Menjadi Cantik Setelah Talak 3

Menjadi Cantik Setelah Talak 3

last updateLast Updated : 2025-05-23
By:  NonaRichCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
161Chapters
3.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Hanifa merasakan perihnya ditalak 3 oleh suaminya hanya karena dia tak secantik wanita pada umumnya. Gadis itu bertekad kuat untuk merubah fisiknya yang semula gembrot dan berjerawat menjadi sosok gadis cantik berlabel janda perawan, berkat sosok pria tampan pemilik tempat fitness. Dia berubah cantik bukan untuk kembali pada mantan suaminya, tapi untuk membuat mantannya tergila-gila dan menyesali semua yang pernah lelaki itu perbuat, demi membalaskan segala rasa sakit yang pernah dia terima.

View More

Chapter 1

Bab 1. Kapan Kamu Hamil?

"Kapan kamu bisa kasih saya cucu? Sudah satu tahun menikah dengan anak saya, tapi kamu belum bisa kasih keturunan!" 

Ini bukan kali pertamanya Hanifa mendengar pertanyaan ketus yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya. Wanita, ah tidak! Ia masih seorang gadis yang tak pernah disentuh oleh suaminya selama satu tahun pernikahan. 

Alasannya cukup klise, dia sama sekali tidak menarik dan bukan tipe suaminya. 

Lantas, jika tidak menarik, kenapa mereka bisa menikah? Jawabannya sederhana, mereka menikah karena permintaan terakhir dari almarhum Kakek Abimana sebelum wafat.

"Kalau ditanya itu tolong dijawab, ya! Bukan justru masih sibuk ngunyah makanan! Pantas saja badan gembrot macam gajah, kerjaan kamu makan terus!"  sentak sang mertua dengan kerasnya.

"Aku mau jawab apa? Sedangkan Mas Abi saja—"

"Hanifa. Masuk kamar!" Belum juga Hanifa menyelesaikan ucapannya, tapi suara bariton milik Abimana langsung menggelegar di sepenjuru ruangan. 

"Tapi, Mas ...,"

"Kalau saya bilang masuk, ya, masuk. Jangan jadi istri pembangkang kamu!" Abimana menatap tajam ke arah istrinya.

Hanifa menghela napas seraya meletakkan sendok yang sejak tadi dia pegang, ke atas meja. Setelahnya, gadis itu memilih untuk meninggalkan area ruang makan dengan kepala tertunduk dalam.

"Mama kenapa ke sini? Kok, nggak bilang-bilang? Aku, kan, bisa jemput?" Abimana sudah melunak dan kini mulai melonggarkan dasinya yang terasa mencekik di leher. 

"Mama itu lagi sakit hati. Mama selalu di ejek oleh teman arisan karena cuma Mama yang belum punya cucu. Kamu kapan kasih Mama cucu, hah?" 

Abimana berdecak sebal seraya menggeleng. "Jangankan mau punya anak sama dia. Lihat wajahnya saja eneg bukan main."

"Ya, terus, masa sampai nanti kamu nggak bakal punya anak? Mama nggak mau, ya, kalau keturunan Mama cuma berhenti di kamu!" sengit sang Mama yang masih tak terima dengan hal ini. 

Abimana merasa kesal dengan desakan tersebut. Kepalanya akhir-akhir ini terasa berat. Belum lagi pekerjaan kantor yang begitu menguras tenaga. Apalagi dia sebagai seorang bawahan, bukan seorang bos yang bisa seenak jidat berlaku semaunya. Pergerakannya di kantor sangat terbatas.

"Gampang! Tinggal cerai sama dia, lalu cari perempuan body aduhai untuk memperbaiki keturunan!" Abimana menatap datar ke arah Mamanya yang kini sedang menatap kaget dirinya.

"Kamu yakin mau pisah sama dia? Kamu, kan, belum dapat warisan yang dijanjikan sama almarhum kakekmu!" 

"Ya, aku sudah muak satu atap sama si gembrot itu. Masalah warisan, sudah pasti akan tetap dapat. Toh juga aku sudah  menikahi si gembrot itu. Nanti bilang saja sama pengacaranya kakek, kalau aku sama Hanifa pisah karena si gembrot itu yang ngajak pisah duluan, biar warisan itu segera diberikan padaku." Abimana tersenyum miring.

***

"Mas Abi, sarapannya sudah jadi!"

Abimana menatap malas sang istri yang sekarang ini sedang berdiri di depan meja makan. Penampilannya persis seperti gembel. Daster lusuh dan sendal jepit rumahan. Apalagi, wajahnya sama sekali tidak dipolesi oleh make up dan berjerawat. 

"Setiap hari sayuran hijau. Kamu itu mikir tidak, sih, kalau aku ini manusia, bukan kambing?"

Prang!

Masakan yang dibuat dengan penuh cinta, kini sudah berceceran di atas lantai. 

"Mas, kalau nggak mau makan, setidaknya jangan dibuang kayak gini. Mubazir!" Napas Hanifa sudah kembang kempis. 

Selama ini dia hanya diam ketika ditindas oleh suaminya sendiri. Cintanya yang melebihi apapun membuat gadis itu hanya bisa pasrah. 

Namun, semakin ke sini, kenapa dadanya terasa sesak?

"Oh, mubazir, ya? Sini kamu! Makan ini supaya tidak mubazir. Ayo!" Abimana menggertak istrinya, tapi Hanifa langsung menggeleng lemah.

Lelaki itu mendekat dan menatap inci demi inci wajah yang penuh dengan jerawat itu.

"Nyesel saya punya istri nggak guna kayak kamu!  Kalau bukan karena almarhum kakek, kamu pasti jadi gelandangan di luar sana!" Abimana mendorong  tubuh gempal Hanifa sampai tersungkur. Setelahnya ia pergi begitu saja. 

Hanifa menatap sendu kepergian Abimana. Sudah satu tahun lamanya membina bahtera rumah tangga, tapi kenapa Abimana tak pernah mau melirik ke arahnya?

"Aku pengen nyerah, tapi aku nggak punya siapa-siapa  di kota ini selain Mas Abi dan keluarganya," keluh Hanifa meratapi nasib.

Di sisi lain, Abimana memilih untuk mendatangi kediaman kedua orang tuanya. Wajah lelaki itu sejak tadi sudah kusut bak pakaian belum disetrika. 

"Loh, kok kamu ada di sini, sih? Nggak masuk kerja? Nanti Om kamu ngomel lagi. Kamu, kan, masih bawahannya dia!" tanya Santi, Mamanya Abimana yang kemarin sempat datang di kediaman Abimana guna mengomeli sang menantu. 

"Lagi capek sama kehidupan. Aku udah nggak bisa tinggal satu atap sama si gembrot itu. Lama-lama punya penyakit darah tinggi aku, Ma!" adu Abimana dengan wajah memelas.

"Terus, maunya kamu gimana? Kamu sendiri loh yang setuju nikah sama dia waktu itu. Sekarang kok malah uring-uringan kayak gini, sih? Mau Mama kenalkan sama anak teman arisan Mama?" tawar Santi yang wataknya sama gilanya dengan Abimana. 

Abimana menggeleng tegas. Dia memang berniat mencari wanita lain yang lebih dari segalanya. Salah satunya harus cantik dan memiliki body aduhai. Tapi, bukan sekarang waktunya. 

"Aku mau pergi ke kantor pengadilan agama. Aku mau urus surat gugatan cerai. Kali ini jangan halangi aku, ya, Ma! Aku mohon sama Mama, tolong dukung aku!" Abimana bahkan sampai menangkup kedua tangannya ke depan.

"Tapi, gimana dengan warisan itu—"

"Nggak usah dipikirin dulu. Cepat atau lambat, semua yang memang ditakdirkan menjadi milikku, bakal jatuh ke tanganku. Mama nggak usah takut hidup kere!" potong Abimana.

Pada akhirnya, Santi hanya bisa mengangguk pasrah. Jika dipikir-pikir, dia juga tak sudi punya menantu gembrot dan berjerawat macam Hanifa. Apalagi sampai punya cucu nanti. Akan seburuk apa wajah cucunya nanti?

Dulu, dia menyetujui pernikahan antara Abimana dan Hanifa lantaran terpaksa dan memang sudah dijanjikan bila anak lelakinya akan diberi  warisan lebih banyak dari para saudaranya yang telah menikah lebih dulu, asal mau menikahi Hanifa. Tentu saja masih ada syarat lain untuk mendapatkan warisan tersebut . Sepertinya Abimana dan Santi melupakan point pentingnya. 

"Aku numpang makan dulu sebelum ngurus berkas gugatan cerai. Lapar!" 

"Memang, si gembrot tidak masak?" tanya Santi yang kini sedang mengekori Abimana menuju dapur.

Abimana tak langsung menjawab. Lelaki itu memilih untuk duduk di depan meja makan. 

"Dia masak sayur terus. Giliran aku berangkat, isi kulkas bakalan ludes. Tekor aku, Ma. Tiap minggu belanja banyak. Semuanya masuk di perut si gembrot!" omel Abimana.

Santi menghela napas. Wanita itu gegas mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk sang anak. 

"Jangan banyak-banyak kalau makan. Nanti jadi gembrot macam Hanifa loh!" ujar Santi berniat bercanda, tapi wajah Abimana semakin masam.

Selesai numpang sarapan, Abimana lekas meninggalkan perumahan orang tuanya. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan Hanifa.

Persetan jika nanti Hanifa sakit hati. Salah siapa punya penampilan tidak di rawat. Seandainya dia cantik, sudah pasti Abimana akan klepek-klepek. Sayangnya, kenyataan tak sesuai dengan harapan. 

Seharian full Abimana mengurus berkas perceraian dan besok dia harus kembali lagi untuk melengkapi segalanya.  Abimana kali ini memutuskan untuk pulang walau rasanya enggan sekali bertemu dengan Hanifa.

"Sudah pulang, Mas?" sapa Hanifa berbasa-basi.

Abimana mendelik horor ketika melihat penampilan Hanifa, dari atas rambut sampai ke bawah kaki.

"Kamu sehat, Nifa? Ngapain pakai baju kurang bahan begitu?" sentak Abimana. Bukannya tergoda, tapi justru dia jijik bukan main ketika melihat lipatan lemak di mana-mana.

"Mama nyuruh aku cepat hamil, jadi aku mau nurutin keinginannya Mama. Apa aku salah?"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
richsulteng
makin sukses thor.
2025-01-30 16:14:44
1
default avatar
nauradwi092
bakal jadi novel favorite gw nih thor. semangat ya buat NonaRich. tiap hari bakal gw baca kalau ada waktu senggang. emosi sekali sama Abimana dan buat Hanifa moga cepet kurus
2025-01-13 21:44:21
2
161 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status