LOGINAndini berpikir bahwa Bilal mungkin hendak membawanya ke Paviliun Pustaka, jadi dia langsung menyahut dan buru-buru keluar dari kamar.Bilal sudah menunggunya tidak jauh dari sana. Begitu melihat Andini mendekat, dia pun memimpin jalan menuju ke dalam lembah.Lembah Raja Obat memang tersembunyi di antara pegunungan. Setiap perbatasan antara satu gunung dengan gunung lainnya pun sangat terjal.Paviliun Pustaka itu terletak di antara dua gunung di sisi barat. Tak heran selama lebih dari sepuluh hari berada di Lembah Raja Obat, Andini sama sekali belum menemukan tempat ini.Andini sama sekali tidak menyangka Paviliun Pustaka ternyata begitu megah dan luas. Ketika mendongak, tebing setinggi ribuan meter itu tampak seperti dibelah paksa hingga membentuk celah besar yang menyeramkan.Sembilan atap melengkung dan menjulang seperti cakar baja hitam, menembus keluar dari dinding batu gunung.Di sisi kiri tebing, terdapat tangga yang dipahat langsung dari batu karang. Lebarnya tak lebih dari sat
Andini menaikkan alis. "Di Paviliun Pustaka ada cara untuk menetralisasi racun itu?""Tentu saja ada," jawab Bilal."Kamu nggak sedang menipuku, 'kan?" tanya Andini lagi.Bilal langsung mengerutkan alis. "Apa aku tampak seperti orang yang suka berbohong?"Bagaimanapun, dia memang tidak pernah mengatakan secara jelas bahwa di ruang bacanya ada cara menyembuhkan racun itu.Andini hanya menggeleng pelan, tampak tak berdaya, lalu kembali bertanya, "Kalau ternyata di Paviliun Pustaka nggak ada cara untuk menetralisasi racun itu, bagaimana?"Bilal menepuk dadanya dan menjawab dengan lantang, "Kalau begitu, kepalaku ini boleh kamu penggal dan dijadikan bangku untuk duduk!"Andini terdiam, tidak tahu harus bagaimana menanggapi. Dia lalu menyobek sepotong roti kering dan memasukkannya ke mulut sambil bergumam, "Yang kamu kasih cuma hal-hal yang nggak berguna."Mendengar itu, Bilal hampir saja melompat karena marah. "Dasar gadis kurang ajar! Apa katamu barusan?"Andini terkekeh-kekeh. "Aku nggak
Cahaya bulan menembus celah dedaunan yang lebat, menebarkan kilau yang berpendar di tanah.Andini menunjuk ke arah kabut beracun di kejauhan dan berkata, "Kabut itu beracun, tapi singa suci bisa hidup di dalamnya sepanjang tahun. Aku pikir itu bukan karena mereka menyukai kabut itu, tapi karena mereka nggak punya tempat lain untuk ditinggali.""Lalu aku perhatikan, di Gunung Kinul ini buah berma tumbuh di mana-mana. Hanya di tempat yang diselimuti kabut beracun saja nggak ada. Jadi aku berpikir, mungkin buah itu ada gunanya. Aku pun memetik beberapa dan mencobanya.""Mencoba?" Bilal menatap Andini dengan mata membelalak. "Bagaimana kalau ternyata nggak berhasil?"Bagaimana kalau singa suci itu sama sekali tidak takut dengan buah itu?Andini hanya tersenyum. "Tapi nyatanya berhasil, 'kan?"Bilal terdiam, tak bisa membantah. Dia hanya menggeleng, dalam hati merasa bahwa watak Andini benar-benar mirip dengan Wulan. Nekat, keras kepala, tetapi juga cerdas.Saat dia masih berpikir, Andini t
Di sisi lain, Bilal sedang berhadapan dengan tiga ekor singa suci yang setiap saat bisa kembali menyerang. Situasinya benar-benar tidak berdaya.Bukan berarti dia belum pernah masuk ke Gunung Kinul atau belum pernah bertemu dengan makhluk buas itu, tetapi sebelumnya setiap kali dia dan Bahlil datang ke sana, mereka paling-paling hanya akan bertemu dengan singa jantan itu. Siapa sangka ternyata masih ada dua ekor singa betina!Dia sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk mengantar Bahlil keluar dari tempat itu. Namun, kini ketiga singa suci itu tampak sangat membencinya. Serangan mereka bergantian, cepat dan mematikan, seolah-olah ingin menguras habis sisa tenaganya hingga tewas di tempat.Waktu berlalu perlahan. Senja mulai turun dan kabut beracun pekat menggulung di antara pepohonan, seperti selembar kain hitam tebal yang menutupi seluruh hutan, membawa keheningan yang mencekam.Andini menggenggam erat buntalan di pelukannya sambil berjalan mengikuti arah yang ditunjukkan peta. Daun-dau
Pada bagian jubah yang robek, tampak bekas cakaran yang mengerikan terbentang miring dari bahu hingga ke pinggang. Kulit dan dagingnya sobek dan berwarna ungu kehitaman. Sangat aneh. Jelas sekali, itu menunjukkan bahwa dia terkena racun yang sangat kuat.Seseorang mengenali bekas luka itu dan berseru, "Jangan-jangan Tuan Bahlil bertemu singa suci?""Singa suci?" Andini tidak mengerti. Banyak hal di Lembah Raja Obat yang benar-benar baru baginya dan belum pernah dia lihat maupun dengar sebelumnya.Seorang pelayan menjelaskan, "Singa suci adalah seekor singa yang hidup di Gunung Kinul. Karena tinggal bertahun-tahun di tempat yang penuh dengan kabut beracun, tubuhnya teracuni oleh racun itu, bahkan cakarnya pun mengandung racun mematikan!"Orang lain menambahkan, "Rumput yang digenggam Tuan Bahlil itu ... bukankah itu rumput mistis? Kalau begitu, mereka pasti telah memasuki wilayah yang dijaga oleh singa suci itu.""Hanya Tuan Bahlil yang berhasil kembali .... Jangan-jangan Kepala Lembah
Setelah berendam sebentar, Andini merasa rasa sakit yang tadinya tersembunyi di dalam aliran darahnya telah benar-benar menghilang.Ketika keluar dari mata air itu, tubuhnya terasa luar biasa nyaman, seolah-olah seluruh jalur meridiannya telah terbuka.Dia sama sekali tidak merasakan ketidaknyamanan akibat racun yang kambuh. Sebaliknya, tubuhnya terasa lebih ringan dibandingkan sebelum racun itu menyerang.Andini tak bisa menahan diri untuk berpikir, kalau seorang ahli bela diri berendam di mata air ini, apakah kekuatan dalamnya juga akan meningkat pesat?Mungkin keahlian bela diri Bilal yang begitu luar biasa juga ada hubungannya dengan mata air berkhasiat ini.Harta berharga akan mendatangkan bencana. Lebih baik dunia luar tidak tahu tentang mata air obat ini.Setelah kembali ke tempat tinggalnya, Andini berdandan di depan cermin. Saat menyisir rambutnya, dia tanpa sengaja menyadari bahwa luka di lengannya telah memudar cukup banyak.Bukan hanya lebih samar dibanding dulu, tetapi bah







