(S2 Pending!) Jihan Anissa menemukan Burhan suaminya tewas bersimbah darah di atas ranjang dengan keadaan tanpa busana. Padahal baru semalam lelaki berusia 44 tahun itu pamit untuk menghadiri acara privat party yang digelar salah seorang rekan sesama pebisnis di villa-nya. Kematian suaminya itulah yang menguak satu per satu rahasia tersembunyi Burhan dan keluarganya selama lima belas tahun pernikahan mereka.
View MoreJihan Anissa menemukan Burhan-- suaminya tewas bersimbah darah di atas ranjang dengan keadaan tanpa busana. Padahal baru semalam lelaki berusia empat puluh lima tahun itu pamit untuk menghadiri acara privat party yang digelar salah seorang rekan sesama pebisnis di villa-nya.
Pengusaha Home Interior itu pergi meninggalkan ibu, istri, tiga anak, dan dua orang adik yang selama ini tinggal di kompleks perumahan yang sama. Hasil otopsi mengatakan bahwa penyebab kematiannya adalah kehabisan banyak darah akibat luka sayatan dalam yang memutus arteri utama pada nadi. Tak ada jejak pembunuhan terlihat di TKP, polisi kesulitan melakukan investigasi dan pencarian bukti mengingat sidik jari yang tertinggal di sekitar lokasi didominasi milik para penghuni inti, yang tak lain Jihan dan para asisten rumah tangga yang biasa membantu membersihkan kamar mereka. Para penyidik juga mulai kebingungan memperhatikan gelagat Jihan ketika dimintai keterangan. Wajahnya amat datar. Tak ada emosi yang ditunjukkan. Dia bahkan memilih bungkam ketika wartawan berita meminta pendapatnya terkait wafatnya sang suami yang sudah lebih dari lima belas tahun menemani. "Mbak yakin tidak membunuh Mas Burhan? Siapa tahu karena sakit hati yang sudah belasan tahun dipendam, Mbak Jihan tiba-tiba kesetanan." Celetukan Nova-- istri dari Bahar-- adik kandung Burhan itu memecah keheningan mencekam yang semula menyelimuti keluarga besar yang baru kehilangan sosok tulang punggung. Dari semua anggota keluarga Burhan, Nova memang dikenal paling blak-blakan. Setiap kata yang dia lontarkan nyaris tak ada saringan. Apalagi menyangkut Jihan. Padahal perempuan berjilbab itu merupakan istri dari kakak iparnya. Sejak jasad Burhan dikebumikan pagi tadi, semua keluarga inti memang baru berkumpul lagi di rumah duka. Untuk mempersiapkan tahlilan yang akan dilaksanakan selepas Isya nanti. Selain Jihan dan anak-anaknya, Galih dan si kembar Rara dan Riri, atau Bahar-Nova dan dua anaknya Gina dan Farrel. Ada juga Bu Yuli mertuanya yang datang bersama adik kedua Burhan--Nisya.Mereka berkumpul di ruang keluarga. Masih dengan suasana duka dan jejak tangis yang tersisa akibat kepergian Burhan yang tak terduga. Di antara semuanya ekspresi Jihan memang memang yang paling dipertanyakan. Anehnya perempuan berumur tiga puluh tujuh tahun itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda kesedihan ataupun kehilangan. Wajahnya masih sedatar saat menatap jasad suaminya menuju liang lahat pagi tadi. "Zaman sekarang menuduh tanpa bukti juga bisa dipidanakan, Tante. Jadi, tolong hati-hati," sahut Galih tanpa menatap Nova sama sekali. Pemuda yang beranjak usia dewasa itu memang jarang bicara, tapi sekalinya mengeluarkan kata-kata dia bisa membuat lawan bicara jengkel dibuatnya. "Tak usah mengajari tante tentang hukum pidana, Galih. Lagipula sikap Mbak Jihan itu memang aneh. Istri mana yang tak sedih melihat suaminya tiba-tiba mati? Tapi lihat saja ekspresi ibumu! Dia bahkan tidak mengeluarkan setetes pun air mata sejak Mas Burhan ditemukan tak bernyawa!" Nova masih bersikeras mendebat. "Tante Nova, kok nuduh ibu seperti itu? Memangnya kesedihan harus selalu ditandai dengan air mata? Aku juga sering merasa sedih, tapi nggak sampai nangis," timpal Riri yang duduk di samping kanan Jihan. "Iya, padahal semalem saat Ayah pulang ke sini kita lagi ada di rumah kakek, Ibu menemukan Ayah sudah dalam kondisi seperti itu," tambah Rara sembari memeluk tubuh bagian kiri Jihan. "Tuh, lihat, kan, Ma! Bagaimana Mbak Jihan membesarkan anak-anaknya menjadi sosok yang pembangkang. Padahal mereka masih kecil jadi tak paham permasalahan sebenarnya. Mas Burhan itu sudah bosan, kenapa tidak pisah saja sekalian! Daripada bertahan tapi dendam. Semua orang di rumah ini juga tahu bagaimana tabiat Mas Burhan. Dia, kan hobi 'jajan' siapa suruh jadi istri nggak bisa rawat diri, padahal baru umur tiga puluha--" "Nova!" Bu Yuli memperingati. Sementara Bahar menyikut lengan istrinya. Nisya yang memang jarang bicara hanya bisa menggeleng mendengarnya. "Burhan baru aja meninggal, tak baik membicarakan almarhum seperti itu. Mungkin Jihan punya alasan kenapa dia tidak sehisteris kita saat mengetahui Burhan meninggal.""Tak bisa, Ma. Sikap Mbak Jihan itu patut dipertanyakan. Aku jadi curiga, jangan-jangan selama ini dia bertahan karena mengincar harta Mas Bur--""Nova cukup!" Kali ini Bahar yang menyela. "Kamu ini ada masalah apa sama Jihan, sih? Kalau mau mengemukakan pendapat juga harus tahu tempat. Di sini ada anak-anak." Peringatan lelaki tampan berusia empat puluh tahun itu tak ayal membuat Nova terbungkam dengan delikan tajam. Jihan yang melihat itu hanya bisa tersenyum getir. Dia meremas gamis panjangnya, lalu beralih pada anak-anak yang sejak tadi menatap kebingungan."Anak-anak, ibu atau tante bisa minta tolong pada masuk ke kamar dulu, ya! Kita mau ngobrol sebentar," pinta Jihan dengan senyum.Mereka berlima mengangguk tanda mengerti. Galih dan Gina mengiring adik-adiknya untuk masuk ke kamar masing-masing. "Tapi ucapan Mbak Nova ada benarnya juga," celetuk Nisya tiba-tiba. "Yang aku tahu hubungan Mbak Jihan sama Mas Burhan lagi renggang. Seminggu lalu dia bahkan memilih menginap di rumahku alih-alih pulang.""Tuh, kan. Nisya juga merasa." Merasa dapat pembelaan Nova kegirangan. Semua orang terdiam setelahnya. Mereka menatap Jihan dengan tatapan yang berbeda satu dan lainnya. Jihan yang merasa sedang diadili, karena perbuatan yang sama sekali tidak dia lakukan, hanya bisa tersenyum kecil sembari menatap mertua dan para iparnya dengan nanar. Mereka yang menghakimi seolah tahu seperti apa kehidupan rumah tangga yang sudah Jihan lalui bersama Burhan selama lebih dari lima belas tahun ini. "Terkadang kalian itu terlalu ikut campur dalam rumah tangga kami. Tak terkecuali Mama yang sampai napas terakhir Mas Burhan saja masih mendominasi setiap keputusan yang akan diambilnya," desis Jihan. "Jangan kurang ajar, ya, Mbak!" Nova menyela. "Sudah, Nova. Kita dengarkan saja dulu penjelasan Jihan!" sahut Bu Yuli sembari tersenyum penuh arti menahan tubuh Nova yang sudah condong ke depan.Jihan kembali melanjutkan. "Sebenarnya aku bingung harus menunjukkan ekspresi macam apa setelah kepergian Mas Burhan yang tiba-tiba. Mengingat sehari sebelumnya almarhum meminta izin menikah lagi untuk yang kedua kalinya. Keputusannya itu sudah Mama setujui, bukan?"Bu Yuli terdiam. Sedangkan Nova menarik diri dan menatap suaminya dengan sorot tanda tanya. "Jasad Mas Burhan ditemukan tanpa busana, di sana aku juga mendapati celana dalam wanita, tapi sengaja kusembunyikan sebelum polisi menemukannya. Demi Allah aku malu, marah, sekaligus sedih. Di atas ranjang kami dia bahkan berani melakukan perbuatan hina, lalu mati dengan begitu mengenaskan. Tapi dengan enteng kalian menuduhku membunuh Mas Burhan setelah kututup rapat aibnya?!"...Bersambung.Gumpalan awan pekat menyelimuti langit di atas lapas Nusa Kumbangan yang menampung ribuan tahanan kelas berat. Bunyi guntur bersahutan membawa serta angin dan hujan yang mengguyur salah satu kota besar di Tahan Air tersebut. Di dalam block tahanan kelas berat dengan masa hukuman seumur hidup terdengar keributan di tengah riuhnya suara hujan. Para tahanan itu baru saja menyaksikan seorang tahanan dibvnuh dengan brutal oleh sosok yang tak dikenal menggunakan jubah hitam yang menelusup masuk di antara ketatnya penjagaan. Kepala lelaki malang itu nyaris putus. Darah segar masih mengalir dari lehernya yang dig0rok dengan kejam. Namun, ajaibnya napas lelaki itu masih berembus, pendek-pendek, dengan mata yang mengerjap lemah. Mulutnya membuka dan menutup seolah hendak mengucapkan sesuatu. Waktu hampir menunjukkan tengah malam, para petugas yang menunggu laporan datang berbondong-bodong menuju lokasi kejadian. Mereka tercengang saat melihat sel dalam keadaan terbuka, dan korban sudah sekar
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, setiap yang pergi pasti akan kembali, dan setiap yang hilang pasti akan digantikan lagi. Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Pernikahan sangat dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Ketika seseorang memutuskan untuk menutup diri dari takdirnya sendiri, mungkin saja ada duka yang diselimuti kecewa hingga dia takut untuk memulainya lagi. Jihan dan Zakir pernah merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan orang-orang yang sangat mereka kasihi, alasan itulah yang membuat keduanya sempat menutup diri. Namun, saling melengkapi adalah salah satu kunci untuk menutup lubang yang tersembunyi di dalam hati. Setelah berbagai pertimbangan keduanya resmi mengikat janji untuk menjalin komitmen sehidup semati. "Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Annisa binti almarhumah Hana Latifa dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai dua juta rupiah. Tunai!" Ikrar itu terucap lantang di Masjid Al-Jami. Tanpa malu akan statusnya se
Bak wabah yang menjamur dan tak terelakkan, begitu pun dengan isu Oraganisasi Rahasia Ular Putih yang sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Orang-orang yang penasaran mulai mencari tahu, bahkan sengaja berbondong-bondong mendatangi lokasi kejadian. Gunung Bageni yang keberadaannya terpelesok dan tersembunyi jauh di pedalaman, mulai didatangi banyak pelancong yang ingin membuktikan kebenaran di balik pesugihan yang memakan banyak korban juga memberi kesenangan secara instan.Oknum-oknum yang memanfaatkan situasi tersebut sebagai lahan untuk menimbun uang, mulai mengambil kesempatan dari keberadaan Nyai Damini yang konon masih sering datang mengunjungi lokasi yang dulu dia jadikan sebagai tepat bersemayam."Lagi-lagi berita ini." TV layar datar itu berubah hitam setelah tombol power ditekan. Lelaki senja berkemeja lengan pendek tersebut menyandarkan tubuh pada sandaran sofa, lalu menghela napas panjang."Kenapa, Yah? Masih terganggu dengan berita yang sama?" Wanita berjilbab
Portal dua alam, membawa Zidan kembali ke tempat yang sama. Sisi lain Gunung Bageni yang juga tempat bersemayamnya Nyai. Di depan pohon besar yang merupakan gerbang masuk dan keluarnya kediaman Nyai Damini, lelaki bersorban merah itu melihat seorang wanita bergaun putih menyambutnya. "Kau pasti datang untuk menyelamatkan wanita itu, bukan?"Zakir terdiam sesaat, semula dia sempat ragu. Namun, melihat aura yang terpancar dalam diri makhluk di hadapannya ini. Semua keraguannya perlahan sirna."Ya.""Cepatlah, sebelum semuanya terlambat. Saudariku membawanya ke ruang putih. Sudah dua puluh tahun sejak terakhir kali dia bermain-main di ruang itu." "Dua puluh tahun?" Zakir memastikan. "Ya, terakhir dia memainkannya bersama dengan ayah biologis Jihan. Sayangnya saat itu Ganjar memilih pintu ambisi, hingga berujung seperti ini." Pikiran Nyai Darsih jauh berkelana menyusuri masa silam. "Pastikan Jihan tak memilih apa yang hasrat terbesarnya inginkan. Atau kalau bisa jangan pilih apa pun y
Banyak cara yang bisa Iblis lakukan untuk menyesatkan anak turun Adam. Sama dengan nenek moyangnya, beberapa golongan jin tertentu juga selalu mempunyai tipu daya, muslihat, dan jebakan untuk menggoda kaum yang ia anggap lemah dan rendahan. Umur mereka yang panjang, serta wujud yang tak kasat mata menguntungkan tugasnya dalam menyesatkan manusia dari ajaran Allah SWT. Sebagian dari jenisnya memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan masa lalu, meniru seseorang, meramal masa depan, bahkan menciptakan ilusi yang mampu memperdaya akal dan pikiran manusia. Kemampuan yang diturunkan nenek moyang itu pulalah yang dimiliki oleh Nyai Damini. Dibantu para budak dari golongan sama, di alamnya, dia mampu menciptakan jenis godaan maha dasyat yang tak akan mampu ditolak makhluk berakal seperti manusia, khususnya Jihan. Perempuan itu terpedaya, dalam dunia yang diciptakan berdasarkan hasrat dan harapan terbesarnya. Hanya setitik noda hitam di hati bersih perempuan itu sudah cukup untuk membuka cela
Lalu-lalang orang masih terlihat di lokasi kejadian. Sirine ambulans dan mobil polisi bersahutan mengelilingi bangunan 1000m² yang berada di tengah-tengah Perkebunan Teh, seluas dua hektare. Bukan hanya kepolisian, tapi pasukan angkatan khusus juga dikerahkan dalam menangani kasus serius yang sudah lebih dari dua puluh tahun tak terungkap ini. Mengingat kasus yang tengah mereka tangani berhubungan dengan salah satu detektif yang kompeten di bidangnya. Fahri Azikri alias Ganjar Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka utama yang bertanggung jawab atas kematian dan banyaknya korban berjatuhan. Selain dalang dari organisasi sesat yang sudah berdiri selama dua puluh tahun lamanya, dia juga terancam pasal berlapis lainnya. Tentang pemalsuan identitas, pembunuhan berencana, pendiri organisasi ilegal, juga dengan sengaja menutupi bukti kejahatan.Sementara Bu Yuli, Bahar, dan tiga puluh orang lainnya masih berstatus saksi, sebelum pengadilan resmi menjatuhkan hukuman untuk orang-orang ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments