Suasana pagi begitu menyibukkan bagi Shinta dalam merawat Leon. Membersihkan tubuh suami yang masih dalam kondisi lemah, dengan memakaikan baju kaos pilihan pria yang menikahinya secara kontrak tersebut, setelah menyeka tubuh Leon menggunakan air hangat."Sa-sa-sa-sayang, bisakah kamu menolong ku untuk menjahitkan celana pendek aku yang itu?" tunjuknya pada celana berbahan katun, yang robek di bagian kantong celananya.Shinta mengalihkan pandangannya kearah tunjuk Leon yang masih duduk di bibir ranjang tanpa mengenakan underwear. Untuk diketahui, selama pasien melakukan cuci darah rutin, selama itu pula ia tidak mengeluarkan air seninya.Shinta mengangguk, dia mencari jarum dan benang yang pernah ia lihat di dalam laci kamar suaminya tersebut. "Sayang, dimana jarum jahitnya? Kemaren aku lihat ada disini, kok sekarang enggak ada? Apa ada orang lain yang masuk ke kamar kita? Karena setahu aku, kamar ini tidak boleh siapapun yang masuk," celotehnya masih mencari-cari keberadaan jarum jah
Shinta masih berusaha merayu suaminya, dia tidak ingin Leon bersedih atas sikapnya. Bagaimanapun ia menyadari kesalahan yang telah dilakukan sehingga melukai perasaan Leon. "Sayang ... aku minta maaf padamu. Bagaimana hari ini kita jalan-jalan, atau belanja. Kebetulan keperluan kewanitaan ku habis, jadi aku ingin membeli beberapa kebutuhan, dan kita bisa jalan-jalan di pusat perbelanjaan," pujuknya mengecup punggung tangan Leon.Leon yang tidak pernah keluar rumah, semenjak sakit, seketika menyetujui permintaan Shinta, "Tapi kamu harus janji satu dengan aku," rungutnya.Shinta mendekatkan wajahnya lebih dekat pada Leon, menggenggam erat pada pegangan kursi roda, "Apa hmm?"Leon tersenyum sumringah, wajah pucatnya seketika merona malu. Dia tidak pernah mendapatkan perhatian khusus dari orang lain seperti yang dirasakannya ketika bersama Shinta.Beberapa tahun lalu, saat Leon menjalin hubungan dengan Cua, hanya dirinya lah yang selalu merayu, berbuat baik pada gadis itu. Bahkan jika keka
Cukup lama Arlan menghabiskan waktu di ruang meeting bersama pihak manajemen rumah sakit internasional, hanya untuk mendengarkan laporan tahunan, serta perencanaan enam bulan kedepan. Tentu ia dihadapkan dengan Raline juga Seno yang duduk persis dihadapannya.Ketika break makan siang yang telah dipersiapkan team management, Arlan memilih meninggalkan ruang meeting menuju ruangannya. Tentu Mia mengejarnya, untuk meminta tanda tangan duda tampan beranak satu tersebut.Mia bertanya sedikit gugup karena sejak tadi Arlan tidak mengacuhkan secretarisnya, "Ma-ma-maaf Pak ... bisa kita menandatangani berkas dulu sebelum makan siang?"Arlan hanya menjentikkan jarinya, agar Mia meletakkan berkas diatas meja kerjanya, dan meminta wanita itu pergi dari ruangannya. "Panggil Seno untuk makan bersama di ruangan saya. Satu lagi, kembalikan posisi Raline untuk sementara waktu, beri dia kontrak tiga bulan, sambil kita mencari kandidat yang lain! Shinta masih sibuk mengurus
Di keheningan ruangan mewah yang berada di lantai sembilan itu, Arlan masih membiarkan Seno dengan pikirannya sendiri, sambil menikmati hidangan makan siang mereka berdua. Seketika ia teringat akan Liberti yang menunggunya di restoran, "Agh ... sial!" umpatnya.Seno terhenyak seketika, "Hmm?"Arlan memukul meja yang ada dihadapannya, setelah menyantap lahap makan siang yang tidak senikmat hidangan pelayan mansion mewahnya. "Mama mertuaku ada di restoran. Entah ada urusan apa dia menemui aku. Aku sama sekali sudah muak dengan keluarga Almarhumah Yasmin. Lebih baik aku menghindar. Pasti yang mereka bahas, Raline, Raline, dan Raline. Wanita itu memang benar-benar mengganggu aku sejak dulu hingga kini. Dari Yasmin masih hidup, sampai dia tidak ada. Aku jadi seperti terganggu dengan wanita paruh baya itu! Ingin rasanya aku memaki Mama Liberti, membalikkan semua kata-kata penghinaan yang dikatakannya padaku. Tapi aku masih belum bisa, karena aku masih sangat menghargai d
Sudah lebih dari enam bulan kebersamaan mereka tinggal satu atap di mansion mewah milik Arlan. Betapa bahagianya duda beranak satu itu menyaksikan kemesraan Leon dan Shinta yang semakin tampak bahagia dan putranya semakin menikmati indahnya kehidupan setelah dua kali seminggu cuci darah.Ya ... Arlan memilih menjaga jarak dari Shinta semenjak pertikaiannya dengan Liberti beberapa waktu lalu. Bagaimana tidak, wanita paruh baya itu terus memaksa Arlan untuk menikah dengan Raline putri kesayangannya.BRAKLiberti memukul keras meja restoran, membuat Arlan semakin berang. "What do you mean by marrying Leon to that Singaporean girl Arlan. Mama already knows all the stories about the girl. You married him off to Leon, so you could be close to your son-in-law, right? Don't be crazy you! If you really love Yasmin, don't ever hurt Leon!"Arlan hanya mendengus kesal, dia berkali-kali mengusap kasar wajahnya, ingin sekali dia mencabik-cabik mulut mertuanya itu. Namun dia m
Gairah yang menggelora bagi dua insan Arlan dan Shinta semakin tidak bisa diterima oleh akal sehat dan logika.Bagaimana mungkin, kini kedua-nya larut dalam hausnya hasrat yang semakin menggelora. Perlahan tangan Arlan mendekap tubuh ramping Shinta yang sangat ia rindukan selama berbulan-bulan dalam kesendiriannya.Telah lama Arlan merindukan hangatnya tubuh seorang wanita, kini ia tak kuasa menahan rasa rindu yang akan didapatkannya melalui Shinta ...Salah, gairah terlarang, bahkan haram bagi dua insan anak menantu itu untuk saling berbagi kasih hingga berakhir diatas ranjang peraduan apartemen pribadinya."Kamu sangat cantik Shinta ... aku sangat merindukan mu, selama ini aku menahan hasrat ku, namun kali ini aku tidak kuasa membendung lagi gairah ku. Kamu milik ku, Shinta." Arlan mellumat lebih dalam bibir Shinta, menautkan lidah, saling bertukar saliva. Tangan kekar sang pria perlahan melepas satu persatu penghalang diantara mereka berdua, meninggalkan bebe
Tepat pukul 16.00 waktu Jakarta, Shinta sudah berada di mansion mewah itu, tentu bersama Arlan. Walau merasa tidak nyaman untuk bergerak saat ini. Karena inti Shinta masih terasa sangat perih, disebabkan perlakuan nakal Arlan, yang seolah-olah melepaskan semua hasrat terpendam selama dua tahun lebih berpuasa."Istirahat yah, sayang. Ingat, jangan sampai Leon melihat bekas merah di dada mu. Karena tadi aku tidak kuat untuk menahannya," kecupnya lembut pada kening Shinta. "Iya Pi," angguk Shinta patuh dengan wajah merona malu.Tak lupa Arlan mengecup kembali bibir Shinta dengan sangat lembut, saat akan keluar dari mobil, dan mengizinkan menantunya itu turun lebih dulu.Arlan tersenyum sumringah, wajahnya berseri-seri, bahkan sangat bahagia setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan selama ini. "Ternyata kamu sangat menyenangkan sayang ..."Bergegas Arlan memarkirkan mobilnya, turun perlahan, dari mobil sport miliknya, dia turun membawa beber
Malam semakin larut, Shinta tengah mengganti pakaiannya sambil menatap cermin, melihat beberapa tanda merah yang sangat berkesan baginya, "Hmm sebentar lagi kita akan bersama Pi. Shinta yakin kita akan selalu bersama ..."Akan tetapi, siapa sangka Leon membuka matanya perlahan, melihat tanda merah yang begitu banyak didada Shinta melalui pantulan cermin, "Ogh Tuhan, apa yang dilakukan Shinta dibelakang aku? Apakah dia memiliki kekasih diluar sana ...?".Benar saja, setiap ada kesempatan Arlan tak kuasa untuk tidak terpancing pada sang menantu. Dia sangat memahami bagaimana wanita jika sudah merasakan kenikmatan surga dunia.Entahlah, Arlan benar-benar terpesona dalam bayang-bayang Shinta selama menjadi istri putra kesayangannya, Leon.Kini Leon sudah lebih baik, walau tubuhnya masih terlihat kurus, namun dia sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan Shinta, serta dapat mengemudikan mobil sport mewah miliknya, yang diberikan Arlan beberapa waktu lalu.Semakin