Holla, Mi Amor.
Ah, aku senang banget tiap nulis every single chapter of this novel karena antusias kalian besar banget dan itu bikin aku termotivasi.Tapi, sedikit jadi beban juga takut hasilnya tidak seindah ekspektasi kalian.Tapi lagi, aku berusaha sebaik dan semampuku.Selamat membaca.
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE bintang kecil di pojok kiri bawah layar ponsel kalian.Follow Author dan share this Story.
Chapter 1
Dinner
"Bagaimana bulan madu kalian?" tanya Beck karena Nick baru kembali dari berbulan madu bersama istrinya selama satu bulan.
Nick terkekeh. "Sebenarnya aku enggan kembali ke sini jika saja Vanilla tidak merengek merindukan Xaviera."
Bahu Beck bergerak karena tawa pelan. "Dan mamaku."
"Tepat," ujar Nick.
Vanilla Knight, istrinya dianggap putri oleh orang tua Beck sehingga wajar jika saat jauh dari Barcelona, istrinya tidak hanya merindukan ibu kandungnya, tetapi juga merindukan Lucy, ibu Beck.
"Tentang ibumu, aku sangat menyesal dan turut berduka cita." Lambat-lambat Beck mengucapkan kalimatnya karena Clara, ibu Nick dikabarkan meninggal dunia.
Ekspresi wajah Nick seketika berubah, ia tersenyum hambar. "Lupakanlah." Ia melangkah seraya berucap, "ayo, Vanilla menunggu kita."
Beck mengiringi langkah kaki Nick, matanya mengamati rumah yang menjadi tempat tinggal sahabatnya dengan sorot mata kagum. Meski mereka bersahabat cukup lama nyatanya dulu saat duduk di bangku sekolah menengah atas, mereka lebih sering menghabiskan waktu di lapangan basket atau di rumahnya. Tetapi, bukan berarti Beck belum pernah mengunjungi rumah Nick. Meski bukan pertama kali, nyatanya ia tetap tidak bisa untuk tidak mengagumi kemewahan tempat itu.
Mereka memasuki ruang makan di mana Vanilla sedang menata hidangan di atas meja. Vanilla sengaja mengundang Beck dan Charlotte untuk makan malam di rumah mereka, tetapi sayangnya Charlotte tidak bisa datang karena mendadak ada urusan keluarga.
"Beck," sapa Vanilla West, istri Nicholas Knight diiringi senyum lebar. "Senang melihatmu lagi."
Beck mendekati Vanilla, merengkuh pundak Vanilla, dan memberikan kecupan di pipi kanan dan kiri wanita itu. "Bagaimana kabarmu?"
"Seperti yang kau lihat," ujar Vanilla dengan wajah berseri-seri.
"Beck, mundur tiga langkah atau persahabatan kita berakhir," ujar Nick, alisnya berkerut dalam, dan tatapan matanya sama sekali tidak ramah.
Beck terkekeh sembari mundur satu langkah dari Vanilla. "Lihat suamimu."
Vanilla mengedikkan kedua bahunya sembari menyeringai. "Jangan hiraukan dia," ujarnya sembari menatap Nick dengan lembut. "Kalian duduklah, hidangan telah siap."
"Kau membuat seluruh hidangan ini?" tanya Beck, ia menarik salah satu kursi.
"Istriku memiliki tangan ajaib." Nick sangat serius membanggakan istrinya. Ia mendekati Vanilla, melingkarkan lengannya di pinggang Vanilla yang mulai semakin berisi karena sedang berbadan dua.
Beck tersenyum, Vanilla di masa lalu berusaha untuknya. Tetapi, ceritanya berbeda. Ia terlalu bodoh menolak Vanilla dan sekarang sahabatnya menjadi pria yang mendapatkan keberuntungan.
"Aku tidak sabar untuk menikmati semua ini," ujar Beck seraya duduk dan menatap seluruh hidangan yang telah tersaji di atas meja.
Seluruh hidangan ditata dengan sangat baik dan menarik, seolah koki profesional yang melakukannya. Sejujurnya Beck nyaris tidak percaya jika semua itu Vanilla yang melakukannya dan terbersit perasaan iri, juga cemburu terhadap Nick karena seharusnya dirinya yang berada di posisi itu sekarang jika bukan karena kebodohannya.
"Sayang sekali Charlotte tidak bisa datang." Nick menjauhkan lengannya dari pinggang Vanilla lalu mengambil pembuka botol, ia mengambil alih botol wine di tangan Vanilla lalu membukanya. Perlahan-lahan ia menuangkan wine ke dalam dua gelas.
Vanilla meletakkan satu gelas berisi wine di depan Beck, Nick menarik kursi untuk dirinya dan Vanilla.
"Terima kasih," ucap Beck. "Aku berencana melamar Charlotte secara resmi dalam waktu dekat."
Sebenarnya Beck pernah melamar Charlotte, kekasihnya saat mereka kembali dari pesta pernikahan Vanilla dan Nick. Saat itu Charlotte memang tidak menolak. Tetapi, ia meminta waktu untuk menikmati masa pacaran mereka yang bisa dibilang baru saja dimulai.
"Berita bagus." Vanilla duduk disusul oleh Nick. "Kapan acaranya?"
Beck mengerutkan keningnya, ia menatap Nick. "Di mana kau melamar Vanilla?"
Nick meraih telapak tangan Vanilla dan menghadiahkan kecupan kecil di jemari tangan istrinya. "Aku melingkarkan cincin di jarinya saat ia tertidur."
Vanilla menggigit bibirnya, kulit pipinya memerah mengingat momen di mana ia baru saja kehilangan kesuciannya dan saat ia membuka mata, sebuah cincin telah melingkarkan di jarinya. Itu tidak mirip lamaran melainkan pemaksaan yang manis, Nick membungkus tubuh Vanilla yang telanjang menggunakan selimut dan membawa menaiki pesawat menuju Los Angeles.
"Aku tidak menyangka jika Nick melamarku dengan cara seperti itu, itu sangat mendadak."
Mereka bertiga mulai menyantap makan malam disertai obrolan ringan seputar masa sekolah menengah atas serta obrolan-obrolan ringan lain hingga seluruh hidangan di atas meja habis tidak bersisa.
"Jika begini caranya, sepertinya aku akan sering datang ke sini untuk menikmati masakan Vanilla," ujar Beck bercanda.
Vanilla menyeringai. "Datanglah kapan saja kau mau."
"Tidak," potong Nick tidak terima. "Istriku bukan juru masakmu."
Beck mencebik. "Aku akan membantu membersihkan piring sebagai imbalannya."
"Rumah kami tidak kekurangan pelayanan," ujar Nick malas.
"Di mana mereka? Aku tidak melihatnya."
Nick menaikkan kedua alisnya. "Mereka hanya datang jika kami memanggil."
"Kalau begitu sebaiknya aku kembali saja," ujar Beck seraya memundurkan kursi lalu bangkit dari duduknya. "Vanilla, jaga dirimu baik-baik dan jika Playboy ini macam-macam jangan sungkan untuk mengadukannya padaku."
Vanilla bangkit dari duduknya dibantu oleh Nick. "Dia tidak akan berani macam-macam," ujarnya seraya menatap suaminya yang tampan.
"Ya, kuharap dia telah bertobat dengan sungguh-sungguh." Beck memang sengaja mengejek Nick. "Terima kasih atas jamuannya, dan aku serius, aku ingin diundang makan malam lagi di sini," ujarnya bercanda.
Nick meraih pinggang istrinya. "Kami akan mengundang Charlotte, kau boleh datang bersamanya.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan ulasan.
Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.
Chapter 2TragedyGetar dan suara ponsel di atas nakas membuat Lexy membuka matanya lalu menggeser tubuhnya, berusaha untuk menjangkau benda yang suaranya cukup mengganggu gendang telinganya. Ia menatap layar ponselnya, membaca nama pemanggil yang tertera di sana, ekspresi malas seketika terlihat jelas di wajah tampannya."Ya, Amor," ucapnya setelah menyeret tombol berwarna hijau di layar ponselnya. Ia mendengarkan suara gadis yang berbicara di speaker telepon lalu kembali berucap, "Aku akan berada di sana tepat saat kau mengangkat piala."Lexy mematikan panggilan lalu kembali meletakkan ponselnya ke atas nakas sembari menghela napasnya dengan sedikit kasar."Sunny akan menyandang gelar Ratu Kecantikan di Spanyol tahun ini, dan....""Jangan memulai," sahu
Chapter 3Worst RegretPoppy Zevarkis memegangi gelas berisi cokelat panas di tangan kirinya dan di tangan kanannya piring kecil berisi pan cake. Setelah bercinta dengan Lexy, ia tertidur dan baru saja bangun pukul delapan pagi. Sambil bernyanyi kecil menirukan lagu yang mengalun melalui ear phone, ia melangkah menuju ruang kerjanya yang nyaman.Sebagai seorang arsitek, ia memerlukan tempat bekerja yang tenang dan tentunya menyenangkan. Poppy mendesain ruang kerjanya dengan warna biru muda dan putih. Sehingga setiap kali ia berada di sana, solah ia sedang berada di langit yang biru bersama awan.Ia menikmati pekerjaan sebagai seorang arsitek dengan caranya. Ia menggambar gedung, jembatan, rumah, dan sarana lain. Tetapi, ada satu yang tidak bisa ia gambar. Poppy selalu merasa jika ia tidak bisa menggambar masa depannya sendiri.
Chapter 4FriendsSunshine menyilangkan kedua lengannya di depan dada, matanya menatap Lexy yang terbaring di atas ranjang pasien. Selang medis yang entah berapa jumlahnya berada di sana sini guna membantu pria malang itu mempertahankan nyawanya. Wajah tampannya menderita beberapa luka memar, juga alat bantu pernapasan dan monitor untuk memantau detak jantungnya membuat semakin membuat suasana batin Sunshine berawan.Andai ia tidak mendesak Lexy di malam penobatan dirinya sebagai ratu kecantikan di Spanyol, Lexy tidak perlu mengalami semua ini. Alexion Carloz yang tampan seharusnya masih segar bugar sekarang, paling tidak ia bisa menyaksikan tatapan dingin dari mata berwarna cokelat itu.Sekarang, setelah tiga hari terbaring di atas tempat tidur, Lexy belum juga sadarkan diri. Dokter mengatakan jika efek dari berbagai macam operasi yang dijalaninya mungkin menyebabkan Putra Mahkot
Chapter 5GratefulnessBerita buruk. Menurut Sunshine begitu. Ia mendapatkan kabar dari Dimitri jika ada seseorang yang akan menggantikan posisi Lexy untuk sementara hingga pria malang itu terbangun dari koma. Lebih buruk lagi, Dimitri mengatakan jika kemungkinan buruk terjadi, pria itu juga yang akan menggantikan takhta Lexy.Ya Tuhan. Sunshine benar-benar merasa jika ia berada dalam situasi sulit. Garis keturunan yang membuatnya tidak bisa memilih sendiri pria yang akan bersamanya menghabiskan sisa hidup.Sunshine meletakkan telapak tangan Lexy di satu telapak tangannya, satu tangannya mengelus punggung telapak tangan Lexy. Pria itu adalah kunci atas hidupnya karena jika Lexy tidak juga sadarkan diri, bisa dipastikan ia harus menikahi pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Meski
Chapter 6 Lots of Secret Demi Tuhan. Sunshine mengakui jika pria yang menggantikan Lexy sangat tampan, memikat, memiliki aura yang sangat kuat. Tetapi, yang lebih dari itu adalah pria itu benar-benar menyerupai Lexy. Rambut Lexy palsu ditata rapi seperti biasa setiap kali tunangannya tampil di depan umum. Nyaris tanpa cela. Kecuali di bagian alisnya. Lexy palsu memiliki bentuk alis yang lebih tebal dan tegas, selain itu ia belum menemukan yang lain. Tetapi, ia akan menemukannya agar kelak ia tidak salah mengenali. Andai saja beberapa menit yang lalu ia tidak keluar dari kamar yang ditempati Lexy, Sunshine pasti mengira jika Lexy memang telah bangun dari koma. Ia masih tidak mempercayai sepenuhnya jika pria yang menggantikan tunangannya memiliki kemiripan 95%. Ke
Chapter 7 A Naive Girl Sunshine memasuki kamar di mana Lexy masih terbaring, ia menghentikan langkahnya karena mendapati Jessie berada di sana. Sesuatu yang asing karena Jessie sangat jarang meluangkan waktunya untuk datang ke rumah sakit meski kakaknya telah berbulan-bulan berada di sana. Sederhana saja, ia beralasan aroma desinfektan di rumah sakit sangat mengganggunya. "Jessie," desah Sunshine seraya melangkah mendekati Jessie yang duduk di tepi ranjang pasien. "Aku tidak tahu jika kau di sini." Jessie tersenyum seraya mengulurkan satu tangannya ke arah Sunshine. "Aku merindukan kalian." Sunshine juga tersenyum, ia menyambut uluran tangan Jessie. "Kau rindu padaku?" "Ya." Jessie meng
Chapter 8 Anger & Jealously Charlotte mengerutkan kedua alisnya karena menyadari jika Beck terlihat tegang mendapati mantan tunangannya di depan pintu. Ia yakin, jika asa yang tidak beres. Apa lagi perut Sophie yang buncit membuatnya langsung menebak jika ada sesuatu yang mereka sembunyikan. "Aku harus bicara dengan Beck," ujar Sophie tanpa menatap Charlotte. Ia menatap langsung mata Beck dengan tatapan mengintimidasi. Charlotte mengedikkan bahunya. "Silakan saja." Ia hendak berbalik meninggalkan Beck dan Sophie. Tetapi, Beck menangkap pergelangan tangannya. "Aku tidak akan mencampuri kepentingan kalian," ucapnya dengan nada sangat santai. Beck benar-benar hanya bisa bernapas menggunakan sebelah paru-parunya. Sepertinya begitu karena oksigen yang ia hi
Chapter 9 End of a Friendship Sunshine merasa aneh dengan sikap Poppy yang tidak seperti biasanya, Poppy menatapnya seolah mereka adalah musuh. Dan aura ketegangan yang menyelubungi keduanya membuat Sunshine semakin tidak nyaman. Ia berdehem. "Poppy, apa kau baik-baik saja?" "Aku sangat baik andai aku ada di posisimu," jawab Poppy ketus. "Maaf, maksudmu?" Poppy justru tertawa. "Kau tegang sekali. Aku hanya bercanda." Sunshine menghela napas karena lega lalu tertawa seperti Poppy. "Jadi, apa pertemuan ini sangat penting?" "Menurutmu?" Sunshine tersenyum. "Aku yakin penting. Jika tidak, kau bisa berbicara lewat telepon." Poppy tersenyum, ia menekan bel untuk memanggil pelayan seraya berucap, "Kurasa kita harus memesan sesua