Pasar Berehun.
Pukul sembilan. Fikri mengemudikan mobil pickup mestibisa dengan plat kuning dan berhenti di tempat parkir. Ini adalah jam paling sibuk di pasar, orang-orang kesana kemari, dan lalu lintas kendaraan sangat padat. Namun Fikri segera melihat Jefri yang menunggunya di suatu tempat yang kosong. "Sudah datang!" Jefri menyeringai, ia menjabat tangan Fikri terlebih dahulu, lalu buru-buru pergi untuk melihat stroberi. Stroberi dikemas dalam kotak busa yang besar dan sangat segar. Ada embun di atasnya, sangat jelas baru saja dipetik! Melihat ini, Jefri semakin bersemangat. Sambil menggosok tangan, ia berkata kepada Fikri, "Bung, jadi begini, kita semua bekerja untuk orang lain. Aku harus membiarkan pekerja memilih stroberi yang baik, menimbangnya dan baru bisa memberimu uang. Bagaimanapun, ada beberapa yang kualitasnya kurang bagus. Aku harap kamu bisa memahaminya." Fikri dulunya juga pernah menjadi kurir, jadi dia tahu betul bahwa kalau terjadi kesalahan, harus bertanggung jawab penuh. Untungnya, Fikri sangat yakin dengan stroberinya sendiri. Dia mengangguk dan berkata kepada Jefri, "Boleh, tapi tolong cepat sedikit." Jefri segera memerintahkan bawahannya untuk memindahkan stroberi. Dia berdiri di samping Fikri dan mulai berbincang-bincang tanpa topik yang jelas. "Bung, aku punya ide, apakah kamu ingin mendengarnya?" Fikri terkejut sejenak, lalu menoleh ke arahnya dan berkata,Katakanlah." "Begini, mengenai stroberimu ini, sebelumnya aku bawa pulang untuk di teliti, baik dari segi kualitas maupun penampilan, itu termasuk yang terbaik di antara yang terbaik. Tapi masalahnya, kurang ada daya tarik yang menonjol. Besok ada acara peluncuran produk pertanian, tidak tahu apakah kamu tertarik tidak untuk datang melihat-lihat?" "Apa manfaatnya untukku?" Fikri menanyakan poin pentingnya. Jefri tertawa keras. "Pedagang tetaplah pedagang. Begini, harga stroberi ini mahal, aku sudah memberikan harga delapan puluh ribu per kati, setelah mengikuti acara peluncuran produk pertanian, kita bisa memasarkannya dengan merek premium, dan aku bisa memberikanmu seratus dua puluh ribu per kati! Apakah menurutmu itu layak?" Fikri mengangguk sambil tersenyum. Dia tidak memiliki kewajiban untuk melakukan promosi gratis. Namun kalau ada manfaat untuknya, itu akan berbeda. "Semua sudah diperiksa dan dihitung dengan baik!" Terdengar suara bawahan Jefri dari samping, dan Jefri segera pergi ke sana. "'Apakah semuanya adalah jenis yang sama?" "Ya, setiap buah seukuran kepalan orang dewasa dan hampir semuanya sama besar!" Bawahannya berkata dengan antusias. Mereka belum pernah melihat stroberi yang ukurannya begitu seimbang dan begitu menggiurkan sebelumnya! "Berapa banyak yang rusak?" Jefri lanjut bertanya. "Tidak ada yang rusak! Semua segar dan sangat bagus!" Kali ini, bahkan Jefri pun terkejut! Biasanya, stroberi adalah buah yang sangat rapuh, pasti ada goncangan dan benturan selama pengiriman, hal itu tidak bisa dihindari. Namun lebih dari sepuluh ribu kati stroberi ini tidak ada yang rusak? "Kenapa, ada masalah?" Tanya Fikri ketika melihat raut wajah Jefri terlihat aneh. Jefri segera menggelengkan kepalanya untuk menutupi keterkejutannya, dan menyalakan sebatang rokok. "Kualitas stroberimu benar-benar bagus! Total tiga belas ribu kati, delapan puluh ribu per kati, yang artinya seharga satu miliar empat puluh juta, akan aku transfer untukmu!" Harus diakui, ketika Fikri mendengar angka ini, jantungnya sedikit berdebar! Satu miliar empat puluh juta! Ini adalah jumlah yang sangat besar bagi Fikri yang selama ini bekerja dengan orang lain! Namun sekarang, berkat ruang yang dimilikinya, dia menghasilkan sejumlah besar uang dalam waktu singkat!" Sungguh luar biasa! "Ini nomor akunku" kata Fikri sambil memberikan nomor akun e-wallet nya kepada Jefri. Tapi, ada batasan untuk transfer, jadi Jefri mentransfer sisa uangnya ke rekening bank Fikri. "Baiklah, kalau begitu besok kita berhubungan lagi, jangan lupa dengan apa yang telah kita sepakati!" Setelah Jefri selesai bicara, dia langsung melompat ke dalam truk kecil dan mengikuti truk tersebut meninggalkan Pasar Berehun. Fikri merasa detak jantungnya masih berdegup kencang. Dia melihat angka di layar ponselnya dengan saksama, kemudian jantungnya perlahan menjadi tenang. Dia benar-benar menghasilkan uang dengan menjual stroberi! Dan itu adalah jumlah yang besar! Sekarang sudah ada lahan kosong di ruangnya, Fikri harus mencari cara untuk menanam sesuatu di sana. Kemarin, ketika mendengar ayahnya Yopi membicarakan pohon ceri, Fikri baru teringat bahwa saat ini di Kota Hokida dan bahkan di seluruh Negara Huasia, permintaan untuk buah ceri yang merupakan buah-buahan mewah ini sangat tinggi. Namun, karena waktu tumbuhnya pohon ceri relatif lama dan rentan terhadap serangan hama, jadi harganya mahal. Terutama buah dengan kualitas bagus, pasokan selalu kalah dengan permintaan! Buah impor biasanya dijual seharga puluhan hingga ratusan ribu per kati, apalagi buah yang Fikri tanam di ruangnya? Fikri menmutuskan untuk melakukannya, dia mencari di internet untuk menemukan kebun pohon ceri yang menjual bibitnya. Setelah menemukan lokasinya, ia awalnya ingin menggunakan truk kecil untuk membeli bibit, tapi ia sedikit khawatir tentang biaya bahan bakar. Jadi, dia kembali ke perusahaan "One Step Faster" dengan truk, mengembalikan truk dan membayar biaya sewa yang tersisa. Kemudian Fikri mengendarai kendaraan tiga rodanya menuju ke kebun bibit ceri. Kebun bibit itu berada di pinggiran Kota Hokida. Untungnya baterai kendaraan tiga roda listrik milik Fikri baru saja diganti, jadi tenaganya masih cukup kuat. Setelah mengendarai selama setengah jam, Fikri akhirnya menemukan tempat itu. Ini adalah kebun bibit yang sangat besar dengan ditutupi tenda plastik besar. Matahari sedang bersinar terang, di dalam tenda plastik tampak sangat terang. Fikri membunyikan klaksonnya, pintu plastik di tenda itu dibuka dan seorang pria paruh baya berjalan keluar. "Mau beli apa?" Pria paruh baya dengan sedikit logat orang daerah utara tersenyum pada Fikri, lalu menunjuk ke bibit di dalam tenda, "Mau bibit untuk tanaman hias, buah, atau jenis ekonomi? Di sini semuanya ada! Murah! Semakin banyak jumlah yang dibeli harganya akan semakin murah!" Fikri teringat pada ladang tanah miliknya dan bertanya, "Lahanku tidak terlalu besar, hanya sekitar satu hektar. Aku ingin membeli beberapa pohon ceri, jadi sebaiknya beli berapa banyak?" Ngomong-ngomong, setelah memetik stroberi, Fikri menemukan bahwa ruang ini memiliki fungsi yang unik! Dalam dua hari, stroberi yang merupakan buah yang mudah rusak ini, bahkan meskipun sudah dipetik dan diletakkan ditanah, dua hari kemudian buahnya masih segar dan tampak seperti sebelumnya. Ini membuktikan bahwa ruang ini memiliki fungsi yang sangat baik dalam menjaga kesegaran buah. Kedua, setelah stroberi dipetik, mereka langsung layu, sepertinya nutrisi telah diserap habis. Hal ini membuat Fikri sedikit kecewa. Namun, meskipun itu hanya untuk sekali panen, untungnya sayuran dan buah tumbuh dengan cepat, jadi tidak masalah kalau terus membeli bibit. Dan sekarang, Fikri memutuskan untuk membeli pohon ceri! Bicara soal menanam pohon, Fikri mungkin cukup pandai menanam sayuran, tapi dibandingkan menanam pohon, tentu saja orang ini yang lebih ahli. Bagaimanapun orang ini mencari nafkah lewat itu, jadi Fikri malas mencari tahu lewat internet. Mendengar bahwa Fikri hanya memiliki satu hektar tanah, pria paruh baya itu merasa kecewa. Dia kira Fikri adalah pelanggan besar! Namun, setiap peluang bisnis tidak boleh ditolak. Dia membuka tirai tendanya dan mempersilahkan Fikri masuk. "Pohon ceri sangat rentan, membutuhkan kepadatan dan nutrisi yang tinggi, sekitar seratus hingga seratus lima puluh pohon. Tapi, semakin padat, semakin sulit untuk merawatnya. Jadi, tergantung pilihanmu sendiri." Setelah berpikir sejenak, Fikri memutuskan untuk membeli seratus lima puluh pohon ceri. Tanah dan air di dalam ruang miliknya ini dapat terus disiram, sehingga dalam hal kepadatan seharusnya tidak masalah. Pria paruh baya itu tersenyum dan menunjuk ke tempat pohon ceri ditanam. Pohon ceri ditanam rapi dalam pot, satu jenis pohon untuk setiap pot, diatur dalam satu baris, hijau dan terlihat sangat cantik. "Ini semua pohon ceri?" "Fikri bertanya dengan penasaran. "Ya, pohon ceri juga ada banyak jenis, misalnya jenis lokal yang warnanya agak pucat dan ukurannya kecil, banyak ditanam di daerah di Provinsi Jaya dan Provinsi karta. Tapi, jenis ceri ini sangat rentan dan rasa buahnya juga tidak terlalu manis, tidak terlalu padat." Pria paruh baya memperkenalkan jenis pohon, lalu menunjuk ke pohon ceri lain yang dipegangnya, "Lihat, ini adalah bibit pohon impor. Meskipun agak mahal, tapi hasil panennya tinggi, rasa buahnya enak, tapi sangat rentan. Buah ceri yang dihasilkan sangat besar dan manis, dan harganya bisa dua kali lipat atau lebih!" Setelah mendengar penjelasan tersebut, Fikri merasa tertarik dan langsung memutuskan untuk membeli pohon ceri jenis tersebut! "Ambilkan pohon ceri jenis itu untukku, 150 pohon." Kata Fikri. Pria paruh baya itu menunjuk ke bibit ceri di tangannya, lalu tersenyum. "Kalau begitu kamu mau yang berapa tahun? Kalau yang tiga tahun harganya enam puluh ribu per satu pohon, kalau yang lima tahun harganya seratus empat puluh ribu per satu pohon." "Apa perbedaan antara keduanya?" Fikri tidak terlalu mengerti tentang menanam pohon, ia bertanya dengan penasaran.Fikri menggenggam artefak itu lebih erat. Di tangannya kini bukan hanya sekadar kunci rahasia tapi juga sumber kekuatan yang entah datang dari mana, yang mungkin bisa menjadi penyelamat... atau penghancur. “Kalau begitu,” kata Fikri perlahan, menahan gemetar dalam suaranya, “kau harus melewatiku dulu.” Pria itu tertawa pelan, langkah kakinya bergema di ruang bawah tanah yang dingin dan sunyi. “Itu memang rencanaku sejak awal.” Ia mengangkat tangan, dan dari balik jasnya muncullah senjata kecil dengan cahaya merah berkedip di sisinya—teknologi canggih, jelas bukan milik orang biasa. Tapi sebelum pria itu sempat menekan pelatuk, artefak di tangan Fikri mulai berdenyut. Simbol-simbol di permukaannya menyala lebih terang, dan seketika, cahaya biru menyambar keluar dari benda itu, membentuk semacam pelindung energi yang melingkupi tubuh Fikri. Sinar itu menghantam pria tersebut dan melemparkannya ke dinding dengan keras. Ia jatuh dengan suara dentuman, pingsan seketika. Fikri terd
Fikri duduk di ruang kerjanya, menatap peta yang terhampar di hadapannya. Setiap garis, setiap titik, dan setiap jalur yang ada di sana seolah-olah menyimpan rahasia yang lebih dalam dari yang ia bayangkan. Perjalanan yang baru saja dimulai tampaknya akan mengarah ke arah yang tidak terduga. Sesuatu yang lebih gelap, lebih berbahaya, dan lebih berisiko daripada yang ia kira.Di luar, suasana malam semakin gelap, tetapi Fikri tahu bahwa ini bukan waktunya untuk beristirahat. Apalagi setelah lelang yang sukses, dunia yang ia masuki semakin sempit. Semua orang menginginkan sesuatu darinya—dan tak sedikit yang siap menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Fikri menoleh, melihat nama yang tertera di layar: Asha. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengangkatnya."Asha," kata Fikri, suara serius namun penuh rasa ingin tahu. "Ada apa?"Asha terdengar sedikit cemas. "Kita tidak punya banyak waktu. Mereka mulai bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan
Beberapa hari setelah lelang, Fikri merasa angin perubahan berhembus kencang. Ada sesuatu yang telah ia keluarkan ke dunia, dan meski perasaan puas menyelimuti dirinya karena harga yang ia dapatkan dari lelang tersebut, ia juga tahu bahwa hal itu hanya permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Penawarannya berhasil, tetapi harga yang dibayarkan—baik secara finansial maupun psikologis—belum sepenuhnya ia pahami.Di ruang kerjanya, Fikri duduk di depan meja besar yang penuh dengan dokumen dan catatan penting. Pikiran-pikirannya melayang jauh, kembali ke percakapan dengan para pengusaha yang hadir di lelang. Ada yang tampak tertarik, ada juga yang ragu-ragu. Namun satu hal yang pasti, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya ia sembunyikan.Chelsea menghubunginya melalui telepon, menyadari kegelisahan di balik keputusan besar yang Fikri buat. "Kamu yakin sudah siap, kan?" tanya Chelsea dengan nada khawatir, meskipun ia tahu Fikri tak akan membiarkan apa pun mengganggu rencananya.Fikri
Keputusan Fikri untuk menanam apel langka itu tidak hanya menarik perhatian ruang ajaibnya, tetapi juga memunculkan pertanyaan yang lebih besar di benaknya: apakah ruang itu benar-benar bisa mengubah nasibnya, atau justru mengarahkannya pada jalan yang tidak bisa ia kendalikan? Apakah dia sudah cukup siap dengan semua yang akan datang?Beberapa hari setelah menanam apel tersebut, Fikri mulai merencanakan langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa dunia di luar sana tidak akan membiarkannya tenang, terutama dengan potensi yang tersembunyi dalam ruang ajaib dan kekuatan buah langka yang baru saja ia temukan. Ketika tawaran lelang datang dari sebuah perusahaan besar, Fikri merasa ini adalah kesempatan untuk menguji apakah dunia luar bisa menerima ‘keajaiban’ yang ada dalam hidupnya, atau justru menghancurkannya.Perusahaan itu, Sura AgriCorp, dikenal luas karena kemampuannya dalam meneliti dan mengembangkan produk pertanian eksklusif. Mereka menawarkan lelang khusus yang hanya dihadiri oleh sege
Pertarungan terus berlangsung dalam gelap malam, hanya diterangi oleh cahaya temaram dari lampu teras dan kilatan ponsel yang tak sengaja menyala. Asha dan timnya bekerja cepat dan senyap, seperti bayangan yang menari di antara suara benturan dan teriakan teredam. Fikri tetap menjaga pandangannya pada Raymond, yang meski mulai goyah, tidak kehilangan keangkuhannya. Raymond mundur satu langkah, wajahnya masih tersenyum tetapi matanya mulai mencari jalan keluar. “Kau pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan, Fikri. Aku bukan orang bodoh yang datang hanya dengan satu rencana.” Tiba-tiba, terdengar ledakan kecil dari sisi timur rumah. Asap putih menyelimuti bagian taman, membuat pandangan terganggu. Asha langsung memberi perintah, “Asap gangguan! Tetap waspada, mereka mungkin membawa senjata!” Benar saja, dua dari lima pengawal Raymond yang semula tumbang, bangkit kembali dan mulai menembakkan peluru karet ke arah Asha dan timnya. Namun Fikri telah mengantisipasi kemungkinan itu. I
Raymond menatap Fikri dengan tatapan tajam, seolah-olah mengetahui setiap langkahnya. Fikri bisa merasakan ketegangan di udara—sebuah ancaman yang tak terucapkan, namun jelas terasa. Semua ini bukan lagi hanya soal anggur atau bisnis. Ini adalah permainan yang lebih besar, yang melibatkan nyawa dan masa depan keluarganya."Kenapa kau datang ke sini, Raymond?" tanya Fikri, suara tenang namun dipenuhi perhitungan.Raymond mengangkat bahu. "Mungkin aku datang untuk mengingatkanmu, atau mungkin aku datang untuk menawarmu sebuah 'kesepakatan'. Aku tahu betul apa yang kau simpan di ruang rahasiamu. Tapi aku juga tahu, kau bukan tipe yang mudah dibujuk.""Kesepakatan?" Fikri mendengus, tidak terpengaruh. "Aku tidak butuh tawaran dari orang seperti kamu."Raymond melangkah lebih dekat, seolah tidak peduli dengan jarak yang ada di antara mereka. "Jangan terlalu percaya diri, Fikri. Kau punya banyak hal yang orang-orang seperti aku inginkan—termasuk informasi tentang ruang itu. Anggurmu bukanla