Beranda / Horor / RANJANG BERDARAH / Mimpi atau Petunjuk?

Share

Mimpi atau Petunjuk?

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-06 15:45:01

Perumahan elit Pelita Harum kembali digemparkan dengan penemuan jasad wanita tanpa busana di salah satu rumah mewah untuk yang kedua kalinya.

Pagi ini pihak berwajib mulai memberi garis polisi di sekitar TKP untuk menyelidiki keterkaitan kasus pembunuhan ranjang berdarah yang juga baru seminggu lalu terjadi pada pemilik rumah, Burhan Hakim.

Dari kejauhan Jihan hanya bisa menatap rumah peninggalan suaminya yang dikerubungi warga dengan nanar, sembari memeluk si kembar. Tak habis pikir dia, bagaimana bisa kejadian yang sama terulang dalam kurun waktu sepekan?

Jihan semakin meyakini bahwa ada yang tak beres di rumahnya. Dia juga percaya bahwa semua ini ada hubungannya dengan privat party yang selalu didatangi seluruh anggota keluarga mendiang suaminya

"Jihan!"

Sentuhan lembut di pundaknya membuat Jihan yang tengah hanyut dalam lamunan terlonjak kaget. Sekuat apa pun ditutupi, rasa cemas dan was-was masih saja menyelimuti dirinya. Bagaimana tidak demikian, sudah dua kali dia mendapati jasad tergeletak di atas ranjangnya dalam keadaan bersimbah darah. Meninggalkan sebuah misteri dan asumsi akan penyebab tewasnya dua orang yang sangat dia kenal.

Walhasil sejak semalam tubuhnya gemetar. Menggigil kedinginan meski sudah terbungkus berlapis-lapis pakaian. Dia hanya bisa memeluk ketiga anaknya sembari merapalkan segala doa meminta perlindungan Tuhan, berharap apa pun yang terjadi mereka masih diberi kesempatan untuk melihat kebenaran.

"Ah, Detektif Fahri," seru Jihan sembari menyeka keringatnya yang bercucuran.

"Mau saya antar pulang sekarang?"

"Tak usah, terima kasih. Sebentar lagi sopir Ayah datang menjemput," tolak Jihan dengan halus.

Detektif Fahri tersenyum maklum. "Kalau begitu saya permisi. Nanti sore saya hubungi lagi, kita berangkat sama-sama meminta keterangan secara pribadi pada suami Cintya."

Jihan hanya menanggapinya dengan anggukan ringan.

"Assalamualaikum." Sebelum pergi, lelaki berusia empat puluh dua tahun itu membungkuk sedikit.

"Waalaikumsallam."

Jihan menatap mobil Detektif Fahri yang perlahan menghilang di ujung jalan.

"Bu, kenapa di rumah kita banyak yang mati?" celetuk Rara sepeninggal Detektif Fahri.

"Iya, Bu. Apa bener kata orang kalau rumah kita ada setannya? Riri takut," timpal Riri kemudian.

Jihan menghela napas panjang, lalu membungkuk untuk menyejajarkan tubuh dengan si kembar.

"Nggak ada, Sayang. Rumah itu udah kita tinggali lebih dari sepuluh tahun. Ibu tak pernah lihat apa-apa selama itu."

"Tapi tiap malam Riri dan Rara selalu denger ada suara orang jalan di depan pintu, cuma kita nggak berani bilang sama ibu."

"Mungkin itu cuma perasaan kalian aja." Jihan berusaha meyakinkan.

"Rara juga pernah mergokin Ayah ngobrol sama perempuan yang rambutnya panjang di platform. Awalnya Rara pikir itu ibu, tapi baru inget kalau lagi di luar ibu nggak pernah lepas kerudung."

Jihan terdiam, lalu tersenyum samar.

"Mungkin itu Tante Nisya."

"Tapi Tante Nisya nggak pernah datang malam-malam," sanggah Rara.

"Anak-anak ...." Jihan mengusap kepala Rara dan Riri. "Banyak istigfar, ya, Sayang. Semua itu cuma halusinasi kalian sa--"

"Semalam Galih juga cium bau melati yang nusuk hidung, Bu. Terus ada suara wanita nyinden Jawa," sahut Galih tiba-tiba.

Jihan memejamkan matanya. Sebenarnya dia juga melihat bayangan hitam yang melintas cepat di belakangnya semalam. Namun, hal itu jelas tak akan dia ceritakan pada ketiga anaknya dan menambah ketakutan dalam diri mereka.

"Pokoknya Riri nggak mau tinggal di rumah itu lagi."

"Rara juga."

"Ada baiknya kita memang menetap dulu di rumah kakek, Bu."

Jihan mengurut pelipisnya. Beberapa saat kemudian dia mengangguk juga. 

"Ya, kita tinggal di rumah kakek untuk sementara," putus Jihan final. Sejenak dia beralih pada Sari yang sejak tadi malam tubuhnya gemetar ketakutan. "Kamu ikut kita ke rumah orangtua saya, ya, Sar. Bantu jaga anak-anak. Bi Imas, biar dirumahkan dulu sampai keadaan benar-benar dirasa aman."

"Ba-baik, Bu."

***

Akhirnya Jihan kembali ke kediaman utama Pak Ridwan, dan mengiring anak-anak dan asisten rumah tangganya untuk istirahat di kamar, karena mereka hampir tak tidur semalaman.

Di sofa dalam ruang tamu di rumah megah itu, Jihan hanya bisa menelungkupkan wajah dengan pikiran yang amat kacau. Sementara Pak Ridwan dan saudara kembarnya Zidan hanya bisa menatap kebingungan.

"Ada apa sebenarnya, Nak? Mau sampai kapan kamu menyimpan semuanya sendirian? Katakan pada ayah! Apa yang terjadi dengan Burhan." Pak Ridwan membuka percakapan setelah lama memperhatikan Jihan yang hanyut dalam lamunan sejak dia datang.

"Are you, okay, Sister? Kurasa wajahmu terlihat lebih pucat dari biasanya."

"I am okay," elaknya sembari mengusap wajah kasar. "Aku janji akan menceritakan semuanya, tapi tidak sekarang. Sejauh ini aku bahkan belum bisa mendapatkan jawaban pasti, tentang semua peristiwa di luar nalar yang terjadi akhir-akhir ini. Untuk sementara tolong beri aku sedikit ruang, simpan dulu semua pertanyaan itu sampai kami mampu memecahkan masalah ini."

Pak Ridwan dan Zidan berpandangan. 

"Baiklah. Biarkan Jihan istirahat sebentar. Antar dia ke kamarnya, Dan!"

Zidan mengangguk. Dia beranjak dari tempatnya, lalu memapah tubuh Jihan yang sempoyongan menuju kamar yang terletak di lantai dua.

***

Jihan merebahkan diri di ranjang. Mengistirahatkan tubuh dan batinnya yang terasa begitu lelah dan gelisah. Kepergian Burhan benar-benar meninggalkan tanda tanya besar yang membuat Jihan hampir kehilangan akal memikirkan segala kemungkinan.

Sebenarnya dia ingin sekali menangis, atau berteriak merutuki nasibnya yang begitu memprihatinkan. Lima belas tahun mengarungi biduk rumah tangga dengan lelaki yang dia pikir mampu menjadi sosok pemimpin dan imam yang diharapkan, Jihan justru  terperosok ke dalam jurang yang dalam, ketika mendapati sang suami bahkan meninggal dalam keadaan tak wajar.

Dengan segala kekalutan pikiran, Jihan terlelap. Jatuh dalam buaian mimpi nan kelam. Hingga kenyataan kembali mengambil kesadarannya untuk melanjutkan kembali apa yang baru saja dimulai.

.

.

.

Jihan terlihat keheranan saat dia tiba-tiba terbangun di sebuah hutan belantara. Semak belukar dan pohon-pohon yang menjulang terpampang sejauh mata memandang. Kaki telanjangnya melangkah perlahan menyusuri tanah merah sepanjang jalan menanjak menuju sebuah rumah bambu di tengah hutan dalam sebuah pegunungan.

Terdapat Rawa berair tenang dengan rakit di atasnya. Di tepi Rawa itu Jihan juga bisa melihat sajen yang menguarkan bau khas kemenyan.

Jantungnya mulai berdegup kencang. Namun, rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Perlahan Jihan berjalan menghampiri rumah bambu yang berjarak sekitar tiga puluh meter dari Rawa. Suasana yang menyelimutinya begitu kelam, hening, dan mencekam. Suara-suara alam yang bersahutan menambah gemuruh di dadanya.

Langkah Jihan berhasil mencapai ambang pintu. Sedikit ragu dia mulai membuka akses masuk ke rumah bambu yang hanya setinggi dahi orang dewasa, lalu merunduk saat melewatinya.

"A ...."

Mata Jihan melebar, tapi mulutnya seolah terbungkam. Napasnya tiba-tiba tercekat, dengan jantung yang berdetak tak keruan.

"M ... as ... Bur ... han!" Suara Jihan putus-putus, bahkan nyaris tak terdengar.

Dia begitu terkejut saat melihat tubuh Burhan dililit seekor ular yang sangat besar bahkan desisan mampu membuat seluruh tubuh Jihan gemetar.

"Pergi!"

Ular itu tiba-tiba menjelma menjadi sosok setengah manusia dengan rambut yang menjutai panjang menutup bagian dadanya yang terekspos. Matanya hijau selaras sisik bagian tubuh bawahnya, sedangkan kulit manusianya berwarna putih pucat.

"Jangan ikut campur!"

"Pergi!"

"Kalau tak ingin mati!"

.

.

.

"Hos ... hos ... hos."

Jihan tiba-tiba tersentak dari tidurnya, setelah menyaksikan mimpi yang begitu menyeramkan. Napasnya memburu dengan keringat bercucuran. Diliriknya jam yang terpajang, lalu mengusap wajah dan beristigfar. Berusaha mengatur debaran jantungnya yang menggila.

15.20 WIB. Rupanya sudah masuk waktu Ashar. Bergegas dia beranjak dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Mengambil wudu dan menunaikan salat agar hatinya terasa sedikit tenang.

Setelah selesai, dan merasa jantungnya berangsur normal. Jihan kembali ke kamar. Terlihat ponselnya yang tergeletak di atas meja tiba-tiba menyala. Menunjukkan satu panggilan dari Detektif Fahri.

"Sepertinya aku harus memastikan sesuatu," gumamnya sebelum menjawab panggilan tersebut.

.

.

.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RANJANG BERDARAH   Babak Baru Dimulai

    Gumpalan awan pekat menyelimuti langit di atas lapas Nusa Kumbangan yang menampung ribuan tahanan kelas berat. Bunyi guntur bersahutan membawa serta angin dan hujan yang mengguyur salah satu kota besar di Tahan Air tersebut. Di dalam block tahanan kelas berat dengan masa hukuman seumur hidup terdengar keributan di tengah riuhnya suara hujan. Para tahanan itu baru saja menyaksikan seorang tahanan dibvnuh dengan brutal oleh sosok yang tak dikenal menggunakan jubah hitam yang menelusup masuk di antara ketatnya penjagaan. Kepala lelaki malang itu nyaris putus. Darah segar masih mengalir dari lehernya yang dig0rok dengan kejam. Namun, ajaibnya napas lelaki itu masih berembus, pendek-pendek, dengan mata yang mengerjap lemah. Mulutnya membuka dan menutup seolah hendak mengucapkan sesuatu. Waktu hampir menunjukkan tengah malam, para petugas yang menunggu laporan datang berbondong-bodong menuju lokasi kejadian. Mereka tercengang saat melihat sel dalam keadaan terbuka, dan korban sudah sekar

  • RANJANG BERDARAH   Hikmah dibalik Musibah

    Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, setiap yang pergi pasti akan kembali, dan setiap yang hilang pasti akan digantikan lagi. Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Pernikahan sangat dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Ketika seseorang memutuskan untuk menutup diri dari takdirnya sendiri, mungkin saja ada duka yang diselimuti kecewa hingga dia takut untuk memulainya lagi. Jihan dan Zakir pernah merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan orang-orang yang sangat mereka kasihi, alasan itulah yang membuat keduanya sempat menutup diri. Namun, saling melengkapi adalah salah satu kunci untuk menutup lubang yang tersembunyi di dalam hati. Setelah berbagai pertimbangan keduanya resmi mengikat janji untuk menjalin komitmen sehidup semati. "Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Annisa binti almarhumah Hana Latifa dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai dua juta rupiah. Tunai!" Ikrar itu terucap lantang di Masjid Al-Jami. Tanpa malu akan statusnya se

  • RANJANG BERDARAH   Gosip mulai Menyebar

    Bak wabah yang menjamur dan tak terelakkan, begitu pun dengan isu Oraganisasi Rahasia Ular Putih yang sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Orang-orang yang penasaran mulai mencari tahu, bahkan sengaja berbondong-bondong mendatangi lokasi kejadian. Gunung Bageni yang keberadaannya terpelesok dan tersembunyi jauh di pedalaman, mulai didatangi banyak pelancong yang ingin membuktikan kebenaran di balik pesugihan yang memakan banyak korban juga memberi kesenangan secara instan.Oknum-oknum yang memanfaatkan situasi tersebut sebagai lahan untuk menimbun uang, mulai mengambil kesempatan dari keberadaan Nyai Damini yang konon masih sering datang mengunjungi lokasi yang dulu dia jadikan sebagai tepat bersemayam."Lagi-lagi berita ini." TV layar datar itu berubah hitam setelah tombol power ditekan. Lelaki senja berkemeja lengan pendek tersebut menyandarkan tubuh pada sandaran sofa, lalu menghela napas panjang."Kenapa, Yah? Masih terganggu dengan berita yang sama?" Wanita berjilbab

  • RANJANG BERDARAH   Jalan Keluar

    Portal dua alam, membawa Zidan kembali ke tempat yang sama. Sisi lain Gunung Bageni yang juga tempat bersemayamnya Nyai. Di depan pohon besar yang merupakan gerbang masuk dan keluarnya kediaman Nyai Damini, lelaki bersorban merah itu melihat seorang wanita bergaun putih menyambutnya. "Kau pasti datang untuk menyelamatkan wanita itu, bukan?"Zakir terdiam sesaat, semula dia sempat ragu. Namun, melihat aura yang terpancar dalam diri makhluk di hadapannya ini. Semua keraguannya perlahan sirna."Ya.""Cepatlah, sebelum semuanya terlambat. Saudariku membawanya ke ruang putih. Sudah dua puluh tahun sejak terakhir kali dia bermain-main di ruang itu." "Dua puluh tahun?" Zakir memastikan. "Ya, terakhir dia memainkannya bersama dengan ayah biologis Jihan. Sayangnya saat itu Ganjar memilih pintu ambisi, hingga berujung seperti ini." Pikiran Nyai Darsih jauh berkelana menyusuri masa silam. "Pastikan Jihan tak memilih apa yang hasrat terbesarnya inginkan. Atau kalau bisa jangan pilih apa pun y

  • RANJANG BERDARAH   Godaan Setan

    Banyak cara yang bisa Iblis lakukan untuk menyesatkan anak turun Adam. Sama dengan nenek moyangnya, beberapa golongan jin tertentu juga selalu mempunyai tipu daya, muslihat, dan jebakan untuk menggoda kaum yang ia anggap lemah dan rendahan. Umur mereka yang panjang, serta wujud yang tak kasat mata menguntungkan tugasnya dalam menyesatkan manusia dari ajaran Allah SWT. Sebagian dari jenisnya memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan masa lalu, meniru seseorang, meramal masa depan, bahkan menciptakan ilusi yang mampu memperdaya akal dan pikiran manusia. Kemampuan yang diturunkan nenek moyang itu pulalah yang dimiliki oleh Nyai Damini. Dibantu para budak dari golongan sama, di alamnya, dia mampu menciptakan jenis godaan maha dasyat yang tak akan mampu ditolak makhluk berakal seperti manusia, khususnya Jihan. Perempuan itu terpedaya, dalam dunia yang diciptakan berdasarkan hasrat dan harapan terbesarnya. Hanya setitik noda hitam di hati bersih perempuan itu sudah cukup untuk membuka cela

  • RANJANG BERDARAH   Jebakan

    Lalu-lalang orang masih terlihat di lokasi kejadian. Sirine ambulans dan mobil polisi bersahutan mengelilingi bangunan 1000m² yang berada di tengah-tengah Perkebunan Teh, seluas dua hektare. Bukan hanya kepolisian, tapi pasukan angkatan khusus juga dikerahkan dalam menangani kasus serius yang sudah lebih dari dua puluh tahun tak terungkap ini. Mengingat kasus yang tengah mereka tangani berhubungan dengan salah satu detektif yang kompeten di bidangnya. Fahri Azikri alias Ganjar Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka utama yang bertanggung jawab atas kematian dan banyaknya korban berjatuhan. Selain dalang dari organisasi sesat yang sudah berdiri selama dua puluh tahun lamanya, dia juga terancam pasal berlapis lainnya. Tentang pemalsuan identitas, pembunuhan berencana, pendiri organisasi ilegal, juga dengan sengaja menutupi bukti kejahatan.Sementara Bu Yuli, Bahar, dan tiga puluh orang lainnya masih berstatus saksi, sebelum pengadilan resmi menjatuhkan hukuman untuk orang-orang ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status