Share

Bab 7

Penulis: Zhar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-05 15:12:12

Eh!

"Satu kati lebih!"

"Kita semua sama-sama orang tua murid, lebih 50 gram ini anggap aku hadiahkan untukmu." Kata Fikri sambil memasukkan stroberi ke dalam kantong dan memberikannya

kepada pria paruh baya itu.

Raut wajah pria paruh baya itu berubah-ubah. Dia meraih kantong itu dengan kesal, lalu mengangkat Yopi dan pergi. Suara caci maki terdengar sepanjang jalan, Fikri memutar kunci kendaraan tiga rodanya, lalu tersenyum pada Sisi, "Ayo, kita pergi beli bahan makanan! Hari ini Sisi mau makan apa?"

"Sisi mau makan telur dadar tomat!"

"Ada lagi?"

"Sisi mau makan udang!"

"Baiklah! Ayah akan membelikan semuanya!" Setelah selesai membeli sayuran, saat mereka pulang sudah jam enam malam.

Fikri menyiapkan bangku kecil untuk Sisi duduk, lalu memberikan tas padanya,

"Bu Guru bilang Sisi ada pekerjaan rumah, benar tidak?"

"Ya!" Jawab Sisi sambil mengangguk dan tersenyum, "Hari ini kami pergi piknik dan Bu Guru meminta kami menggambar

rumah! Rumah itu sangat indah!" Fikri mengelus kepala Sisi dan berkata, "Kalau begitu Sisi harus menyelesaikan tugas menggambar dengan serius dan Ayah akan memasak untuk Sisi, bagaimana?"

"Baiklah!"

Fikri pergi ke dapur, mencuci beras terlebih dahulu, lalu menyalakan rice cooker dan menekan tombol masak. Kemudian dia mulai memasak. Memasak udang saus tiram, telur dadar

tomat dan terakhir sup telur rumput laut.

Fikri memasak dengan sangat cepat, selesai masak, nasi juga sudah matang. Tapi, ia harus membiarkan nasi matang beberapa saat lagi agar tidak menempel pada rice cooker.

Ketika melihat Sisi masih sibuk menggambar, Fikri masuk ke dalam ruangnya.

Di dalam ruang, biji stroberi masih terbaring di samping mata air yang tenang, sementara lima puluh biji semangka memancarkan cahaya hitam yang redup.

Dia mengambil biji stroberi dan menaburnya di tepi ladang, berjalan pelan- pelan, menyebarkan biji stroberi dengan

merata di atas tanah. Setelah menyebar biji di satu ladang, dia menekannya dengan kakinya untuk menancapkannya

di dalam tanah.

Setelah menyelesaikan penanaman biji stroberi, Fikri melakukan hal yang sama dengan menanam biji semangka di tepi ladang.

Setelah selesai melakukan semua itu, Fikri menggunakan air dari mata air yang tenang untuk menyiraminya, lalu menepuk-nepuk tangannya dengan puas. Menurut logika, kalau dia melakukan semua ini sendirian, dia pasti akan sangat kelelahan. Namun, di dalam ruang ini, setelah menanam dan menyiram sendirian Fikri malah merasa segar dan bertenaga! Fikri keluar dari ruangnya, dan ternyata, hanya beberapa menit berlalu di dunia luar, masakan yang dia masak masih mengeluarkan uap panas!

"'Sisi, ayo makan!" Kata Fikri sambil menyajikan hidangan

ke meja, "Masakan udang favoritmu sudah siap!"

Sisi juga baru saja selesai menggambar, ia dengan riang menunjukkan gambarnya pada Fikri.

"Ayah, lihatlah gambar yang Sisi gambar, bagus tidak?!" Fikri awalnya hanya meliriknya sejenak, tapi saat melihat gambar itu, dia merasa terkejut!

Di buku gambar Sisi, terdapat gambar rumah kecil bergaya Eropa, dengan padang rumput hijau yang luas, ada tunas

rumput yang masih muda, bunga-bunga kecil berwarna kuning, bahkan di antara sekelompok figur abstrak, Fikri masih dapat mengenali sosok Bu Lili. "Bagus sekali gambarannya!"

Fikri tidak memiliki bakat seni, tapi dia dapat merasa gambar itu sangat indah, dia tersenyum bahagia, memeluk Sisi dan menciumnya.

"Aduh, putriku benar-benar hebat! Jauh lebih hebat dari Ayah! Sisi harus belajar dengan serius, oke? Kelak kamu tidak

boleh melakukan pekerjaan fisik seperti Ayah, itu terlalu sulit!"

Fikir memeluk Sisi dan meletakkannya duduk di samping meja makan, Sisi mengangkat kepalanya dengan serius, menggenggam tangannya dan berkata, "Ayah jangan khawatir, aku akan menghidupi Ayah kelak dan menghasilkan uang untuk Ayah gunakan!" Setelah mendengar ini, Fikri tertawa dan segera mengisi mangkuk kecil Sisi dengan nasi!

"Baiklah, kelak Sisi akan menghidupi Ayah! Kalau begitu, ayo makan dulu!BSetelah makan hingga kenyang, dan tumbuh dewasa, kamu baru bisa menghasilkan uang dan menghidupi Ayah, apakah kamu mengerti?" Sisi mengulurkan tangan kecilnya yang gemuk, mengambil mangkuk nasi dan mulai makan dengan antusias, sikapnya ini jelas menganggap serius hal tersebut!

Fikri merasa terharu, ia menatap Sisi sejenak dan dirinya juga mulai makan dengan bahagia! Sekarang Fikri memiliki ruang sendiri! Dia pasti akan membuat Sisi tumbuh dengan bahagia dan memberikan fasilitas yang paling baik!

Setelah selesai makan dan memandikan Sisi, Fikri menmbawa kipas angin ke kamar Sisi dan menyalakan kecepatan rendah dari jarak yang jauh dari tempat tidur Sisi. Dia harus segera menggantinya dengan AC, karena menggunakan kipas angin mudah masuk angin dan Sisi beberapa kali mengalami pilek karena kipas angin.

"Anak baik, tidurlah, selamat malam."

"Selamat malam, Ayah!" Jawab Sisi dengan manis.

Begitu Fikri mendengar Sisi sudah bernapas dengan teratur, dia diam-diam meninggalkan kamar. Dia menyalakan lampu di ruang tamu, serta menyalakan kipas angin langit-langit, lalu duduk di meja makan untuk mencari nomor telepon perusahaan rental mobil.

Besok dia akan mengirimkan stroberi. Dia tidak mungkin membiarkan Jefri melihat ladang stroberinya bukan, bukan?

Dia membuka web perusahaan rental mobil bernama "One Step Faster" yang juga menyediakan rental truk besar.

Dua belas hingga tiga belas ribu kati stroberi, yang berarti beratnya lebih dari enam ton, dapat diangkut dengan truk

kecil. Fikri menelepon mereka, yang menjawab panggilan telepon adalah seorang pemuda.

"Halo, apakah Anda ingin menyewa mobil?"

"Ya, aku ingin mencari sebuah truk kecil yang dapat membawa enam ton barang. Tidak harus mewah, cukup yang murah. Aku ingin menyewanya untuk besok. Berapa harganya?" Tanya Fikri.

Besok Fikri hanya menggunakannya sebentar, yaitu mengirimkan barang dari rumahnya ke Pasar Berehun saja.

Pemuda itu terdiam sejenak, lalu lanjut berkata, "Apakah Anda memerlukan sopir? Sewa sopir enam ratus ribu sehari." "Tidak perlu, aku akan mengendarainya sendiri!" Fikri menjawab dengan cepat. Dulu ketika dia lulus sekolah, demi

mencari uang, dia sudah memiliki setiap SIM yang ada, dia bahkan mendapat SIM untuk mengemudikan truk kecil.

"Kalau begitu sebuah truk kecil dengan pelat biru sudah cukup. Merek Jiangling satu juta sehari. Bagaimana menurutmu?" Satu juta sehari. Fikri merasa sedikit mahal, tapi harga di Kota Hokida memang seperti itu.

"Baiklah, besok pagi jam delapan, aku akan ke perusahaan kalian untuk mengambil mobil."

"Baiklah, terima kasih atas kunjungan Anda, selamat datang kembali lain kali!" Setelah mengatakan itu, pemuda itu mengakhiri panggilan telepon.

Setelah menyelesaikan masalah transportasi, Fikri mulai memikirkan kotak busa dan kertas lembut yang dibutuhkan.

Biaya-biaya tersebut masih terjangkau dan dapat ditanggung olehnya. Fikri bergegas mandi dan tidur dengan

nyenyak. Pada pukul tujuh pagi, alarmnya berbunyi dan dia bangun tepat waktu. Setelah menyiapkan sarapan dan menyuapi Sisi, Fikri dengan cepat menyelesaikan sarapannya sendiri, dan mengendarai kendaraan tiga roda untuk

mengantarkan Sisi ke sekolah. Sisi membawa tas kecilnya, berdiri di pintu gerbang taman kanak-kanak, dan dengan agak enggan melambaikan lengan kecilnya kepada Fikri, "Ayah, sampai jumpa! Hati-hati saat berkendara! Sisi akan menunggu Ayah datang menjemputku, aku akan patuh!" Fikri tersenyum dan mengangguk, lalu bergegas mengendarai kendaraan tiga

roda ke perusahaan "One Step Faster". Setibanya di depan perusahaan, seorang pemuda berpakaian seragam biru

berdiri di samping truk kecil merek Jiangling. Pemuda itu sudah melihat Fikri dari jauh, dan dengan tersenyum profesional bertanya, "Apakah Anda yang menyewa truk Jiangling biru?"

Fikri mengangguk, "lya, aku!"

"Baiklah, tolong tunjukkan kartu identitas Anda untuk diverifikasi, lalu tanda tangani kontrak ini dan bayar uang muka, setelah itu Anda bisa menggunakan mobil ini."

Pemuda itu memberikan kontrak sewa kepada Fikri. Fikri mengeluarkan kartu identitasnya dari sakunya dan setelah memeriksa kontrak dan biaya sewa, ia menandatanganinya. "Ini uang mukanya." Fikri mengeluarkan empat ratus ribu

dan memberikannya kepada pemuda itu, kemudian menunjukkan surat izin mengemudinya, "Jangan khawatir, aku

punya SIM, aku bisa membawa mobil ini kembali sebelum tengah hari." Pemuda itu langsung tersenyum,

"Jangan sungkan, Anda adalah tamu, aku tentu saja percaya pada Anda! Semoga Anda selamat sampai tujuan!"

Setelah itu, dia memberi hormat kepada Fikri.

Fikri merasa sangat tidak nyaman! Kapan dia pernah diberi perlakuan seperti ini sebelumnya?

Fikri segera naik ke mobil, menyalakannya, lalu meninggalkan

tempat itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 66

    Fikri menggenggam artefak itu lebih erat. Di tangannya kini bukan hanya sekadar kunci rahasia tapi juga sumber kekuatan yang entah datang dari mana, yang mungkin bisa menjadi penyelamat... atau penghancur. “Kalau begitu,” kata Fikri perlahan, menahan gemetar dalam suaranya, “kau harus melewatiku dulu.” Pria itu tertawa pelan, langkah kakinya bergema di ruang bawah tanah yang dingin dan sunyi. “Itu memang rencanaku sejak awal.” Ia mengangkat tangan, dan dari balik jasnya muncullah senjata kecil dengan cahaya merah berkedip di sisinya—teknologi canggih, jelas bukan milik orang biasa. Tapi sebelum pria itu sempat menekan pelatuk, artefak di tangan Fikri mulai berdenyut. Simbol-simbol di permukaannya menyala lebih terang, dan seketika, cahaya biru menyambar keluar dari benda itu, membentuk semacam pelindung energi yang melingkupi tubuh Fikri. Sinar itu menghantam pria tersebut dan melemparkannya ke dinding dengan keras. Ia jatuh dengan suara dentuman, pingsan seketika. Fikri terd

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 65

    Fikri duduk di ruang kerjanya, menatap peta yang terhampar di hadapannya. Setiap garis, setiap titik, dan setiap jalur yang ada di sana seolah-olah menyimpan rahasia yang lebih dalam dari yang ia bayangkan. Perjalanan yang baru saja dimulai tampaknya akan mengarah ke arah yang tidak terduga. Sesuatu yang lebih gelap, lebih berbahaya, dan lebih berisiko daripada yang ia kira.Di luar, suasana malam semakin gelap, tetapi Fikri tahu bahwa ini bukan waktunya untuk beristirahat. Apalagi setelah lelang yang sukses, dunia yang ia masuki semakin sempit. Semua orang menginginkan sesuatu darinya—dan tak sedikit yang siap menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Fikri menoleh, melihat nama yang tertera di layar: Asha. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengangkatnya."Asha," kata Fikri, suara serius namun penuh rasa ingin tahu. "Ada apa?"Asha terdengar sedikit cemas. "Kita tidak punya banyak waktu. Mereka mulai bergerak lebih cepat dari yang kita perkirakan

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 64

    Beberapa hari setelah lelang, Fikri merasa angin perubahan berhembus kencang. Ada sesuatu yang telah ia keluarkan ke dunia, dan meski perasaan puas menyelimuti dirinya karena harga yang ia dapatkan dari lelang tersebut, ia juga tahu bahwa hal itu hanya permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Penawarannya berhasil, tetapi harga yang dibayarkan—baik secara finansial maupun psikologis—belum sepenuhnya ia pahami.Di ruang kerjanya, Fikri duduk di depan meja besar yang penuh dengan dokumen dan catatan penting. Pikiran-pikirannya melayang jauh, kembali ke percakapan dengan para pengusaha yang hadir di lelang. Ada yang tampak tertarik, ada juga yang ragu-ragu. Namun satu hal yang pasti, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya ia sembunyikan.Chelsea menghubunginya melalui telepon, menyadari kegelisahan di balik keputusan besar yang Fikri buat. "Kamu yakin sudah siap, kan?" tanya Chelsea dengan nada khawatir, meskipun ia tahu Fikri tak akan membiarkan apa pun mengganggu rencananya.Fikri

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 63

    Keputusan Fikri untuk menanam apel langka itu tidak hanya menarik perhatian ruang ajaibnya, tetapi juga memunculkan pertanyaan yang lebih besar di benaknya: apakah ruang itu benar-benar bisa mengubah nasibnya, atau justru mengarahkannya pada jalan yang tidak bisa ia kendalikan? Apakah dia sudah cukup siap dengan semua yang akan datang?Beberapa hari setelah menanam apel tersebut, Fikri mulai merencanakan langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa dunia di luar sana tidak akan membiarkannya tenang, terutama dengan potensi yang tersembunyi dalam ruang ajaib dan kekuatan buah langka yang baru saja ia temukan. Ketika tawaran lelang datang dari sebuah perusahaan besar, Fikri merasa ini adalah kesempatan untuk menguji apakah dunia luar bisa menerima ‘keajaiban’ yang ada dalam hidupnya, atau justru menghancurkannya.Perusahaan itu, Sura AgriCorp, dikenal luas karena kemampuannya dalam meneliti dan mengembangkan produk pertanian eksklusif. Mereka menawarkan lelang khusus yang hanya dihadiri oleh sege

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 62

    Pertarungan terus berlangsung dalam gelap malam, hanya diterangi oleh cahaya temaram dari lampu teras dan kilatan ponsel yang tak sengaja menyala. Asha dan timnya bekerja cepat dan senyap, seperti bayangan yang menari di antara suara benturan dan teriakan teredam. Fikri tetap menjaga pandangannya pada Raymond, yang meski mulai goyah, tidak kehilangan keangkuhannya. Raymond mundur satu langkah, wajahnya masih tersenyum tetapi matanya mulai mencari jalan keluar. “Kau pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan, Fikri. Aku bukan orang bodoh yang datang hanya dengan satu rencana.” Tiba-tiba, terdengar ledakan kecil dari sisi timur rumah. Asap putih menyelimuti bagian taman, membuat pandangan terganggu. Asha langsung memberi perintah, “Asap gangguan! Tetap waspada, mereka mungkin membawa senjata!” Benar saja, dua dari lima pengawal Raymond yang semula tumbang, bangkit kembali dan mulai menembakkan peluru karet ke arah Asha dan timnya. Namun Fikri telah mengantisipasi kemungkinan itu. I

  • RUANG AJAIB JURAGAN FIKRI   Bab 61

    Raymond menatap Fikri dengan tatapan tajam, seolah-olah mengetahui setiap langkahnya. Fikri bisa merasakan ketegangan di udara—sebuah ancaman yang tak terucapkan, namun jelas terasa. Semua ini bukan lagi hanya soal anggur atau bisnis. Ini adalah permainan yang lebih besar, yang melibatkan nyawa dan masa depan keluarganya."Kenapa kau datang ke sini, Raymond?" tanya Fikri, suara tenang namun dipenuhi perhitungan.Raymond mengangkat bahu. "Mungkin aku datang untuk mengingatkanmu, atau mungkin aku datang untuk menawarmu sebuah 'kesepakatan'. Aku tahu betul apa yang kau simpan di ruang rahasiamu. Tapi aku juga tahu, kau bukan tipe yang mudah dibujuk.""Kesepakatan?" Fikri mendengus, tidak terpengaruh. "Aku tidak butuh tawaran dari orang seperti kamu."Raymond melangkah lebih dekat, seolah tidak peduli dengan jarak yang ada di antara mereka. "Jangan terlalu percaya diri, Fikri. Kau punya banyak hal yang orang-orang seperti aku inginkan—termasuk informasi tentang ruang itu. Anggurmu bukanla

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status