilih untuk tidak menampakkan diri. Kini melihat Andini datang mencarinya, dia tentu merasa senang. Dia menyambut Andini dengan gembira, lalu menyerahkan kumpulan buku medis yang ditulisnya dalam beberapa waktu terakhir."Pelajari baik-baik, setelah selesai, berarti kamu sudah bisa mandiri."Andini memang berbakat dalam ilmu pengobatan, juga cerdas menangkap inti pelajaran. Apa yang dikuasai tabib itu, sebagian besar sudah dituliskan dalam buku medis tersebut dan hampir semuanya sudah diajarkan padanya.Andini pun menerima buku itu dengan wajah berseri-seri. "Terima kasih, Guru. Guru memang yang terbaik untukku!"Tabib itu merasa sangat senang karena dibujuk manis, ta