Hari kian malam, udara dingin menusuk ke seluk tubuh Puri yang hanya mengenakan sehelai daster dengan aksen batik rumahan.Sesekali wanita paruh baya itu menggaruk tangannya yang jadi santapan empuk para nyamuk jalanan."Azlin, kamu di mana Azlin?" gumam Puri terus menahlilkan ucapan itu. Ia melirik ke sana kemari, dan jalanan semakin sepi tak berpenghuni."Azlin ibu takut...." ucap Puri kembali menangkup seluruh tubuhnya dengan dua belah tangannya.Hingga Puri terdampar di teras ruko yang tutup. Bulir air matanya memenuhi dasar pipi. Matanya terus meneliti kesemua arah, untuk memastikan dirinya jauh dari ancaman.Setelah lama berjaga diri, Puri merasa lelah, dia menurunkan tangannya, lalu memeluk perutnya yang terus bergemuruh. "Azlin, ibu lapar ...." rengeknya seperti anak kecil.Isaknya tak henti, nasib malang ibu tua itu membawa dirinya meringkuk di lantai tak beralas. Dan saat waktu itu tiba, Puri gerak cepat bangkit dan menghampiri sebuah tong sampah. Puri melihat seseorang memb
Setelah serangkaian peristiwa yang melanda, Sugiono, si pria tua m*sum, bukannya bertobat dia malah semakin beringas.Kedua tangan Sugiono terkepal. Di dalam bola matanya tampak sosok wanita berhijab bernama Jihan. "Sesuai janji yang pernah kuucapkan, aku akan membalaskan dendamku pada perempuan itu. Karena dialah yang telah membongkar semua kegiatanku."Setiap kali Jihan pergi dari rumahnya, terutama saat Jihan berangkat bekerja, maka Sugiono akan mengacaukan seisi rumah Jihan.Ya, dia adalah dalang di balik kejanggalan yang kerap Jihan alami selama ini di rumah baruDia pun tak sungkan untuk memberikan teror- teror kecil pada Jihan, hingga peristiwa tak terduga bagi Jihan pun terjadi.Dan, malam ini adalah malam nahas Jihan. Sugiono sudah merencanakan rencana jahat untuk Jihan yang sepertinya tidak akan pernah Jihan lupakan seumur hidupnya.Sambil tertawa ngakak, Sugiono pun berkata, "Akhirnya aku bisa juga m*nikmati tub*h perempuan itu. Wanita yang sudah menjadi mantan menantuku. D
"Perutku lapar sekali." Puri terlihat mengusap- ngusap perutnya sendiri.Kondisi Puri makin hari makin memprihatinkan. Bahkan bau badannya sudah begitu menusuk hidung, karena sudah beberapa hari tak mandi."Ah, aku minta makan saja sama Azlin." Puri tampak tersenyum lebar. Dia mulai beranjak mengelilingi tempat tersebut. "Azlin! Di mana kamu? Perut ibu lapar banget nih."Sejak berpisah dengan Azlin, ia kerap mencari- cari Azlin, meski tak pernah ketemu."Kamu di mana sih, Azlin? Jangan main petak umpet sama ibu. Ibu lelah dan lapar," keluh Puri sambil tetap mencari-cari Azlin di sekitar tempat itu.Tiba-tiba mata Puri terbelalak saat melihat sebuah etalase kaca, di mana di dalamnya terdapat nasi dan lauk pauknya. Salah satu lauk itu adalah ayam goreng."Aku mau ayam goreng itu," gumam Puri dengan tatapan matanya yang tak lepas dari ayam goreng di dalam etalase tersebut.Perlahan Puri ke arah kedai dengan etalase berisi makanan tersebut. Saat pria penjual nasi pagi itu pergi ke belakan
Sugiono dan Alda masih berdiri berhadapan dengan wajah mereka yang jaraknya cukup dekat.Rasanya Sugiono ingin segera menerkam gadis berusia dua puluh tiga tahun tersebut. Apalagi saat ini Alda seperti sengaja menggodanya."Apa syaratnya?" tanya Sugiono berdebar- debar.Alda langsung tersenyum manis pada Sugiono lalu berkata, "Syaratnya adalah cukup kamu berikan aku uang 100 juta, Om.""Apa? 100 juta?"Sugiono terperanjat kaget mendengar syarat yang diminta Alda. Perlahan Alda keluar dari toilet sambil merangkul leher pria berkepala plontos tersebut."Dengarkan ucapanku baik-baik ya. Aku ini masih virgin loh, Om. Uang 100 juta itu gak ada artinya dibandingkan k*nikmatan yang akan Om rasakan karena bisa meraih kegadisanku. Setelah ini Om bebas deh m*makai tubuhku kapanpun, meski harus gratis sekalipun. Ini hanya harga awal saja," kata Alda.Sugiono menelan salivanya keras-keras. Bayangan indah itu kini berputar-putar di dalam otaknya yang memang kotor dan m*sum itu."Baiklah, kalo mema
Azlin terperangah, melihat bapak itu mengepalkan tangannya lagi.Napas pria itu terus memburu udara sekitar, sama dengan tatapannya yang tajam saat memburu tatapan mencekal pada Azlin.Blam!Prak!Lelaki tak berdaya itu kini terjerembab ke tanah. Azlin mengusap sudut bibir yang kini berdarah."Tunggu, Pak. Ada apa ini? Ada apa?""Apa? Apa menurutmu semua masih baik-baik saja? Setelah semua yang kamu lakukan pada anak Bapak, kamu bilang, semua masih baik- baik saja? Dasar bodoh!"Pria itu hendak melayangkan pukulannya kembali, namun tak lama kemudian, Azlin mengeratkan pejaman matanya, hingga kepalan tangan itu terhenti di udara.Azlin sama sekali tidak melawan, karena ternyata Azlin sangat mengenal sosok itu. Sosok familiar di matanya. "B- bapak?"Pria di hadapan Azlin berwajah seram mencekam dan dilumuri oleh sejuta kemarahan."Manusia biadap! Keluarga kalian keluarga terlaknat semuanya!" cekal pria itu sehingga Azlin semakin bingung.Sebelum sempat bertanya, sosok itu kembali berkat
Pagi yang cerah menyapa Azlin dengan kebingungan di dalam hatinya.Ia berjalan luntang-lantung tak tentu arah. Sampai tibalah lapar yang tak tertahankan membuatnya merenung sejenak di sebuah lorong kecil."Ya tuhan, kemana lagi aku berjalan? Kemana aku harus cari uang?" keluh Azlin menghrmpaskan di pinggir trotoar.Matanya menyapu seluruh tempat itu, memandang dengan cermat keadaan sekitar.Hingga dia memutuskan untuk mengatasi masalahnya dengan mengunjungi pasar setempat.Meskipun langkah ini agak nekat, tapi Azlin yakin dia bisa menemukan cara untuk mengisi perutnya yang kosong.Saat tiba di pasar, dia melihat tumpukan barang-barang yang perlu diangkat oleh penjual. Ide langsung muncul dalam pikirannya."Hemh, apa aku bisa?" Pikir Azlin memutar otaknya.Azlin pun langsung menyambangi tempat seorang pria yang sedang bersusah payah mengangkat banyak barang."Maaf, Bapak. Apa aku bisa kerja pada bapak?" tanya Azlin ragu."Kerja? Maaf-maaf. Pelayan tokoku sudah terlalu padat. Aku juga h
Saat ini malam sudah semakin larut. Pria berusia 24 tahun itu tampak masih kelelahan setelah dikejar oleh anjing malam."Fiuh! Kakiku rasanya seperti mau lepas dari persendiannya. Andai saja tak ada truk tadi yang melintas dan membunyikan klakson, mungkin aku sudah menjadi korban keganasan anjing-anjing malam itu," gumam Azlin sambil nyekak keringatnya.Saat ini nafasnya bahkan masih ngos-ngosan. Azlin pun bersandar di tembok toko yang berada di pinggiran jalan besar tersebut."Aku harus ke mana lagi?" tanya Azlin pada dirinya sendiri. Bingung, sebab tak punya tempat tinggal.Azlin menatap jalanan yang tampak sepi. Hanya beberapa kendaraan saja yang saat ini melintas. Meski tanpa tujuan Azlin pun tetap melangkah meninggalkan lokasinya berdiri.Saat sedang melangkah, seketika kening Azlin mengernyit. Dia melihat seorang wanita tanpa hijab dengan bajunya yang sudah sangat kotor dan kumal, sedang tidur meringkuk di bawah tiang neon trotoar."Kenapa rasanya aku familiar sekali dengan gela
Jihan terengah kesakitan. Nafasnya memburu oksigen sekitar."Lepaskan! Siapa kamu?" cecar Jihan yang kini sudah terjerat dalam ikatan tubuh pria itu.Kedua tangan Jihan dicengkram erat hingga sulit untuk melawan. Sedangkan tubuh mungilnya sudah ditindih oleh badan besar berdada bidang itu.Wajah asing yang menyergap Jihan sangat mencekam. "Diam kamu! Kalu tidak diam, nyawamu akan melayang," ancamnya.Jihan meronta sekuat tenaga. Tak ada cara lain untuk dia melepaskan diri, hingga ia melakukan cara lain semampu tenaganya."Cuihh!"Jihan menyemprotkan salivanya, hingga wajah pria itu terciprat cairan kental dari mulut Jihan."Blegedes! Berani sekali kamu? Kamu mau melawan?""Aku nggak akan diam saja, aku nggak sudi kedatangan tamu kaya binatang seperti kamu!" lawan Jihan menantang pria berbalutkan kaus hitam itu.Mata pria itu semakin tajam, ia menghempas nafas panas, seolah siap melahap mangsanya.Dalam ketegangan, pria asing itu merobek sebelah baju yang ia kenakan. Lantas menggulingk