"Boleh..." Kania menegaskan pernyataannya dengan anggukkan kepala. "Nggak keberatan ditinggal?" Kini Kania menggeleng. "Bener?" Kembali Nick bertanya seakan ingin meyakinkan hatinya sendiri bahwa tidak apa-apa meninggalkan Nia di Indonesia..Kania menatap wajah suaminya yang telah membahagiakannya habis-habisan. Sebenarnya Nia ingin bilang sangat keberatan. Nia tahu kalau dia menjawab apa adanya akan terlihat sangat kekanak-kanakan. Toh, selama ini Nick terlalu sering mengalah. Dia bisa pergi ke kantor kan? Beraktivitas seperti biasa dengan Lisa, Tiara dan anak buahnya yang lain. Walau jika mau jujur dari hati yang paling dalam dia tidak ingin Nick pergi bukan karena dia tidak ingin sendirian tapi lebih karena dia mencemaskan Nick! "Nggak apa-apa, Hon. Tapi...kamu hati-hati di sana, jangan...gampang teralihkan, fokus ya Hon!" "Teralihkan?" "Teralihkan." "Contohnya?" "Misal, ada karyawan bikin ulah, atau ada mendadak ada masalah lagi yang sepertinya kok kebetulan, yah...se
Hari ini Kania mulai kembali bekerja dengan perjanjian tidak boleh sampai sore, Kania mengiyakan karena bagaimanapun Kania tahu semua untuk kepentingannya sendiri. 'aku tahu...semua yang kau lakukan hanya untuk kebaikanku,' batin Kania dengan rasa haru.Kemarin mereka sempat berdebat dan akhirnya Nick menang, jadilah Kania boleh berangkat ke kantor tapi harus pulang setelah jam makan siang. Itu kesepakatan yang akan ditepatinya. Kania mengira dia akan di antar lalu dia mulai bekerja dengan telepon yang tak berhenti berdering dari suaminya yang bertanya tentang keadaannya. Itu yang Kania perkirakan mengingat betapa posesifnya suaminya sejak berbagai peristiwa hampir mencelakainya. Akan tetapi perkiraan Kania salah! Meleset jauh! Nick tidak akan meneleponnya karena saat ini Nick berada hanya sejauh 3 meter darinya. Nick menemani Kania ke kantor lalu masuk bersama Kania dan duduk dengan tenang di hadapan Kania. Kini, suami tercinta itu sedang serius bekerja dengan laptopnya.
Sejak pembicaraan terakhir mereka membahas suster aneh yang telah bebas dari penjara dengan jaminan yang sangat besar, maka mobilitas Kania pun makin mengecil. Kania tidak pernah sekalipun boleh pergi keluar rumah sendirian, harus selalu ditemani oleh suaminya.Kania pergi bekerja...selalu ditemani Nick yang akhirnya bekerja dari kantor Kania.Kania ke mall? Tidak. Pernah Kania mengutarakan keinginannya untuk membeli gaun baru, dan seketika Nick mengirim orang butik datang dengan koleksi terbaru mereka. Akhirnya Kania berhenti mencoba keluar rumah. Nick selalu punya cara untuk mengabulkan keinginannya tanpa Kania harus meninggalkan rumah. Siang hari ini, Nick yang harus pergi ke kantor karena ada urusan yang tidak bisa di tunda, jadi Kania yang harus mengalah untuk tidak pergi ke kantor tapi harus puas tinggal di rumah. Sejak pagi Kania merasa Nico tidak seceria biasanya, ternyata menjelang siang badan Nico panas! Segera Kania menelepon ke sana ke mari. Lalu akhirnya Kani
Nampak sopir kebingungan memutuskan."Buka pintu, Pak.""Nyonya, maafkan saya..." Kalau tidak melihat sorot matanya Kania tidak akan menangkap besarnya permintaan maaf yang tersirat. Seketika Kania diam, dia maklum mereka tidak akan berani melawan perintah suaminya. Apalagi Kania melihat suster gila itu tiba-tiba menjauh..lalu menghilang.Mungkin dia bisa mencium gelagat yang membahayakan dirinya. Segera Kania menelepon Nick."Aku akan menjelaskan segera." Itu kalimat pertama yang Nick ucapkan begitu mengangkat telepon Kania. "Aku juga bisa tahu mana bahaya mana yang bukan!""I know, tapi sebelum kita tahu pasti dalang di balik semua ini, kita harus super berhati-hati." "Ini terlalu berlebihan menurutku." "Tidak ada yang terlalu berlebihan untuk menjagamu tetap aman!"Mereka saling bercakap-cakap tanpa menyebut nama, Nia tahu kebiasaan Nick yang akan menghilangkan segala basa basi saat serius tentang sesuatu. 'tapi aku kan istrinya.'"Aku sudah berdamai dengan kenyataan bahw
Nick berusaha melepaskan bibirnya untuk ciuman yang kesekian kali. "Udah pamit yang ketiga kali," gumam Kania setengah meledek suami sayang.Nick tersipu malu. "Berat ninggalin istri tercinta," jawab Nick sambil berjalan ke pintu. "Tumben rajin banget ngantor, ini udah jam berapa, Hon?" Nick berhenti lalu menatap lembut kekasih hatinya. "Kalau mereka belum terlanjur menunggu ya aku nggak bakalan ninggalin istriku...apalagi kalau mulai merajuk gini." Kania menggigit bibirnya lalu bertanya dengan raut wajah mulai serius."Menunggu? Jadi yang meeting penting hari ini..belum beres?" Nick kembali mendekat dan tanpa menyentuh Nick mengecup bahu Kania. "Aku melompat dan meninggalkan mereka begitu kau menutup teleponku! Ingat Sayang, hukuman untuk itu belum terbayar." "Maafkan Nia bikin kacau sampai pertemuan penting jadi terganggu, kalau nanti mereka marah dan batal gimana, Hon?" "Nggak mungkin batal, karena di awal aku sudah sempat menjamu mereka dengan baik, jadi mereka tahu ba
Akhirnya Nick kembali ke kantor dengan senyum lebar di bibirnya.Nick membuka ruang pertemuan dan mendapati ada Tommy yang sedang bersama dengan klien mereka."Mohon maaf pertemuan kita terganggu karena istri saya butuh bantuan." Itulah kalimat pertama yang Nick ucapkan. Nampak klien yang tua menatap Nick tajam lalu mulai menjawab."Tadinya saya kesal karena harus menunggu, padahal kami klien penting dan kami datang dari jauh, jadi tadi saya nyaris memutuskan bahwa saya akan mengakhiri hubungan bisnis di antara kita." Nick hanya diam, tidak menjawab sepatah kata pun karena dia tahu bahwa masih ada yang akan di ungkapkan oleh kliennya itu. "Akan tetapi di saat-saat terakhir setelah saya mendengar bahwa kau mengabaikan kami karena harus mengurus sesuatu yang berhubungan dengan istrimu akhirnya...saya putuskan untuk menunggumu." Nick mengangguk seakan ingin mengucapkan terima kasih melalui anggukkan kepalanya."Kau tidak ingin bertanya apa yang membuat saya memutuskan menunggumu
"Aku yang bertanggungjawab!"BLAARRRR..Kania terpana...bagai ada yang menyambarnya saat mendengar suara seorang pria mengalun di tengah keributan yang terjadi di rumahnya. Baru saja, adik tirinya mengaku hamil oleh Bram, kekasih Kania!Tadinya, Kania tidak lantas percaya begitu saja, tetapi ketika pria itu dengan lantang mengakuinya, kala dirinya dan sang adik tiri tengah beradu argumentasi, dia kehilangan kata-kata."BRAM?" Kania terpana. "Kenapa harus kamu yang bertanggung jawab Bram?" desak Kania masih belum percaya jika tunangannya berkhianat!Kedua orang tuanya, juga adik tiri yang mengaku hamil oleh Bram kini tengah menatap Kania dan Bram bergantian. "Jangan khawatir, aku tetap akan melangsungkan pernikahanku dengan Kania, aku—""Cukup Bram! Jawab saja pertanyaanku!" Kania melihat Bram memandangnya kesal. "Sudah jelas aku bilang aku yang bertanggungjawab, apa lagi yang kau ingin aku jelaskan? Kau ingin tahu prosesnya?" tanya Bram dengan sebelah kening terangkat. Ekspresi me
"Nick nggak salah pilih? Masa gadis nggak bertata krama gini yang mau dijadikan kekasih!"Wanita yang terlihat paling muda dari semua yang tadi dikenalkan Nick itu mencemooh, cemoohan pembukaan yang diikuti oleh rentetan ejekan dan hinaan, Kania menerima semuanya dalam diam, yang dia tangkap hanyalah pria itu bernama Nick, selebihnya hanya ejekan dan cemoohan yang tak bisa dicerna otaknya.Hari ini dia sudah mati rasa, apa yang dihadapinya saat ini sama kejamnya dengan ibu tiri, adik tiri dan tunangan pengkhianat. Kania melihat wajah mereka satu demi satu hingga sampai di wanita yang ditebaknya sebagai ibu dan ayah Nick yang terlihat tenang-tenang saja. Wajah mereka begitu teduh.Meninggalkan perdebatan yang tidak perlu, pria yang dipanggil Nick itu mengajaknya duduk bersama. Nick mengangsurkan gelas berisi sampanye untuk Kania lalu mengangkat gelasnya sendiri dan mengajak mereka semua bersulang. "Untuk kebahagiaan." Kania mendengar Nick bergumam. Lalu Nick mendekatkan kepalanya