Share

Bab 12

Penulis: Si Kecil Tangguh​
Orang yang datang adalah sahabat Kirana, Haira. Melihat Haira berhasil mengendalikan Abimana, para pelayan di kolam memohon seraya menangis, "Selir Agung Haira ... bantu kami tegakkan keadilan."

Suara pelayan yang menangis secara bersamaan benar-benar berisik. Haira mengernyit dan melihat pelayan pribadinya.

Pelayan pribadi Haira langsung paham maksud majikannya. Dia membentak, "Cepat pergi ganti baju! Kalau kalian sakit dan urusan para selir terbengkalai, apa kalian mau dipenggal?"

Semua pelayan itu baru berhenti menangis, lalu buru-buru keluar dari kolam dan kembali ke kamar masing-masing.

Setelah semua pelayan pergi, Haira baru melihat tongkat yang dipegang Abimana. Dia bertanya dengan dingin, "Abimana, apa kamu juga mau pukul aku?"

Abimana baru melempar tongkat ke samping, lalu memberi hormat kepada Haira dan menyahut, "Saya nggak berani."

Haira yang marah menimpali, "Kamu berani pukul pelayan istana. Apa lagi yang nggak berani kamu lakukan?"

Haira merasa Abimana terlalu gegabah. Penatu ini memang tempat pelayan rendahan, tetapi letaknya ada di istana. Jika kabar ini tersebar dan orang yang berniat jahat membesar-besarkan masalah ini, bukan hanya Abimana yang tertimpa masalah, bahkan seluruh Keluarga Adipati juga akan celaka.

Tentu saja Abimana tahu dia tidak boleh datang. Dulu Andini mendapatkan hukuman berat bukan hanya karena mangkuk itu barang kesayangan putri, tetapi Kaisar juga berniat memperingatkan Keluarga Adipati.

Jadi, Keluarga Adipati tidak pernah mengunjungi Andini selama 3 tahun. Bahkan, mereka juga tidak pernah mengutus orang untuk menyampaikan pesan kepada Andini.

Keluarga Adipati ingin Kaisar tahu mereka setia pada Kaisar selamanya. Apa pun perintah Kaisar, Keluarga Adipati tidak akan melawan. Namun, hari ini Abimana benar-benar marah.

Setiap teringat sekelompok pelayan istana itu melempar Andini ke kolam, amarah Abimana langsung memuncak. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Setelah menarik napas dalam-dalam, Abimana berlutut dan berkata, "Saya memang terlalu gegabah. Saya bersedia terima hukuman dari Selir Agung Haira."

Haira memang marah, tetapi dia melihat Abimana tumbuh besar. Haira juga tidak tega menghukum Abimana karena memikirkan Kirana. Hanya saja, Haira harus menyelesaikan masalah ini. Jika Kaisar tahu, mereka pasti akan disalahkan.

Haira melambaikan tangannya dan berpesan, "Kamu pulang dulu. Biar aku yang selesaikan masalah ini. Ingat, ke depannya kamu nggak boleh masuk ke penatu istana lagi."

Abimana hanya bisa mematuhi Haira. Biarpun sudah memberi pelajaran kepada para pelayan itu, amarah Abimana masih belum reda.

Saat duduk di kereta kuda, Abimana melihat penghangat di samping. Dia menyiapkan penghangat ini sebelum menjemput Andini kemarin. Di atasnya ada ukiran bunga plum kesukaan Andini.

Kemarin Andini tidak duduk di kereta kuda. Tentu saja, dia tidak melihat penghangat ini. Alhasil, penghangat itu sudah dingin dan tidak terpakai.

Hanya saja, apa Andini akan menerima pemberian Abimana biarpun masuk ke kereta kuda? Abimana teringat Rangga mengatakan Andini sama sekali tidak menyentuh penghangat dan kue di kereta kuda.

Andini bahkan tidak menyentuh barang pemberian Rangga, mana mungkin dia menerima barang pemberian Abimana? Sekarang Andini lebih keras kepala daripada 3 tahun yang lalu. Dia berbeda jauh dengan Dianti.

Jika kemarin Andini memanggil Abimana "kakak" seperti Dianti, mana mungkin Abimana mengusir Andini dari kereta kuda? Abimana makin gusar begitu teringat kaki Andini yang terkilir. Dia tiba-tiba merasa penghangat di kereta kuda ini sangat mengganggu.

Abimana menyingkap tirai kereta, lalu membuang penghangat itu. Dia tidak langsung kembali ke Kediaman Adipati. Perasaannya kacau, jadi dia pergi minum arak. Abimana baru pulang ke Kediaman Adipati saat menjelang malam.

Tidak disangka, anggota Keluarga Adipati menunggu Abimana. Di aula Kediaman Adipati, Kresna duduk di kursi utama dengan ekspresi muram. Kirana duduk di samping Kresna dengan ekspresi cemas. Dia terus mengamati ekspresi Kresna.

Andini juga disuruh menunggu Abimana. Namun, Dianti tidak ikut. Tabib mengatakan Dianti yang tersedak air harus beristirahat.

Sewaktu Andini datang, Kresna sudah duduk di kursinya. Ini adalah pertama kalinya Andini dan Kresna bertemu setelah 3 tahun. Kresna hanya melihat Andini sekilas dan tidak melontarkan sepatah kata pun. Andini juga hanya memberi hormat kepada Kresna dan tidak memedulikannya lagi.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Abimana pulang. Dia terlihat mabuk. Toleransi alkohol Abimana sangat tinggi. Seharusnya hari ini dia minum terlalu banyak, makanya dia agak mabuk.

Abimana tentu tahu alasan semua orang menunggunya. Dia langsung berlutut begitu masuk ke aula, lalu berujar, "Aku tahu hari ini aku terlalu gegabah dan membuat masalah. Aku terima kalau Ayah mau marah atau pukul aku."

Setelah Abimana menyelesaikan ucapannya, sebuah cangkir menghantam dahinya. Darah mengalir dari dahi Abimana. Kirana berteriak, "Kresna, apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau bunuh Abi?"

Kresna menimpali, "Kamu tanya dulu apa yang sudah dia lakukan! Beraninya dia pukul pelayan istana! Apa kamu merasa hidup Keluarga Adipati terlalu tenang? Jadi kamu mau cari masalah?"

Kresna sangat murka. Saat Kaisar tahu masalah ini, Kresna sama sekali tidak berani bersuara. Dia takut Kaisar menahan seluruh anggota Keluarga Adipati saking marahnya.

Abimana memegang dahinya yang terluka dan menegaskan, "Aku tahu kesalahanku, tapi aku benar-benar nggak tahan. Lagi pula, aku cuma memberi pelajaran kepada beberapa pelayan di penatu istana. Aku nggak bunuh mereka. Kalau Kaisar menyalahkan kita, paling-paling aku serahkan nyawaku saja."

Andini terkejut setelah mendengar ucapan Abimana. Akhirnya dia paham alasan Kresna memanggilnya untuk menunggu Abimana. Andini mengernyit.

Kresna berteriak, "Anak berengsek! Nggak apa-apa kalau masalah ini bisa diselesaikan dengan nyawamu! Tapi, nenekmu sudah tua! Apa kamu nggak takut semua anggota Keluarga Adipati celaka?"

Kirana membela Abimana, "Masalahnya nggak separah itu! Selir Agung Haira sudah menemukan jalan tengah. Kaisar juga orang yang pengertian. Kita semua nggak akan celaka!"

Kemudian, Kirana melihat Andini. Sementara itu, Andini yang dari tadi menunduk bisa merasakan pandangan Kirana. Dia juga melihat Kirana.

Namun, Kirana seperti takut menghadapi Andini. Dia langsung mengalihkan pandangannya. Hanya saja, Andini tahu Kirana merasa bersalah. Dia mempunyai firasat buruk jalan tengah yang dipikirkan Haira berhubungan dengannya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1307

    Dia akhirnya menurunkan kelopak matanya perlahan. Bulu mata yang tebal memunculkan dua bayangan berat di atas wajahnya yang pucat.Seolah-olah seluruh tenaganya tersedot habis, Rangga tenggelam di sandaran kursi yang dingin. Seluruh dirinya seperti sedikit demi sedikit ditelan kegelapan tak berwujud, semakin dalam, hingga akhirnya jatuh ke lautan keputusasaan yang sunyi."Pasti ...." Suaranya serak dan lirih, seperti helaan napas yang melayang di udara beku, membawa rasa sesak seakan-akan sedang tenggelam. "Pasti telah terjadi banyak sekali hal, 'kan?"Di luar jendela, cahaya fajar tampak semakin berkilau indah. Namun, dua orang di dalam ruangan itu seperti sejak lama sudah tenggelam ke danau yang begitu dingin dan menusuk tulang.Andini mengerahkan tenaga, mencubit pergelangan tangannya sendiri. Kuku-kukunya menancap dalam ke kulit. Rasa sakit yang tajam itu membuatnya dengan susah payah mendapatkan sedikit kejernihan kembali.Dia menarik napas panjang, menekan rasa sesak di tenggorok

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1306

    Andini mengerutkan alis. Rasa aneh yang muncul di hatinya semakin membesar.Dia menatap Rangga dengan tatapan selidik, dan akhirnya tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Rangga, kenapa kamu ada di sini?"Rangga menarik kembali tangannya, lalu perlahan-lahan menyeret langkah masuk ke ruangan. "Aku nggak tahu."Saat berbicara, dia sudah kembali duduk di kursi itu. Seolah-olah akhirnya tak perlu lagi memaksakan diri, dia mengembuskan napas berat, mengangkat tangan dan menekan pelipisnya yang masih terasa nyeri. Gerakannya membawa sedikit sikap keras kepala dan ketidaksabaran yang hanya dimiliki oleh Rangga saat masih muda.Dia perlahan membuka mulut. Suaranya rendah dan serak, mengandung kebingungan. "Aku hanya ingat kalau aku terluka sangat parah. Seluruh tulangku seperti hancur, rasanya sangat sakit. Setelah itu, semuanya menjadi kacau dan gelap. Aku nggak tahu siang atau malam, nggak tahu berada di mana."Dia terhenti, terengah-engah beberapa kali, seakan-akan sekadar mengingat rasa s

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1305

    "Pangeran adalah orang yang bijaksana!" Agos segera menyangkal, "Hal ini sangat rahasia. Hamba menjaga mulut rapat-rapat, mustahil ada kebocoran. Lagi pula, langkah kaki hamba sangat ringan, bahkan ahli persilatan pun belum tentu bisa menyadarinya. Nona Andini hanya gadis biasa. Bagaimana mungkin dia dapat mengetahuinya?"Ucapan itu justru mengingatkan Ganendra. Keterampilan Agos sudah sangat ia pahami. Teknik meringankan tubuhnya termasuk yang terbaik di Negara Tarbo.Jika dia sengaja menyembunyikan jejak, memang hanya sedikit sekali orang yang mampu mendeteksinya.Kalau begitu, rencana menampilkan kelemahan untuk memperoleh simpati itu, mungkin memang bisa berhasil?Hanya saja, Andini dan Rangga telah tumbuh bersama sejak kecil. Hubungan mereka memang berbeda ....Setitik kepuasan muncul di sudut bibir Ganendra. Benar, bagaimana mungkin tidak berhasil?Dia kehilangan ibunya saat masih kecil, diabaikan oleh ayahnya, bukankah justru dengan penampilan yang rapuh, patuh, dan penuh kesaba

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1304

    Cahaya fajar memancar seperti emas cair ke dalam jendela paviliun, menyeret bayangan panjang di atas lantai yang dingin.Andini berdiri terpaku di tepi pintu. Tatapannya jatuh pada wajah pucat yang bersandar pada kursi bundar itu. Dia nyaris lupa, kapan terakhir kali dia mengingat wajah itu dengan jelas.Seseorang yang pernah menghabiskan lebih dari sepuluh tahun dalam hidupnya, seolah-olah telah lama menghilang diam-diam, pergi tanpa suara, hanya menyisakan seberkas bayangan kabur di sudut ingatannya.Saat ini, cahaya fajar menembus kisi-kisi jendela berukir, menutupi wajahnya yang tanpa warna darah itu dengan lembut tetapi juga kejam. Garis-garis wajah yang terlalu jelas itu entah kenapa membuatnya teringat pada bunga plum yang pernah mekar di Paviliun Persik.Ketika bunga mekar, tetap mampu memukau waktu. Namun, perasaan yang dulu membuat hatinya bergetar dan berdebar itu, kini seperti pasir yang mengalir di sela jari, tak bisa lagi digenggam.Namun ... dia masih hidup. Syukurlah.H

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1303

    Saat berbicara sampai di titik ini, Andini menundukkan kepala dan ternyata meniru gaya Ganendra. "Kali ini, aku datang jauh-jauh ke Negara Tarbo hanya untuk Rangga. Keluarga Gutawa bilang Rangga rada di tangan Pangeran. Pangeran mungkin nggak tahu aku dan Rangga tumbuh bersama sejak kecil, jadi ikatan kami cukup kuat.""Karena aku sudah menjaga Pangeran selama dua malam, aku mohon Pangeran bisa izinkan aku bertemu dengannya ...."Ucapan Andini terdengar sangat tulus, tetapi secara tidak langsung ikut menyeret Keluarga Gutawa ke dalamnya juga.Ganendra mengernyitkan alisnya dan menatap Andini dengan tajam. Dia berusaha melihat menembus topeng yang dipakai Andini, tetapi dia tetap tidak bisa memahami pikiran Andini."Kamu ...."Setelah ragu begitu lama, Ganendra tetap tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak tahu apakah wanita di hadapannya ini sedang berpura-pura atau memang benar-benar hanya mengkhawatirkan Rangga.Andini bukannya mundur saat melihat reaksi Ganendra yang terl

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1302

    Malam yang panjang akhirnya berlalu dan cahaya fajar menyingsing di ufuk timur.Saat perlahan-lahan membuka matanya, hal pertama yang dilihat Ganendra adalah Andini yang duduk di kursi tak jauh dari ranjang sambil membaca buku pengobatan di tangan dengan serius. Cahaya matahari yang lembut menyinari sisi wajah Andini, membuat ekspresi Andini yang anggun terlihat sangat suci. Ternyata Andini benar-benar menjaganya sepanjang malam.Namun, reaksi pertama Ganendra malah tersenyum sinis. Dia tidak mengerti mengapa wanita di dunia ini begitu mudah dipermainkan, segala akting pura-pura lemahnya itu ternyata selalu berhasil.Ganendra menundukkan kepalanya. Saat kembali membuka matanya, tatapannya yang tadinya terlihat mengejek sudah berubah menjadi tatapan lemah dan tak berdaya."Nona Andini ...," panggil Ganendra dengan pelan, seperti sebuah helaan napas yang bergema di dalam ruangan yang sunyi itu.Andini mengangkat kepala dan menatap Ganendra, lalu tersenyum dengan hangat dan lembut. "Pange

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status