Share

Putri Rahasia Sang Idola
Putri Rahasia Sang Idola
Author: Dita Safitri

Becoming A Dad

Dia Elden Clay. Laki-laki yang sekarang sedang duduk di bawah payung besar dengan kacamata hitam yang bertengger sempurna di batang hidungnya yang tinggi. Di saat semua staf tengah berjuang melawan teriknya matahari di lokasi shooting itu, El malah dengan nyaman berselonjor, meluruskan kakinya yang panjang di atas kursi santai.

            “Air,” perintahnya sambil menyilangkan kedua tangan di atas dada. Poni pirangnya bergerak-gerak ditiup angin. Tak sampai satu menit, sebotol air mineral muncul begitu saja di depan wajahnya. El menggerak-gerakkan telunjuk di depan wajah penata rias yang menyodorkan botol itu. Gadis muda itu nyengir, paham kalau air yang dimaksud oleh El bukan sekedar air bening biasa.

            “Mas Elden mau minum apa? Jus?” tanyanya pelan.

            El yang sejak tadi memasang wajah tanpa minat segera duduk, menegakkan punggung, kemudian melepas kacamata hitamnya. “Harlan nggak bilang sama lo kalau gue nggak minum air mineral dalam botol plastik?”

            Gadis itu tampak kebingungan beberapa saat. Sebelum El mengatakan hal lain yang mungkin akan membuatnya dipecat, seorang pria berambut hitam dengan kemeja pas badan yang sangat rapi muncul menyelamatkannya. Harlan Aditya.

            Harlan menarik tangan El dan meletakkan botol kaca yang masih berembun dalam genggaman El sambil memberi isyarat pada gadis yang baru saja menarik napas lega itu.

            “Mau sok jadi pahlawan sampai kapan?” El mencibir sambil mulai meneguk air itu dengan gaya yang sengaja dibuat-buat. Mungkin di mata para penggemarnya, adegan minum air yang baru saja dilakukan El terlihat seperti salah satu scene iklan minuman yang dibintangi El.

           

Elden mendongak, menempelkan ujung botol itu ke bibirnya yang kemerahan. Menuang isinya perlahan dan menenggaknya satu-satu. Jakunnya bergerak-gerak dan tetesan air itu sedikit tumpah melalui ujung bibirnya. Mengalir membasahi dagu hingga lehernya….

            Tapi tidak bagi Harlan.

            “Elden Clay.” Harlan menatap El serius.

            Menyadari ada nada lain dalam panggilan Harlan, El segera menghentikan aksinya. Selama delapan tahun, Harlan hanya memanggil El dengan nama lengkap kalau ... “Ada sesuatu yang urgent?”

            Harlan menarik napas berat dan mengangguk.

            El berdecak. “Shooting tambahan?”

            Harlan menggeleng.

            “Lalu? Gosip lagi?”

            “Bukan, El.”

            El kelihatan mulai jengah dengan aksi tebak-tebakan yang dibuat Harlan. Ia hampir saja memukulkan botol kaca yang ada di tangannya ke kepala manajernya itu. “Jadi apa?!”

            “Barusan ada telepon dari Pak Hadian Munir.”

            Alis El bertaut. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia mendengar nama Hadian Munir. Pria bertubuh gemuk itu adalah pengacara yang ditunjuk oleh Rumah Cinta sebagai perwakilan mereka. Ini pasti karena perjanjian itu. Perjanjian yang dibuat El belasan tahun lalu sebelum El meninggalkan Rumah Cinta. Perjanjian yang harus ditandatangani oleh setiap penghuni Rumah Cinta untuk ditepati suatu saat nanti.

            “Maksud  lo....”       

            Harlan mengangguk mantap dan itu terlihat sedikit menakutkan bagi El. Ini bukan masalah uang atau apa. Ini tentang tanggung jawab yang akan ia pikul di masa depan setelah ia menerimanya. “Waktunya sudah tiba untuk kamu, El. Sekarang giliran kamu yang merawat mereka.”

            “Mereka?”

            “Ah, maksudku dia.” Harlan meralat ucapannya sendiri.

            “Dia?”

            “Ya. Namanya Abigail. Perempuan. Limabelas tahun. Mulai besok dia akan tinggal dengan kamu. Di apartemenmu. Berbagi meja makan, kamar mandi, dan ruang televisi dengan kamu....”

            El memundurkan tubuh sampai kepalanya membentur sandaran kursi yang ia duduki. Apa yang dikatakan Harlan barusan seperti dialog dalam film horor yang pernah dibintanginya. Diiringi suara menggema dengan efek musik yang mencekam. Dan, sekarang itu berputar-putar persis di dalam kepala El. “B-b-besok?!”

Harlan menarik napas panjang. “Selamat, El. Kamu sudah menjadi ayah,” katanya sambil menepuk pundak El pelan dan tersenyum sumringah.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status