Share

Bab 11

Penulis: Zaina Aulia
Ucapan Andini membuat Abimana tersentak. Dia membayangkan Andini bergerak-gerak di kolam dan sekelompok pelayan istana mentertawakannya.

Hati Abimana terasa sakit. Dia hendak bicara, tetapi suaranya tercekat. Setelah pintu rumah Andini tertutup, Abimana baru tersadar.

"Nona Dianti," panggil Ratih seraya menangis. Suara tangisannya membuat orang makin gusar.

Dianti memelototi Ratih sambil menegur, "Jangan menangis lagi! Cepat panggil tabib kediaman!"

Ratih baru tersadar. Dia buru-buru memanggil tabib. Abimana membawa Dianti kembali ke Paviliun Persik. Tabib kediaman datang bersama Kirana.

Saat tabib kediaman memeriksa Dianti, Kirana menarik Abimana ke luar dan berucap, "Ada apa? Kenapa adikmu tiba-tiba jatuh ke dalam kolam? Apa Andin ...."

Abimana menyergah sambil mengernyit, "Bu! Andin yang menyelamatkan Dian!"

Kemudian, Abimana yang teringat sesuatu melihat Ratih dan berujar, "Kamu kemari dulu."

Wajah Ratih membengkak. Sudah jelas Laras menampar Ratih dengan kuat. Ratih langsung berlutut, sepertinya dia sengaja menunjukkan wajahnya yang bengkak kepada Kirana.

Kirana bertanya dengan ekspresi terkejut, "Kenapa wajahmu bengkak?"

Ratih tidak menjawab. Dia melihat Abimana dengan gugup. Sementara itu, Abimana mengamati Ratih, lalu bertanya, "Kamu punya masalah dengan Andin?"

Ratih segera menggeleng dan menyahut, "Nggak. Mana mungkin hamba punya masalah dengan Nona Andini?"

"Kalau nggak, kenapa kamu terus memfitnahnya?" tanya Abimana dengan dingin.

Tadi, Abimana terbawa emosi saat berada di Paviliun Ayana. Namun, dia tahu Andini tidak mungkin mendorong Dianti. Andini juga tidak bodoh, mana mungkin dia mencelakai Dianti di tempat tinggalnya sendiri?

Ratih baru masuk ke Paviliun Ayana bersama Abimana. Kala itu, Andini dan Dianti sudah keluar dari kolam. Akan tetapi, Ratih malah menuduh Andini dengan yakin.

Abimana teringat Ratih juga begitu yakin 3 tahun yang lalu. Dia bergidik. Ratih merasakan aura Abimana yang dingin. Dia tahu dirinya akan dihabisi jika salah bicara.

Ratih memutar otaknya. Akhirnya, dia menemukan alasan. Ratih segera menjelaskan, "Hamba hanya terlalu mengkhawatirkan Nona Dianti. Hamba takut Nona Dianti ditindas, hamba melakukannya demi Nona Dianti."

Abimana mencibir, lalu menimpali, "Kamu melakukannya demi Dianti? Apa Dianti yang menyuruhmu berbuat seperti itu?"

"Bukan!" seru Ratih seraya menggeleng. Namun, dia tidak berani mengatakan apa pun lagi. Ratih mengira Abimana bisa mengasihaninya setelah mendengar alasannya. Siapa sangka, sekarang dia malah membuat Dianti terlibat.

Tiba-tiba, terdengar suara Dianti. "Ratih ...."

Suara Dianti yang lemah membuat hati semua orang luluh. Abimana mengernyit. Amarahnya mereda sesudah mendengar suara Dianti.

Abimana memperingatkan Ratih dengan tatapan dingin, "Kalau hal seperti ini terulang lagi, aku langsung potong lidahmu sebelum Laras bertindak! Cepat layani Dianti!"

"Iya," sahut Ratih. Dia bergegas bangkit dan masuk ke kamar.

Kirana baru mengembuskan napas lega. Dia melihat Abimana seraya menegur, "Kenapa kamu menuduhmu adikmu? Masa kamu nggak tahu sifat Dian?"

Abimana memandang Kirana, lalu bertanya dengan ekspresi kecewa, "Bu, kamu tahu Andin bisa berenang?"

Tentu saja Kirana tidak tahu. Dia tertegun sejenak sebelum menanggapi, "Bukannya dulu Andini nggak bisa berenang?"

Dulu Andini memang tidak bisa berenang, tetapi sekelompok pelayan istana melemparnya ke kolam. Mereka juga mengancam Andini dengan tongkat untuk melarangnya naik. Saat itu, Andini pasti sangat putus asa. Namun, Abimana tidak melindungi Andini.

Abimana tidak berbicara lagi. Dia langsung pergi. Kirana berteriak, "Kamu mau pergi ke mana?"

"Masuk ke istana," sahut Abimana dengan ketus.

Kirana yang merasa gugup memanggil seorang pelayan senior, "Cepat kirim surat kepada Selir Agung Haira!"

"Siap!" ucap pelayan senior.

Tak lama kemudian, Abimana sampai di penatu istana. Dia menendang pintu masuknya dan melihat sekelompok pelayan menarik seorang pelayan yang kurus ke kolam. Sudah jelas mereka hendak melempar pelayan itu ke dalam kolam.

Hati Abimana terasa sakit saat melihat kejadian ini. Dia membayangkan pelayan kurus itu adalah Andini 3 tahun yang lalu. Apa dulu mereka juga menindas Andini seperti ini?

Salah satu pelayan senior mengenali Abimana. Dia langsung memberi hormat dan berkata, "Salam, Tuan Abimana. Kenapa Tuan Abimana datang ke sini?"

Abimana mengabaikan pelayan senior itu dan menghampiri sekelompok pelayan yang sedang berlutut. Dia langsung menyeret salah satu pelayan dan melemparnya ke dalam kolam.

Semuanya terjadi begitu mendadak. Saat mendengar teriakan 2 pelayan, pelayan senior baru bertanya, "Aduh, apa yang Tuan Abimana lakukan?"

Kemudian, Abimana juga melempar pelayan senior itu ke dalam kolam. Dia tidak berbicara, lalu lanjut melempar semua pelayan itu.

Beberapa pelayan yang dilempar terlebih dahulu hendak keluar dari kolam, tetapi Abimana memukul mereka dengan tongkat.

Abimana mempelajari bela diri sejak kecil sehingga tenaganya sangat kuat. Salah satu pelayan merasa kakinya hampir patah. Dia berteriak kesakitan, lalu pingsan.

Pelayan lain tidak berani bergerak lagi. Mereka hanya berdiri di kolam dengan tubuh yang basah kuyup. Para pelayan itu juga tidak berani menangis terlalu kuat karena takut dipukul Abimana.

Mereka terlihat kasihan, tetapi apa Andini tidak kasihan? Dulu, sewaktu Andini menangis di kolam, apa mereka melepaskan Andini?

Amarah Abimana memuncak. Para pelayan tidak berani meminta ampun. Hanya pelayan senior yang statusnya paling tinggi berani membujuk, "Tuan Abimana, hamba tahu Anda pasti membalas dendam untuk Nona Andini. Tapi, kami bekerja untuk Kaisar. Kalau Kaisar tahu Tuan Abimana ...."

Abimana mengayunkan tongkatnya dan hampir menghantam wajah pelayan senior itu. Dia mencibir, lalu bertanya dengan tatapan dingin, "Apa kamu mau mengancamku dengan Kaisar?"

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang lembut. "Abimana, kamu berani sekali. Apa sekarang kamu nggak takut Kaisar lagi?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 706

    Muntah darah dengan tiga tusukan? Permaisuri mengerutkan kening, tatapannya memancarkan hawa dingin. "Kalau nggak muntah darah?"Andini menjawab dengan tegas, "Itu artinya saya telah mengganggu Permaisuri. Permaisuri boleh menghukum saya!"Melihat Andini begitu yakin, akhirnya Permaisuri mengangguk setuju. Namun, dia tidak langsung mempersilakan Andini menusukkan jarum, melainkan menyuruh seseorang ke balai kesehatan kekaisaran untuk memanggil Harafah.Harafah mengira Andini telah melakukan kesalahan, sehingga dia datang dengan hati-hati. Selesai memberi hormat kepada Permaisuri, dia segera berkata, "Permaisuri, meskipun Andini sudah menjadi tabib, dia baru mengikuti saya kurang lebih sebulan.""Kalau ada kesalahan, mohon Permaisuri mengingat kerja kerasku selama bertahun-tahun ini dan mengampuni Andini kali ini."Sebagai pemimpin di balai kesehatan kekaisaran, Harafah adalah tabib terbaik di istana. Dulu saat Permaisuri tiba-tiba terserang penyakit batuk, Harafah berjaga tanpa tidur s

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 705

    Maksud tersembunyi dari ucapan itu jelas, Andini memang sudah tahu sejak awal bahwa siklus menstruasi Permaisuri tidak teratur.Tak disangka, Andini melanjutkan, "Selain dari siklus yang nggak teratur, Permaisuri seharusnya juga sering mengalami nyeri di perut. Dalam beberapa bulan terakhir, rasa sakit itu semakin parah. Darah menstruasi pun sedikit, berwarna gelap, biasanya berlangsung putus-putus hingga setengah bulan lamanya."Mendengar ini, Permaisuri terdiam. Meskipun balai kesehatan kekaisaran memiliki catatan tentang siklus menstruasi para wanita di istana, tidak mungkin mereka mencatatnya sedetail itu.Apa yang diucapkan Andini terlalu tepat dan detail untuk dianggap hanya dugaan atau informasi dari luar.Wajah Permaisuri langsung berubah muram. Melihat raut wajah ibunya seperti itu, Safira segera menyadari sesuatu. Dia mengerutkan kening sedikit, lalu menatap Andini. "Apa lagi yang kamu ketahui?"Andini berpikir sejenak, lalu berkata, "Belakangan ini, Permaisuri mungkin sulit

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 704

    Begitu kalimat itu terucap, Permaisuri dan Putri sama-sama terkejut.Yang pertama bereaksi adalah Safira. Dia segera menegur dengan suara rendah, "Andini, jangan karena aku pernah membelamu beberapa kali, kamu berani bicara seenaknya! Ibuku adalah orang yang paling sehat di istana. Selama bertahun-tahun, ibuku hanya pernah sakit satu kali. Itu pun setahun yang lalu. Mana mungkin ibuku keracunan?"Andini juga merasa panik. Siapa sangka, dia yang tadinya hanya ingin memeriksa nadi Permaisuri sebagai bagian dari perawatan untuk Safira, justru menemukan sesuatu sebesar ini!Tadi dia sempat ragu, apakah harus mengatakannya atau tidak. Bagaimanapun, Permaisuri adalah ibu kandung Safira. Jika benar Permaisuri keracunan dan kehilangan nyawa, Safira akan kehilangan pendukung terbesarnya.Namun, sebagai tabib, dia tidak bisa berpura-pura bodoh saat melihat bahaya di depan mata. Terlebih lagi, jika dia bisa mendapatkan kepercayaan Permaisuri, mungkin suatu hari nanti dia bisa menjadi senjatanya.

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 703

    Usai mengatakan itu, Permaisuri melanjutkan dengan nada penuh makna, "Tapi, orang lain belum tentu nggak punya niat jahat."Andini langsung berpikir, orang lain yang dimaksud dalam ruangan ini jelas-jelas adalah dirinya!Sayangnya, dia belum cukup nekat untuk menentang Permaisuri. Saat ini, dia hanya fokus untuk menghadapi Safira saja. Makanya, dia memilih diam.Tak disangka, Safira malah menatap Andini dengan ekspresi menyalahkan. "Andini, kenapa kamu diam saja?"Bukankah saat seperti ini seharusnya buru-buru berlutut dan menyatakan kesetiaan?Andini hanya menatap Safira dengan wajah polos. "Saya harus mengatakan apa?"Safira tertegun. Permaisuri secara terang-terangan menuduh Andini punya niat jahat, tetapi dia malah bertindak seolah-olah tak mengerti? Bodoh sekali!Namun, Safira tidak melanjutkan, hanya melirik ke arah Permaisuri. Barulah Permaisuri menatap Andini. Suaranya penuh tekanan saat berbicara."Seluruh istana bilang kamu murid seorang tabib sakti dan memiliki kemampuan med

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 702

    Mungkin karena Andini terlalu larut dalam pikirannya, tangannya pun terhenti cukup lama.Menyadari keanehan itu, Rangga pun bertanya, "Kamu sedang memikirkan apa?"Barulah Andini kembali tersadar. Dia menggeleng pelan. "Nggak ada apa-apa."Rangga mengambil pakaian di sampingnya dan mengenakannya. Setelah itu, dia menatap Andini dan berkata, "Urusan kakakku, biar aku yang tangani. Kamu nggak perlu ikut campur. Putri Safira bukan orang yang bisa kamu lawan."Andini tahu ucapan Rangga itu adalah bentuk perhatian. Namun, Rangga tidak tahu bahwa di dalam hatinya, dia sudah menyimpan niat untuk melawan Safira.Seperti yang tertulis dalam kitab strategi militer, cara terbaik menghadapi musuh adalah dengan menyerangnya. Ketika mundur tak lagi bisa melindungi diri sendiri, menyerang justru menjadi pertahanan terbaik!Karena itu, Andini hanya menunduk tanpa memberikan jawaban. Mungkin karena belasan tahun bersama, Rangga cukup memahaminya.Melihat Andini diam seperti itu, Rangga menyipitkan mata

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 701

    Andini menekan kekalutan dalam hatinya, lalu melangkah maju.Rangga sudah duduk tegak. Di balik wajah tenangnya, tampak sedikit ketidaksabaran yang ditahan.Andini pura-pura tidak melihatnya, lalu mengulurkan tangan untuk membuka perban di tubuh Rangga.Namun, tubuh pria itu terlalu besar. Saat perban di punggung hendak dibuka, Andini pun terpaksa mendekat ke arahnya. Dari kejauhan, dia tampak seperti sedang memeluk Rangga.Andini menahan napas, berusaha agar tidak menyentuh kulit pria itu. Rangga jelas menyadari penolakan halus itu. Tebersit kekecewaan di wajahnya.Begitu perban dilepas, luka mengerikan di dada Rangga pun terlihat jelas di depan mata Andini. Andini tak bisa menahan reaksinya. Dia refleks menarik napas dalam-dalam.Melihat itu, Rangga buru-buru berkata, "Sudah nggak sakit lagi."Andini tertegun. Dia tidak merasa kasihan, kenapa pria ini malah buru-buru menenangkannya?Namun, dia tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengambil obat luka dan mulai mengoleskannya dengan teliti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status