Pagi hari, cahaya matahari yang lembut menembus kisi-kisi jendela berpola ukiran, membentuk bayangan yang berpadu indah di lantai kediaman Permasuri. Para selir mengenakan gaun mewah dengan riasan yang sempurna, melangkah masuk ke dalam aula dengan anggun dan tenang.Gaun mereka menjuntai menyentuh lantai, tubuh mereka bergerak luwes, dan wajah mereka tersenyum manis penuh hormat."Kami para selir, memberi hormat kepada Permaisuri. Semoga Permaisuri sehat dan bahagia." Para selir serempak membungkuk memberi hormat. Suara mereka jernih dan merdu, bergema di dalam aula.Permaisuri setengah bersandar di ranjang. Wajahnya tampak pucat dengan mata yang menyiratkan kelelahan. Setelah sebulan pengobatan dengan jarum, racun dalam tubuhnya akhirnya berhasil dinetralisir sepenuhnya.Hanya saja, setelah racun hilang, tubuhnya tampak lemah dan lesu. Sampai ketika menerima salam dari para selir pun terlihat begitu letih. Akhirnya, dia hanya sedikit mengangkat tangan dan berkata, "Bangunlah semuanya
Meskipun mereka berbuat kesalahan, apakah Andini tidak bisa memaafkan ayahnya demi membalas budi karena telah membesarkannya? Apakah hanya setelah dia mati, barulah dia bisa mendengar putrinya memanggil "Ayah" sekali lagi?Andini mengerutkan alis dan menarik napas dalam-dalam, lalu akhirnya berbalik. Dia menatap Kresna yang sudah berlinang air mata, lalu membungkuk memberi hormat dan kemudian berkata, "Sekarang Nyonya Kirana sedang sangat membutuhkan perhatian, mohon Adipati menjaga kesehatan. Andini akan datang lagi lain kali untuk menjenguk."Setelah berkata demikian, dia kembali membungkuk, lalu berbalik dan pergi.Kali ini, Kresna hanya bisa memandang punggung Andini yang menghilang di luar kediaman dan akhirnya tidak mencoba menghentikannya lagi.Sadya akhirnya berkata, "Tuan, jangan terlalu bersedih, Nona pasti akan mengerti suatu hari nanti."Namun tak disangka, Kresna menghapus air matanya dan malah tersenyum. "Kenapa harus bersedih? Barusan dia menyuruhku menjaga kesehatan da
Andini tertegun di tempatnya. Mungkin karena hari ini terlalu banyak kenangan masa lalu yang menyeruak kembali, saat ini dia merasa tidak tega dan tidak sanggup pergi begitu saja.Kemudian, dia mendengar suara Kresna yang terdengar gemetar, "Meski ... meski kamu hanya datang berkunjung, tuan rumah biasanya akan mengundangmu makan bersama. Kamu begitu terburu-buru mau pergi?"Hari ini Andini datang ke kediaman Adipati. Jika dijumlahkan, mungkin kata yang dia ucapkan kepada Kresna dan Kirana tidak sebanyak yang dia katakan kepada tabib. Kresna juga tahu, kedatangannya hari ini mungkin hanya untuk tabib kediaman.Apalagi dia menyadari, di luar sana semua orang membicarakan bahwa Andini adalah murid seorang tabib sakti. Padahal sebenarnya Andini hanya belajar ilmu pengobatan dari tabib kediaman.Kresna sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, bahkan dia merasa senang karenanya. Dia berpikir, selama ini tabib berkata tidak akan meninggalkan kediaman Adipati seumur hidupnya. Jika Andini s
Tabib itu membantu Andini berdiri kembali. "Nggak perlu repot-repot bawa hadiah. Kalau kamu bisa menguasai ilmu pengobatan dengan baik, itulah hadiah terbaik untuk gurumu!"Keduanya saling tersenyum, tetapi Andini segera teringat akan tujuan utamanya. "Oh iya, Guru, hari ini aku datang karena ingin membicarakan tentang Kak Kalingga!"Mendengar itu, tabib mengerutkan kening. "Ada apa? Penyakit di kakinya kambuh lagi?""Nggak juga," jawab Andini dengan dahi berkerut. "Tapi tadi malam aku mendapati kedua tangannya dingin sekali, nggak seperti orang pada umumnya. Tapi saat kuperiksa nadinya, nggak ada kejanggalan yang bisa dideteksi. Aku khawatir mungkin racun dalam tubuhnya belum sepenuhnya bersih."Ekspresi tabib pun ikut menjadi serius. "Kalau nadinya nggak menunjukkan gejala apa pun, aku juga sulit menarik kesimpulan."Andini berpikir sejenak, lalu berkata, "Ya, memang nadinya mirip seperti orang sehat, tapi entah kenapa tetap terasa agak berbeda." Namun, apa tepatnya yang berbeda, And
Andini berlari kecil sepanjang jalan. Setelah berlari cukup jauh dari Paviliun Persik, dia baru menghentikan langkahnya. Dia terengah-engah, entah karena lelah atau karena ingin mengusir perasaan aneh yang menyesakkan dadanya.Laras yang bersusah payah menyusulnya juga ikut terengah-engah, tapi dia tetap mengkhawatirkan Andini. "Nona, Anda baik-baik saja?"Andini berdiri tegak, menarik napas dalam-dalam, lalu memaksakan senyum kaku. "Aku baik-baik saja." Kalau bisa, sebaiknya jangan mengunjungi kediaman ini lagi.Setelah menenangkan diri, Andini pun melangkah menuju kediaman tabib keluarga. Tujuan utamanya kali ini adalah menemui tabib untuk menanyakan kondisi Kalingga, tidak boleh diganggu oleh perasaan-perasaan kacau tadi.Sekitar setengah jam kemudian, Andini akhirnya sampai di halaman rumah tabib keluarga. Halaman itu tidak besar, hanya terdiri dari dua atau tiga bangunan.Begitu memasuki pintu, dia mencium bau samar kotak obat. Kemudian, dia melihat beberapa rak kayu di halaman ya
Setiap kali dia selalu berhasil menangkap beberapa ekor ikan.Pernah suatu kali, dia menangkap seekor ikan yang panjangnya bahkan melebihi lengannya. Ikan itu meronta hebat, tubuh kecilnya tentu tidak sanggup menahannya. Ikan itu menampar wajahnya beberapa kali dengan ekornya sebelum akhirnya melompat kembali ke sungai.Dia hanya bisa menangis meraung-raung dan terus menangis hingga pulang ke kediaman Adipati.Akhirnya, Adipati Kresna berkata akan membalas dendam untuknya dengan gaya sok serius. Dua jam kemudian, dia kembali dalam keadaan sekujur tubuh basah kuyup, sambil membawa seekor ikan besar di tangannya.Saat kecil, Andini mana tahu. Dia hanya menganggap ayahnya luar biasa hebat. Namun setelah dipikir-pikir, ikan yang terlepas ke sungai itu mana mungkin bisa ditangkap lagi? Pasti Kresna hanya membeli seekor ikan, lalu sengaja membasahi diri sebelum kembali.Semua itu hanya untuk menghibur putri kecil kesayangan mereka. Dulu, dia memanglah putri kecil kesayangan mereka.Melihat A