Alifia dari puing-puing? Yang benar Alifia berasal dari bilik-bilik sunyi di pinggiran kota tua. Ia memang memikat, bulu matanya lentik dan tuturnya bertata krama. Tingginya seratus enam puluh lima dan kulitnya begitu terang dan bersih meski rumah keluarga kecilnya di pinggiran kota itu teramat mungil dan kumuh, hanya sepetak saja. Dulu Alifia mengenal Tuan Sadam Bhisma dari etalase jualan ibunya yang diborong oleh saudagar itu ketika tak sengaja melihat kecantikan Alifia dari kaca mobil. Tak disangka oleh Alifia, saat itulah babak hitam kelam dalam hiduonya. Ketika sang ratu keluarga itu dijauhkan dari adik-adik dan ibunya sendiri oleh lelaki yang ternyata memiliki tiga istri selain Alifia. Ia mendapat dera siksa bertubi-tubi baik dari suami saudagar minyak yang angkuhnya itu, pun dari ketiga istri terdahulu Sadam Bhisma. Bukannya menolong dan mengangkat keluarganya dari keterpurukan kemiskinan. Pernikahan itu justru membuat Alifia mengalami siksa traumatis, menjauhkannya dari keluarganya dan membuat Ratu keluarga itu tiba-tiba menghilang.
Lihat lebih banyak"Tunggu, aku mencium batu gamping yang lebih banyak di sana." Alifia menggamit lengan Raudah agar berhenti berlari. "Hahhh ... maksudmu?" "Raudah kita harus mencari tempat persembunyian. Bukannya terus berlari dan berlari tak tentu arah." "Ehhh, kita ini dalam pengejaran." "Ya tapi ... ada masanya kita lelah berlari." "Kaulelah, Kak Alifia. Astaga ... kakimu berdarah." Alifia mengangguk dan terus berjalan ke arah sumber bau gamping yang diindu olehnya. Semenjak mengalami kebutaan, indera penciuman dan mata batin Aliia semakin tajam. Gelapnya netra dibayar tundai dengan terangnya mata batin dan indera. Dirabainya dahan-dahan kayu pinus dan pohon ek yang dilewatinya, sengaja berjalan di depan dan ganti memimpin langkah Raudah yang kebingungan dengan tingkah Alifia. Dengung serangga dan kunang-kunang didengarnya makin tajam menggema di daun telinga, merasai cahaya kunang-kunang itu sebagai tuntunan jalan hidup menuju t
Part 11. TRAGEDI DALAM RIMBA Siapa yang bisa menebak apa yang akan terjadi di dalam hutan? Sebab rimba raya yang pekat membuat suasana macam labirin yang tak berbentuk. Belum lagi hawa dingin menusuk-nusuk dan tumpukan ranting serta dedaunan tajam, bayangan ular melata di bawahnya atau yang bergantungan di pohon serta binatang buas lain yang siap menerkam. Raudah dan Alifia saling bersedekap mengusir dingin dan rasa takut, sementara kegelapan semakin pekat. Mereka saling membisikkan penghiburan satu sama lain, sesekali bercanda dan berkali-kali menitikkan air mata. Sementara seseorang sedang menyalakan api unggu di tengah hutan dengan bekal korek api yang dimilikinya. Ia menyalakan puntung rokok yang masih terselip di saku celana. Asap api unggun itu membumbung dan membuat Alifia dan Raudah tersedak, karena ternyata mereka berada dalam jarak yang sangat dekat. "Siapa itu?" Ray menyadari ada suara manusia di dekatnya, kemudian meny
BAB 10. INTUISI Dering handphone milik Yusuf membunyikan nada panggil keluarga bilik-bilik sunyi. Yusuf mengangkat handphone-nya terdengar suara Sarah di ujung sana. "Yusuf ... kau di mana? Mampir ke rumahku cepat, aku menemukan petunjuk yang berharga." "Sungguh? Oke aku putar balik." Yusuf memutar balik motornya menuju perumahan tempat Sarah tinggal bersama suami dan dua anaknya. *** "Ya Allah ... semoga ini benar milik Kak Alifia!" Yusuf meraih anting-anting yang hanya sebelah itu dan mengamatinya lekat-lekat. Anting itu meskipun sederhana tetapi memiliki bentuk unik yang tak banyak diproduksi lagi. Bandul bintang kecil pada bagian bawah anting-anting mengingatkan pada cahaya di masa kecilnya yang mulai dinyalakan Alifia dalam dada. Cahaya yang begitu indah melengkapi sinar purnama, saat di mana pesta pora para cendekia kecil berlomba-lomba membaca cerita atau pun dibacakan dengan suara keras
PART 9. Dua perempuan bertelanjang kaki berlari secepat angin menembus hutan pinus. Alifia tampak terseret-seret oleh tarikan tangan Raudah yang berlari dengan lincah. Gadis itu terbiasa merambah medan yang lebih terjal di kampungnya yang berbukit-bukit. Sedangkan Alifia tidak terbiasa, apalagi penglihatannya masih belum pulih. "Sudah hehhhh ... berhenti. Aku kelelahan!" pinta Alifia sambil terengah-engah. "Ohhhh ya ... Ok. Duduklah di batu ini. Aku akan melihat-lihat mencari tempat yang aman." Raudah meraih pundak Alifia dan menuntunnya untuk duduk di sebuah batu hitam. "Ya ... kakiku sangat sakit dan perih!" Raudah lantas mengamati kaki Alifia yang ternyata penuh bilur-bilur bekas goresan batu dan ranting. Alifia mencoba menenangkannya. "Sabarlah, Kak. Aku akan mengobatinya. Tapi tolong jangan berisik. Aku masih khawatir kalau-kalau ada seseorang yang mengikuti kita." Alifia mengangguk terduduk dan menutup mulutnya. I
PART 8. BARANG TEMUANSarah dan Hanifa sudah menikah, bukan dengan kalangan saudagar macam Tuan Sadam. Namun dengan lelaki sederhana yang mereka cintai, setelah tawaran pernikahan dengan lelaki kaya berhasil dicegah atas saran Yusuf. Karena Yusuf berhasil meyakinkan kedua kakak perempuannya perihal hukum alam bahwa cinta itu kaya dan kaya bukan berarti cinta. Hanifa memilih tetap tinggal di bilik sunyi bersama ibunya dan suaminya tak keberatan. Mereka sedikit demi sedikit membenahi rumah petak menjadi beberapa petak yang cukup luas untuk tambahan kamar suami-istri, ruang keluarga dan kamar anak-anak mereka. Sedangkan Alawiyah masih tetap menjahit dibantu oleh Hanifa. Setidaknya kini mereka memiliki outlet pakaian dan seragam sekolah. Perlahan tapi pasti taraf kehidupan mereka meningkat, bukan karena menantu kaya tetapi karena usaha dan percaya akan nasib baik yang akan mengubah suatu kaum ketika kaum itu mau berusaha. Alawiyah tenang di masa tuanya kala
PART 7. TRIK RAUDAH Raudah sudah lebih tenang ketika ia mampu membujuk Alifia. Suapan demi suapan ke bibir kering perempuan yang dihormatinya itu disambut dengan lemah. Hanya tiga suap yang sanggup untuk ditelan Alifia. Air mineral satu botol kecil telah pula dibagi berdua. Lalu ia membiarkan Alifia terlelap sementara Raudah memutar otak agar bisa segera keluar dari kamar laknat itu. Raudah menemukan secarik kertas dan ia masih membawa eyeliner untuk bisa menulis surat. ["Penjaga, hai aku kesepian. Bisakah kau menemani sebentar? Nyonya ratu sedang tidur."] Secarik kertas itu diselipkannya di bawah pintu. Menit demi menit terlampaui, Raudah resah menanti balasan. Ia berharap Alifia tetap tidur agar tak mengkhawatirkan percobaannya kali ini, merayu penjaga kamar yang pasti sudah sangat bosan menunggu di depan pintu kamar. Tak perlu waktu lama bagi Raudah untuk menunggu balasan. Penjaga yang semenjak semingguan ini bertugas
PART 6. NIR CAHAYA Entah sudah berapa hari Alifia dan Raudah terkurung dalam kamar pengasingan, mereka berdua sudah tak sanggup lagi menghitung hari. Makanan yang disorongkan penjaga di depan pintu mulai tak disentuh oleh Alifia. tubuhnya makin kurus dan netranya tanpa cahaya. Sementara Raudah masih yakin akan bisa membunuh Sadam Bhisma, karena itu ia makan dan terus berceloteh agar Alifia melupa derita. "Makanlah, Kak. Kau harus kuat. Kita akan membalas dendam bersama-sama." bujuk Raudah. "Aku tak punya harapan lagi. Jika kita berhasil keluar pun si empunya kuasa Sadam akan membunuh kita." "Ohhh ... betapa cemen-nya kamu, Kak Alifia. Tidak percayakah bahwa kita masih punya kekuatan dan kesanggupan melawan? Bukankah hari lalu kau yang mengajariku? Bukankah kaubilang bertekad membunuh Sadam?" Suara Raudah meninggi. "Lalu kenapa sekarang takluk pada garis takdir yang ditetapkan Sadam. Kausamakan Sadam dengan
PART 5. PENA YUSUF"Bangsat ... lolos dari jerat hukum rupanya dia!"Jemari Yusuf mencengkeram pulpen dan meremuknya. Senjata data-data yang telah didokumentasikan dan dilaporkan ke pihak kepolisian dianggap belum bisa membuktikan bahwa Sadam Bhisma lah yang menghilangkan jejak Alifia di muka bumi ini. Yusuf Anshori tak habis pikir. Mudah saja bagi negara menemukan jejak koruptor yang lari ke ujung dunia, tetapi untuk seorang Alifia, apakah sulit menemukan jejak kakaknya yang punya langkah lebih terukur?"Kak, aku akan menemukan dan menyelamatkanmu. Kupertaruhkan karir wartawanku apabila tak bisa mengendus di mana si bangsat Sadam menyembunyikanmu!"Yusuf kini berusia dua puluh tiga tahun, dengan karir cemerlang sabagai penulis dan wartawan media ternama."Aku berhutang budi padamu, Kak Alifia." Yusuf terus menggumamkan nama Alifia.Ya, jemari Alifia lah yang menuntun ia ke arah terang-benderang aksara. Tutur cerita demi
PART 4. RUSAKNYA MAHKOTA Alifia terbangun oleh cahaya matahari yang mulai masuk merambati celah-celah lubang angin di kamar pengasingan. Raudah masih terlelap, kelelahan bercerita hingga hampir pagi menjelang. Tak ada air di sana. Wudhulah ia dengan tayamun pada dinding bata. Alifia sholat dengan pakaian seadanya. Tak lama kemudian pintu dibuka paksa. Berdebar dada Alifia karena tiba-tiba saja sosok tubuh yang menghampiri, mengunci pintu dan mencengkeram leher Alifia. "Kau .... kau rupanya lebih suka aku main kasar! Kamu kira kau bisa lolos dariku begitu saja?" "T ... Tuan Sadam ..." Alifia terperanjat. Rupanya lelaki itu lolos dari jerat hukum karena kurangnya bukti-bukti dan bisa pula karena hartanya sanggup menyumpal keadilan. Direnggutnya gaun Alifia sehingga dadanya telanjang. Buah dada ranum itu masih mendebarkan Sadam Bhisma untuk memuaskan nafsu birahinya. "Jangan ... jangan Tuan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.