Home / Lainnya / RATU YANG HILANG / RUSAKNYA MAHKOTA

Share

RUSAKNYA MAHKOTA

last update Last Updated: 2021-06-21 21:33:15

PART 4. RUSAKNYA MAHKOTA

Alifia terbangun oleh cahaya matahari yang mulai masuk merambati celah-celah lubang angin di kamar pengasingan. Raudah masih terlelap, kelelahan bercerita hingga hampir pagi menjelang. 

Tak ada air di sana. Wudhulah ia dengan tayamun pada dinding bata. Alifia sholat dengan pakaian seadanya.

Tak lama kemudian pintu dibuka paksa. Berdebar dada Alifia karena tiba-tiba saja sosok tubuh yang menghampiri, mengunci pintu dan mencengkeram leher Alifia.

"Kau .... kau rupanya lebih suka aku main kasar! Kamu kira kau bisa lolos dariku begitu saja?"

"T ... Tuan Sadam ..." Alifia terperanjat.

Rupanya lelaki itu lolos dari jerat hukum karena kurangnya bukti-bukti dan bisa pula karena hartanya sanggup menyumpal keadilan.

Direnggutnya gaun Alifia sehingga dadanya telanjang.  Buah dada ranum itu masih mendebarkan Sadam Bhisma untuk memuaskan nafsu birahinya. 

"Jangan ... jangan Tuan. Jangan lakukan itu pada Nyonya Alifia." Raudah yang baru saja bangun dari lelapnya mencoba mencegah.

"Diam kamu, pelayan busuk. Pengkhianat kamu. Cuihhh!" Tuan Sadam meludahi Raudah.

Sadam Bhisma tak peduli lagi, Alifia didorong ke atas satu-satunya kasur di ruang itu. Raudah hanya bisa menjerit ketakutan. Alifia tak dapat berkata lagi, lelaki bertubuh gempal itu menindih tubuhnya dengan kasar. Pinggul Alifia membeku tak merespon tubuh lelaki itu. Tapi Tuan Sadam tak peduli, dijilatinya seluruh tubuh Alifia yang diam membeku tanpa busana, lalu digigitnya puting payudara wanita itu. Sambil menjejalkan diri masuk ke tubuh Alifia yang akhirnya menyerah dalam kesakitan yang luar biasa. 

Diam-diam Raudah mencari cara menyudahi adegan perkosaan itu dengan mencari benda tajam. Ia hanya menemukan peniti bros, dan memakai peniti itu untuk menggoresi tubuh Sadam Bhisma sekaligus mencakari punggung yang sedang asyik masyuk tanpa malu itu.

Sadam yang sedang menjelajah tubuh Alifia mendadak meledak. Ia kini menyerang Raudah dan merobek gaun pelayannya itu. Rupamya nafsu Sadam tak terpuaskan dengan satu korban. Kini tubuh Raudahlah yang ditangkapnya. Maskipun wajah Raudah biasa saja, namun tubuh gadis perawan itu sintal dan padat.  Sadam kembali bergairah pada Raudah. Ditariknya gaun Raudah hingga perempuan itu masuk ke dalam pelukan eratnya.

"Oh Tuan, jangan lakukan itu padaku!"

Tapi Sadam Bhisma menyumpal mulut Raudah dengan kaos dalamnya yang bekeringat. Sementara Alifia jatuh pingsan. Jiwa dan raganya tak sanggup melihat kenyataan. 

Sadam Bhisma menjelajah tubuh perawan Raudah dan merenggut puting payudara wanita itu dengan kasar. Raudah cuma bisa mengaduh dan berurai air mata, ia tak menyangka akan menjadi korban selanjutnya. Kepada gadis itu ia mengeluarkan cemeti, entah kenapa lelaki itu suka sekali melihat perempuan yang berdarah-darah seolah gairahnya meningkat berkali-kali lipat demi melihat penderitaan lawan mainnya.

Raudah dicambuki berkali-kali hingga berdarah-darah. Lalu dengan rakusnya Sadam Bhisma menjilati leleran darah di tubuh Raudah dan meringseknya dengan paksa. Darah perawan mengalir. Bhisma memikmatiya sambil tertawa. Tubuh gempalnya berhasil merusak mahkota dua wanita sekaligus dalam satu tempo. Dua jam kemudian Raudah dan Alifia tak bekutik dan tak sadarkan diri.

Anak buahnya berjaga-jaga di depan kamar adegan jahanam itu. Mereka tahu apa yang dilakukan tuannya kepada dua perempuan malang itu. Kedua perempuan yang kini pingsan, tergeletak berdarah-darah dengan pakaian sobek di sana-sini. Tak ada yang mendengar jerit mereka. Tak ada yang peduli sakit hati mereka dan dendam yang membara kepada sang tuan yang tak tahu diri dan penuh angkara.

                                                       ***

"Ini pakaian baru dan makanan buat kalian, para wanita jalang!"

Anak buah Sadam melemparkan ke dalam ruang pengap itu pakaian dan makanan untuk Alifia dan Raudah.

"Baiknya kalian jika bisa berhias sedikit ya ... Tuan Sadam akan mengunjungi kalian lagi jika kalian menggairahkan."

Terdengar riuh tawa para lelaki itu yang kembali mengunci pintu kamar pangasingan Alifia dan Raudah. Dua wanita yang kini saling memeluk dan mencoba mengobati luka batin yang lebih parah daripada luka di sekujur tubuh mereka.

"Aku bersumpah, akan membunuh Sadam suatu saat nanti!" ujar Alifia sambil menggigit bibirnya. Bibir itu berdarah. Pakaian yang sudah sobek dijadikan lap bekas-bekas darah dan lendir milik Sadam yang menjijikkan.

"Aku akan membantumu, Kak." sahut Raudah dengan pasti.  Sebentuk seringai aneh menghiasi wajah Raudah, yang bercampur amarah, sedih dan dendam yang tak terperikan. Raudah tak habis pikir ada lelaki yang tak punya urat malu mempertontonkan nafsu di depan banyak orang. Kini ia merasa jijik pada dirinya sendiri karena tak sanggup melawan kekuasaan sang tuan.

                                                           ***

Shanti Agustiani

Sebentuk seringai aneh menghiasi wajah Raudah, yang bercampur amarah, sedih dan dendam yang tak terperikan. Raudah tak habis pikir ada lelaki yang tak punya urat malu mempertontonkan nafsu di depan banyak orang. Kini ia merasa jijik pada dirinya sendiri karena tak sanggup melawan kekuasaan sang tuan.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RATU YANG HILANG   DENDAM ALIFIA YANG MEMBARA

    Bulan-bulan berlalu di Desa Uluwatu, membawa perubahan signifikan pada Alifia. Rutinitas latihan bela diri di bawah bimbingan para tetua desa telah mengukir ulang tubuhnya. Dulu, ia adalah gadis kota yang anggun, lembut, dengan gerak-gerik halus. Kini, bahunya tampak lebih bidang, lengannya kokoh berotot, dan setiap gerakannya memancarkan kekuatan yang tersembunyi. Kekuatan fisik ini bukan hanya hasil dari latihan, tetapi juga cerminan dari tekad baja yang kini menguasai jiwanya. Ia adalah Alifia yang baru, jauh berbeda dari gadis penakut yang pertama kali tiba di Uluwatu beberapa bulan lalu. Namun, transformasi fisiknya tak sedikit pun mengikis kelembutan hatinya. Justru sebaliknya, kelembutan itu kini terwujud dalam cara yang berbeda, lebih mendalam. Di sela-sela latihannya, ia masih menghabiskan waktu berjam-jam di alat tenun. Jemarinya yang dulunya halus kini lebih kuat, namun tetap cekatan merangkai benang-benang hitam. Ia mulai bereksperimen dengan motif-motif baru yang lebih ru

  • RATU YANG HILANG   KEHIDUPAN BARU DI ULUWATU DAN BAYANGAN MASA LALU

    Hari-hari berubah menjadi minggu, minggu menjadi bulan. Raudah dan Alifia semakin menyatu ke dalam kehidupan Desa Uluwatu. Pakaian hitam tenunan sendiri tak lagi terasa asing di kulit mereka; kini, itu adalah bagian dari identitas baru. Mereka fasih berbahasa daerah, memahami adat istiadat, dan bahkan ikut serta dalam upacara-upacara sederhana yang diselenggarakan di bawah naungan pohon beringin tua. Bisikan-bisikan tentang "orang luar" hampir lenyap, tergantikan oleh senyum dan sapaan akrab. Desa Uluwatu, dengan segala misteri dan ketenangannya, telah menjadi rumah bagi mereka.Alifia, setelah pulih sepenuhnya, menunjukkan bakat luar biasa dalam menenun. Jari-jarinya yang cekatan mampu menciptakan pola-pola rumit dengan benang hitam, bahkan mulai berani menambahkan sentuhan merah gelap seperti yang Rahajeng kenakan. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di bale-bale, di antara gemeretak alat tenun, seolah menemukan kedamaian dalam setiap helai benang yang ia rangkai. Namun, di balik

  • RATU YANG HILANG   RAHAJENG DAN AWAL PENYAMARAN

    Hari-hari berlalu di Desa Uluwatu. Raudah dan Alifia mulai terbiasa dengan ritme kehidupan sederhana di sana. Alifia perlahan pulih, kakinya sudah tidak lagi terpincang-pincang. Mereka berdua sering membantu pekerjaan desa, dari menumbuk padi dan jagung hingga mengangkut air dari sungai. Meskipun penduduk desa menerima mereka dengan tangan terbuka, Raudah tak bisa memungkiri bisikan-bisikan dan tatapan penuh kewaspadaan yang sesekali ia tangkap. Warna kulit mereka yang lebih terang dan pakaian yang tidak selaras dengan warga Uluwatu lainnya masih menjadi penanda mereka sebagai "orang luar".Suatu sore, ketika Raudah dan Alifia sedang menjemur hasil tenunan yang sudah jadi di depan rumah Mbah Surti, seorang gadis desa mendekati mereka. Gadis itu seumuran Alifia, dengan mata bulat yang cerah dan senyum yang tulus. Ia mengenakan pakaian hitam khas desa, namun ada sentuhan warna merah gelap pada motif tenunan di bagian pinggir kainnya, membuatnya tampak sedikit berbeda dari yang lain."Kal

  • RATU YANG HILANG   WAKTU YANG BEKU DI DESA ULUWATU

    Pagi di desa tersembunyi itu datang dengan kabut tipis dan udara dingin yang menusuk tulang. Raudah terbangun lebih dulu. Alifia masih terlelap pulas di sampingnya, napasnya lebih teratur setelah luka di kakinya diobati. Raudah keluar dari rumah kayu sederhana yang mereka tempati. Suasana desa masih sunyi, hanya suara ayam berkokok dan gemericik air sungai yang memecah keheningan.Dia mengamati sekeliling. Rumah-rumah kayu berjejer rapi, beberapa di antaranya tampak lebih tua dengan lumut menempel di dinding. Tidak ada suara mesin, hanya derit pintu dan langkah kaki penduduk yang mulai beraktivitas. Raudah melihat beberapa wanita paruh baya telah sibuk di luar rumah. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, kain dililitkan sebatas dada, dan kepala mereka terbalut kerudung hitam yang tampak tebal. Kerudung itu, Raudah perhatikan, terbuat dari kain tenunan kasar yang terlihat kokoh, seolah melindungi mereka dari sesuatu. Kerudung yang sama juga dipakai oleh Mbah Surti. Kaum pria pun mengen

  • RATU YANG HILANG   DESA TERSEMBUNYI DI BALIK RIMBA

    Raudah dan Alifia berjalan terseok-seok menembus semak belukar yang lebat. Jalan setapak yang ditunjukkan kakek itu semakin menanjak dan licin. Hutan di sekitar mereka tampak semakin gelap dan sunyi, seolah menelan setiap suara. Alifia mengerang kesakitan, lukanya di kaki kembali terasa nyeri. Raudah mencoba memapahnya sekuat tenaga, tetapi dia sendiri mulai kelelahan."Kita hampir sampai, Lifia... Bertahanlah," bisik Raudah, lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri.Kaki mereka terasa pegal, napas memburu, dan rasa putus asa mulai menyelimuti. Mereka bertanya-tanya, apakah desa itu benar-benar ada atau hanya harapan kosong. Tiba-tiba, Alifia tersandung akar pohon yang menonjol dan jatuh berlutut."Raudah... aku tidak kuat lagi," rintih Alifia, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Raudah berlutut di sampingnya, memeluk erat bahu Alifia. "Tidak, Lifia, kita harus kuat! Kita sudah sejauh ini. Tuhan akan melindungi kita."Saat Raudah berusaha mengangkat Alifia, samar-samar terdenga

  • RATU YANG HILANG   KEMARAHAN SADAM BHISMA

    PART 12. KEMARAHAN SADAM BHISMA Betapa marahnya Sadam Bhisma atas keteledoran Ray yang sudah diberinya bayaran di muka untuk menjaga dua tawanannya. Ia tak menyangka lelaki itu bisa termakan umpan Raudah. Sadam Bhisma segera membereskan urusan bisnisnya dan bergegas mencari sendiri Ray, Raudah dan Alifia. Ia hanya ditemani Bram, kaki tangannya di kantor. Dengan mengendarai mobil ranger-nya mereka mengendus jejak pelarian di hutan pinus. "Untuk Ray, tak ada kata ampunan lagi." ujar Sadam Bhisma kepada Bram yang sedang menyetir. "Tentu." Bram menyetujui. "Cepatlah mengemudi, aku masih banyak urusan." Lantas ranger raptor merah itu mempercepat lajunya menembus hutan yang mulai pekat. Tak seberapa lama sampailah mereka ke kedalaman hutan pinus yang sudah tak dapat lagi ditembusi kendaraan mereka. "Di sini saja, Bos?" "Ya. Siapkan senjata dan senter!" "Baik!" "Hmmm ... sudah lama aku tidak berburu di hutan." Bram mengikuti Sadam Bhisma yang berjalan dengan langkah le

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status