Share

Rafnindita
Rafnindita
Penulis: Deane Almira

Prologue

Suara gemericik air mancur dari kolam ikan di depannya menelusup ke dalam renung Anindita. Membuat ketenangan seakan hadir pada pagi hari, menemani Anindita yang sedang melamun di halaman belakang kampus. Banyak hal yang memenuhi isi kepala Anindita, membuat kepalanya seakan mau pecah saja.

Sebuah buku yang sedari tadi ia genggam, ia simpan di bangku sampingnya. Buku yang selalu ia baca, meskipun sudah berulang kali. 

I wish you were here, Ma..

Anindita memejamkan mata, menghembuskan napasnya pelan. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kurusnya. Menunjukkan pukul delapan pagi, yang artinya kelas akan dimulai setengah jam lagi. 

"Oke, gue harus semangat!" ucapnya pelan, sekedar untuk menyemangati diri sendiri.

Anindita beranjak dari bangku taman, menuju ke selasar ruangan kelas. Banyak yang menyapanya meskipun ia bukan anak populer di kampus. Sikap mudah bergaul yang dimiliki oleh Anindita membuatnya mudah memiliki teman, hanya teman bukan sahabat. Bahkan dirinya pun tidak tau, apakah ia memiliki teman sungguhan atau teman palsu. Sungguh miris.

Sebelum menuju kelas, Anindita atau yang biasa disebut Anin mampir ke kantin. Ia butuh air mineral untuk menyejukkan kerongkongannya, lagipula ia rindu bertemu dengan Bu Asih--Ibu kantin langganannya.

"Eh, teh Anin. Kemana aja atuh kok baru nongol?" dengan aksen Sunda yang khas, Bu Asih menyapa Anin.

"Ada ko Ibu, cuma baru masuk lagi. Kemarin ambil cuti." Anin menjawab dengan senyuman di wajahnya. Tangannya sibuk mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin, dan segera membayarnya.

"Ibu sehat? Anin kangen jajan siomay Ibu!" Anin merengek lucu. Rambutnya yang ia kuncir kuda bergerak seiring Anin menggerakan kepalanya.

Bu Asih terkekeh, "Sehat atuh, alhamdulillah. Teh Anin gimana? Nanti istirahat, siomaynya ready ya. Teh Anin jajan bareng yang lain di sini."

Anin mengangguk, "Sehat juga dong Bu. Siap! Nanti Anin ajak Ara sama Rafi kesini. Anin masuk kelas dulu ya, Bu!"

"Iya teh Anin, semangat kuliahnya." Bu Asih memberi senyuman tulus, Anin pun membalas senyuman itu dengan tulus sebelum berlalu.

Senyuman Anin masih belum luntur, ia senang hatinya bisa sedikit menghangat hanya karena percakapan sederhana dengan Bu Asih. 

Tak lama ia berjalan, Anin pun sampai di kelasnya. Pagi ini Anin mendapat mata kuliah geoteknik, memang rumit namun Anin harus menghadapi mata kuliah ini dengan senyuman. Hanya itu yang bisa Anin lakukan sekarang. Setidaknya untuk membuat harinya berseri.

* * *

"Nin, lo kurusan deh. Lo okay?" Ara bertanya di sela aktivitasnya mengunyah siomay buatan Bu Asih.

Pernyataan Ara membuat Rafi pun ikut menoleh kepada Anin. Rafi mengangguk pelan, "Iya Nin, lo kurusan."

Sejujurnya, Anin merasa kurang nyaman dengan pertanyaan ini. Anin ingin teman temannya memiliki perasaan yang biasa saja setelah kejadian itu. Dengan pasti, Anin mengangguk untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Gue gak kenapa kenapa. Gue cuma banyak pikiran, biasa lah kan tugas banyak. Belum lagi gue kemarin ambil cuti, jadi tugas gue numpuk gitu." ucap Anin dengan yakin.

Ara dan Rafi mengangguk pelan. "Yaudah kalau ada apa apa, lo kabarin kita aja." kata Rafi.

Anin tersenyum simpul, melanjutkan kegiatannya memakan siomay. Ara dan Rafi memang teman Anin, namun mereka adalah sepasang kekasih. Makan bersama mereka seperti nyamuk, namun Ara dan Rafi tidak masalah. Lagipula, mereka berteman cukup dekat walaupun tidak sedekat itu.

Setelah makan siomay, Anin niatnya ingin pergi ke toko buku untuk self healing. Jam kuliah sudah selesai karena dosen mata kuliah yang seharusnya mengajar mengabari tidak akan masuk. Banyak mata kuliah yang perlu Anin kejar namun ia tidak ingin seambis itu, rasa malas kadang masih memenuhi jiwanya.

"Anindita Queenzy?" pertanyaan itu membuat Anin menghentikan suapan siomaynya. Mereka bertiga sontak menoleh ke lelaki yang memanggil nama Anin dengan lengkap. Lelaki bertubuh tinggi, menggunakan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kacamata hitamnya berdiri di sebelah Anin.

"Siapa?" Ara berbisik pada Anin. Anin hanya mengangkat bahu tanda tidak mengetahui siapa lelaki ini.

"Iya itu gue, lo siapa?" tanya Anin dengan mengerutkan alisnya.

"Saya Bisma, saya diminta oleh Pak Rafa untuk menjemput Anda." ucapnya dengan tenang tanpa menghiraukan tatapan kebingungan dari mereka bertiga.

"Pak Rafa, siapa?" Nada bicara Anin tentu menunjukkan ekspresi kebingungan. Rafa siapa? Bisma siapa?

"Anda akan mengetahuinya apabila Anda ikut dengan saya sekarang."

"Lah, gak jelas lo. Gue gak kenal lo, mana mau gue ikut." dengan ketus Anin menjawab sembari menggelengkan kepalanya.

"Nin, siapa tau penting." ucap Rafi, ia melihatkan deretan giginya. Anin tau isi pikiran Rafi.

"Iya Nin, mending lo ikut aja dulu." Ara ikut mendukung Rafi, menyuruh Anin ikut dengan Bisma. Anin menggelengkan kepalanya. Temannya ini kenapa sih?

"Pak Rafa tidak suka menunggu, jadi sebaiknya Anda segera ikut dengan saya." Bisma sedikit memaksa, ia menarik pelan lengan Anin. Anin tidak suka dengan ini, ia memaksa Bisma untuk melepaskan tangannya dari lengan Anin.

"Iya, iya gue ikut. Tapi jangan lo sentuh gue!" ketus Anin.

Dengan cemberut, Anin membereskan tasnya. Ia mulai beranjak dari kursi dan berjalan keluar dari area kantin.

"Nin, kalau butuh apa-apa telfon gue ya! Good luck!" teriak Ara sambil melambaikan tangan.

Anin merutuk dalam hati, teman macam apa yang terlihat seperti menjual temannya?

* * *

Bisma membuka pintu mobil untuk Anin. Anin mengerjap, dari mobilnya saja sudah terlihat mewah. Apa Rafa seorang yang tajir dan bergelimang harta?

"Silahkan masuk, Pak Rafa menunggu di dalam."

Dengan tidak iklas, Anin masuk ke dalam mobil. Aroma kopi dan vanila menyeruak di dalam indra penciumannya. Aroma yang Anin suka. Betul yang tadi Bisma ucapkan, ada seseorang yang duduk di samping Anin. Mungkin ini Rafa?

Tak lama setelah Anin masuk, Bisma pun ikut masuk dan mulai menjalankan mobilnya. Anin merasakan kecanggungan yang luar biasa. Apalagi saat Rafa tidak mengajaknya ngobrol hanya untuk berkenalan. Mata lelaki yang Anin anggap itu sebagai Rafa terus fokus pada I-padnya, jarinya pun terus berselancar pada layar tablet tersebut.

Anin hanya bisa menggigit bibir dan memainkan jarinya. Ia merutuki dirinya sendiri mengapa mau mengikuti Bisma. Bagaimana jika mereka adalah penculik yang berpenampilan baik saja? Duh, bodo banget gue!

"Saya Rafa Aveeno." Anin menoleh saat suara berat itu terdengar. Anin memujanya dalam hati, suara berat namun sangat terdengar lembut di telinga Anin. Wajah Rafa pun terlihat sangat tampan. Namun Anin tidak boleh dengan mudah tertipu oleh penampilan.

Anin berdeham pelan, "Lo ngapain jemput gue?" tanya Anin langsung pada intinya. Suara ketus Anin tidak bisa ia tahan. Anin kesal.

"Kami akan fitting baju pengantin, Anindita." ucap Rafa singkat, padat dan jelas namun besar efeknya untuk Anin. Apa katanya? Fitting baju pengantin?

"Gila lo!"

* * *

Hi! I think it's enough for the prologue, thank you! <3

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status