Kepala Alesha menunduk malu di hadapan orang yang baru saja memergoki dirinya sedang berciuman mesra dengan Jonas. "M-Mas Rendi, a-aku--" "Kenapa tidak langsung ke hotel saja kalau ingin berbuat mesum? Memalukan!" sindir pria yang berdiri berkacak pinggang di hadapan Alesha ini. Jonas yang berdiri sedikit di belakang Alesha, maju hingga sejajar dengan Alesha. Jonas tentu tak akan terima ada yang membentak sang istri. "Sebaiknya tidak usah mencampuri urusan orang lain kalau tak ingin punya masalah!" Pria yang Alesha panggil "Mas Rendi" itu terkekeh sinis untuk ancaman yang diterimanya, kemudian membalikkan kata-kata serupa untuk membalas Jonas. "Kalau tidak ingin urusan pribadi dicampuri orang lain, lakukan hal-hal bersifat intim di ruang pribadi. Bukan di tempat yang digunakan orang untuk berlalu lalang!" Kedua mata Jonas mendelik tak suka, Jonas juga sudah akan maju memberi pelajaran pada Rendi, namun berhasil Alesha tahan. "Jonas, please... kita yang salah, jangan perpanjang
Cepat saja pisau yang Alesha pegang terlempar ke lantai, seseorang dengan gesit menendang benda tajam tersebut. Alesha menjerit ketakutan. Kedua matanya terpejam erat. Kedua tangan menutup telinganya. "T-Tolong, jangan apa-apakan saya. Silakan ambil yang kalian mau!" racau Alesha ketakutan. Tubuh ramping itu menegang saat tiba-tiba ada tangan besar yang merengkuh tubuhnya. Alesha yang berpikir jika pemilik tangan ini adalah salah satu pria berpakaian serba hitam tadi, membabi-buta menyerangnya. "Berhenti... stop, ini aku, Ale...!" Tak asing dengan suara itu, Alesha menghentikan aksinya kemudian secara perlahan membuka kedua matanya hingga melotot tak percaya. "Jonas! Sedang apa kamu di sini?" "Aku menyusul kamu." "Menyusul aku? Terus orang-orang itu...?" "Mereka pengawalku. Aku yang minta mereka bobol pintu." Jawaban Jonas membuat Alesha kembali melancarkan serangan ke badan pria itu dengan tangan kosong. Geram sekali karena perbuatan seenak sendirinya itu. Sudah m
Alesha masih belum puas dengan jawaban berbelit-belit Jonas tentang alasannya tiba-tiba memanggil dirinya dengan panggilan romantis yang dikatakan tadi. "Bohong! Aku dengar jelas tadi kamu panggil aku sayang, istriku, terus em-cintaku... memangnya kamu jatuh cinta sama aku?" Tampak jelas Jonas berubah salah tingkah, kemudian berdeham keras untuk menetralkan ekspresi wajahnya. "Ee itu panggilan spontan, refleks, em di drama-drama Korea yang ditonton Kiara, tokoh utamanya kalau mau bujuk pacar atau istrinya yang marah seperti itu!" "Cuma refleks? Tanpa perasaan?" tanya Alesha masih belum percaya. Tatapannya semakin menyipit curiga. "Em-i-iya!" "Ah ya sudah!" Alesha memilih menyerah. Lagipun, ia takut kecewa kalau terus mendesak pria itu lalu kenyataannya memang sesuai yang Jonas katakan. Takut ekspektasinya lebih tinggi dibanding realita. Mendadak rasa rendah diri menguasai pikirannya. "Jangan terlalu ge-er... dia terlalu tinggi untuk bersedia jatuh hati dengan manusia aneh
Kedua tangan Alesha bersedekap di depan dada dengan menatap kesal ke arah Jonas. Posisinya sudah kembali duduk. Sedangkan Jonas tetap berdiri di tempatnya seperti seorang yang sedang diinterogasi. Berdiri tegak dengan menghela napas panjang beberapa kali. "Sudah-sudah... kalian ini, masalah sepele kenapa harus diperpanjang!" sahut Nyonya Astari dengan maksud untuk menengahi. Bibir Alesha mencebik sebal, "Jonas itu emang hobi banget menghamburkan uang, Ma! Waktu itu juga pernah--" "Non Sasha, uang yang digunakan Tuan Jonas untuk membeli sekardus pembalut dan sekardus cokelat ini tidak seberapa dengan banyaknya uang yang dihasilkan dalam sehari. Harta kekayaan pengusaha sukses seperti Tuan Jonas ini tidak akan habis tujuh turunan cuma gara-gara beli barang seperti ini." Bibi Tanti ikut menimpali karena gemas dengan kekesalan nona mudanya perkara dua barang tersebut. Alesha memberengut tak suka karena merasa semua orang menormalisasikan pemborosan yang dilakukan suaminya dan ju
Jonas berjalan menuruni anak tangga dengan tubuh lebih segar. Senyumnya mengembang, perasaannya sedang berbunga-bunga. "Ehm!" Deheman keras dari ruang tengah yang dilintasi membuat Jonas mengurungkan niatnya untuk keluar dan beralih menghampiri si pemilik suara. "Mama...." "Dimana Alesha? Katanya dia sakit?" tanya Nyonya Astari dengan suara datarnya. "Sakit perut efek datang bulan, Ma... tapi sekarang sudah lebih baik." "Pasti karena Tuan Muda!" seru wanita yang duduk di samping mama Alesha. Jonas tersenyum tak enak hati. "Berkat bibi juga. Karena botol yang bibi kasih tadi." "Sama-sama, Tuan Muda!" "Alesha mana?" tanya Nyonya Astari lagi. "Sedang mandi sekarang--ah iya aku lupa, aku harus segera pergi, Ma. Aku pergi dulu... permisi!" Jonas buru-buru berlalu pergi setelah berpamitan. Meninggalkan dua wanita satu generasi itu dengan ekspresi wajah yang berbeda. Nyonya Astari dengan raut tak terbaca sementara bibi-asisten rumah tangga dengan senyum merekah. "Tuan J
Jonas harus banyak-banyak sabar menghadapi tingkah Alesha yang mudah sekali tantrum. Emosi gadis itu mudah sekali berubah. Selain itu, si putri Tuan Wicaksana itu suka sekali melarikan diri alias kabur, minggat dan sebangsanya. Seperti sekarang ini, Jonas harus menyusul gadis yang sudah diperistrinya itu kabur ke rumah orang tuanya. "Selamat siang, Ma...." Jonas menghadapi rintangan pertama untuk menemui Alesha, yaitu Nyonya Astari senior. Yang menemuinya dengan ekspresi wajah datar dan sikap dingin. "Alesha bilang kalau kamu datang suruh diusir!" Tak ada basa-basi sekali ibu mertuanya ini. Jonas menarik napas dalam-dalam lalu menghelanya panjang. "Dia marah karena salah paham, Ma. Aku akan bujuk dia dulu, boleh?" "Alesha menolak. Sudah biarkan dia di sini dulu!" Nyonya Astari tak memberi kesempatan Jonas untuk menawar. "Alesha istri saya sekarang, Ma. Saya lebih berhak atas diri dia sekarang." Jonas bukan tipe orang yang mudah diintimidasi, justru ia-lah yang selama ini m