Jonas Alex Pramudya melakukan kesalahan besar yang membuat seorang gadis mengalami trauma besar dalam hidupnya. Sebagai penebusan dosa, Jonas berjanji untuk menjaga dan memberikan kebahagiaan yang besar untuk gadis itu. Hingga tanpa disadari tumbuh cinta di hati Jonas. Jonas menikahi Alesha Astari Wicaksana untuk mewujudkan niatannya tersebut, namun mendapat penolakan dari gadis cantik itu. Alesha sangat membenci Jonas. Bukan Jonas kalau tak bisa mewujudkan keinginannya, dengan berbagai cara Jonas berhasil menikahi Alesha. Ancaman Alesha pun tak main-main, hingga usulan menikah kontrak jadi solusi, seraya Jonas memikirkan cara untuk menaklukkan hati Alesha.
View More"Aarrgggghhh!" Alesha terperanjat dari posisi tidurnya, jadi terduduk. Napasnya terengah. Detak jantungnya tak beraturan. Keringat dingin pun membasahi sebagian wajah gadis cantik berkulit putih tersebut.
"Ya Tuhan, mimpi itu lagi," ucapnya lirih seraya mengusap pelan dadanya. Kemudian punggung tangannya menyeka keringat dingin yang mengalir di dahinya. "Ck cowok sialan! Sampai kapan kamu berhenti menghantui hidup aku." Alesha menggeram kesal. Satu tangannya mengepal kuat, meremas selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, sementara tangan satunya sudah berpindah menempel di dadanya. Berusaha menenangkan detak jantungnya yang menggila. "Aku benci kamu, Jonas Pramudya! Aku sangat benci kamu!" Alesha berteriak lantang, meluapkan emosinya. "Lihat saja, suatu saat aku akan balas perlakuan jahat kamu ke aku!" tekad Alesha sungguh-sungguh. Efek dari mimpi buruk yang dialami, membuat suasana hati Alesha tak cukup baik. Kepalanya juga mendadak pening. Ingin berbaring saja di atas ranjang tidurnya yang nyaman, tapi tidak bisa. Ia harus datang ke cafe. Cafe itu cafe miliknya. Ia datang hanya untuk menggantikan kasir yang izin berangkat siang karena ada urusan penting. Jadi mau tak mau ia harus menggantikan peran pekerjanya sementara waktu. Karena memang kasir di cafe miliknya ada dua saja. Yang satu bertugas pagi sampai sore dan satunya melanjutkan hingga malam hari. Sampai cafe tutup. Dengan malas Alesha beranjak untuk bersiap-siap. Karena kedatangannya untuk menggantikan pekerjanya, ia mengenakan seragam kerja. Seperti karyawan lain. Dan disela waktunya itu, ia menyempatkan menerima panggilan telepon yang masuk di ponselnya. "Iya, halo, Mama!" sapanya begitu telepon tersambung. "Tumben lesu sekali suara kamu, Sayang? Apa kamu sedang tidak dalam suasana hati yang baik?" tebak suara dari sambungan telepon yang Alesha panggil "mama" tersebut begitu mendengar suara Alesha. "Hm, sedikit tidak enak badan--" "Eh, kamu sakit, Sayang? Cepat pulang ke rumah biar nanti diperiksa dokter keluarga kita!" seru mama Alesha ini memutus kalimat Alesha. Alesha berdecak pelan, lalu menghela napas panjang. "Cuma pusing aja kok, Ma. Kurang tidur aja aku." Sungguh tak ada niatan Alesha untuk berbohong, ia seperti itu karena memang harus menenangkan hati sang mama yang mudah khawatir jika menyangkut masalah kesehatan dirinya. Biar ia sendiri yang rasakan rasa tidak nyaman ini, daripada melihat kepanikan mamanya. "Huh, kamu ini terlalu bekerja keras di cafe. Pulang malam terus, jadi kelelahan kan sekarang?" omel wanita paruh baya itu. Alesha terkekeh pelan. "Mumpung masih muda, Ma. Memang harus bekerja keras, iya kan?" "Susah payah Mama dari muda kerja keras mengelola perusahaan keluarga, biar kamu bisa menikmati semuanya dengan bahagia. Eh kamunya malah milih buka usaha dari nol. Harusnya kamu bergabung ke perusahaan dan menempati posisi yang tinggi di perusahaan!" "Hm, jangan mulai lagi, Ma. Kan waktu itu Mama sudah setuju sama keputusan aku untuk membangun bisnis aku sendiri. Kenapa sekarang berubah pikiran sih?" Ganti Alesha yang protes. Desahan kasar terdengar dari ujung sambungan telepon. "Huh, bukan begitu, Sayang. Mama cuma enggak tega kamu terlalu sibuk di cafe sampai waktu istirahat kamu berkurang. Lagi pula, selalu pulang malam juga bahaya, bikin Mama selalu khawatir dengan keselamatan kamu. Kamu itu anak Mama satu-satunya!" "Iya-iya, maaf Ma. Aku janji sama Mama akan lebih hati-hati dan menjaga kesehatan. Mama enggak perlu khawatir lagi ya?" Memaklumi perasaan sang mama, Alesha berusaha menenangkan wanita yang telah melahirkannya tersebut. Tak ada yang salah dengan yang dikhawatirkan ibu Alesha. Sebagai anak tunggal orang tuanya, Alesha maklum dengan yang ditakutkan mamanya. Pilihan hidup yang ia pilih memang cukup beresiko. Ia kerap pulang malam dari cafe. Ia juga sekarang tinggal seorang diri di rumah minimalis yang dibeli hasil kerja kerasnya membuka cafe selama ini. Cafe sudah berjalan sejak ia lulus dari sekolah menengah atas. Dengan bermodal uang tabungannya, ia membuka cafe kecil-kecilan. Ia mengelola seraya meneruskan pendidikan di bangku kuliah. Ia menolak tawaran mama dan papanya yang sudah menawarkan bisnis masing-masing untuk Alesha kelola. Alesha tak mau cara instan. Alesha orang yang tertutup, ia tak terlalu suka keramaian, makanya memutuskan untuk tinggal menyendiri di rumah sederhana miliknya. Sementara di rumah mewah keluarganya, ia seorang putri yang teramat dimanja. Apa pun yang ia inginkan, selalu dituruti dan diusahakan oleh mama atau nenek kakek yang sangat menyayanginya. Alesha jadi merasa kurang mandiri. *** Sesaat setelah ia memarkir mobilnya di pelataran cafe, ia merasakan ada sesuatu hal yang mendadak membuatnya takut. Ada rasa tak enak, yang susah dijelaskan dengan kata-kata. Tiba-tiba terpikirkan mimpi buruk yang dialami pagi tadi, takut dipertemukan lagi dengan sosok Jonas Pramudya. Sosok yang sangat tidak ingin Alesha jumpai lagi di sisa umurnya. Sosok yang membuat pengaruh besar dalam perubahan hidup Alesha. Butuh beberapa saat Alesha menyiapkan diri untuk turun dan masuk ke dalam cafe. "Bismillah!" ucapnya lirih namun penuh penekanan. Dengan harapan bisa lebih tenang lagi setelah ini. Rasa tak enak Alesha perlahan terabaikan, ia sibuk di balik meja kasir. Bersyukur karena pengunjung cafe ramai seperti biasa, hingga perhatiannya teralihkan. Alesha harus sering-sering menebar senyuman dengan rangkaian ucapan terima kasih pada para sumber uangnya. Sebagai salah satu pelayanan terbaik di cafenya. Cafe sejak awal buka memang selalu saja ramai. Tak pernah sepi. Alesha sebenarnya bingung. Ia merasa diberi kemudahan dalam menjalankan bisnisnya, seperti ada yang memberinya jalan untuk sukses. Terasa ada yang membantu langkahnya, tapi entah siapa. Tanya pada keluarga, mereka bilang tidak ada yang ikut campur pada bisnis Alesha, termasuk kedua orang tuanya. Hingga pada akhirnya Alesha setuju saja dengan kata-kata sang mama jika ini memang buah dari kerja keras Alesha selama ini. "Ehm-ehm!" Alesha merasa tenggorokannya tiba-tiba terasa gatal, maka ia menundukkan kepala untuk meraih masker kesehatan dari laci meja di bawahnya. "Mbak, kita mau pesan!" Alesha yang masih menunduk dikejutkan dengan suara pria yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya. "Eh iya. Mau pesan apa...?" Kepala Alesha terangkat dan menatap lurus orang yang berdiri di hadapannya. Masker kesehatan yang diambilnya sudah terpasang sempurna menutup sebagian wajahnya. "Apa yang ingin Anda pesan, Tuan?" Orang di depan Alesha ini bersuara, namun bukan tertuju untuk Alesha, melainkan pria di sampingnya. "Menu terbaik di cafe ini!" Seketika tubuh Alesha menegang. Suara ini tak asing untuknya. Dengan takut-takut, Alesha melayangkan pandangan ke arah wajah pria tersebut. Kedua bola mata Alesha membeliak lebar. Hampir-hampir lepas dari tempatnya karena sangat kaget. Tak menyangka dengan apa yang dilihatnya sekarang ini. Dengan suara bergetar, Alesha menyahuti. "Ee i-ya, t-tunggu sebentar, kami s-siapkan!""Beberapa kali kamu mengancam aku untuk menggores tangan dan leher kamu dengan pisau!" sahut Jonas untuk menjawab kebingungan Alesha sebelum ini. "Ehh ya kan waktu itu, aku eemm panik karena kamu tetap memaksa aku untuk jadi istri kamu. Aku--" "Sebegitu tidak pantasnya aku untuk jadi suami kamu?" sela Jonas cepat dengan nada kesalnya. Bibir Alesha berdecak. "Bukan seperti itu, Jonas! Ee waktu itu kan aku masih benci banget sama kamu. Em harusnya kamu kalau mau ajak nikah aku pendekatan dengan baik dong. Gimana aku enggak syok kalau tiba-tiba tanpa aba-aba kamu melamar aku terus maksa aku buat menikah, sampai semua dokumen dan lain-lainnya kamu yang urus semua!" "Huh, beberapa kali aku mendekat, kamu menghindar. Ketemu aku, kamu seperti lihat setan. Kamu enggak kasih kesempatan aku untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku kalau aku tiba-tiba nekat maksa kamu!" sahut Jonas membela diri. "Ish tega kamu!" Tangan Alesha menggeplak gemas lengan panjang pria-nya itu. "Lebih tega
Sepanjang perjalanan menuju ruang kerjanya, Alesha tidak bisa jika tak berpikir macam-macam. Ia tak bisa tenang. Langkah demi langkah serasa sangat lama. Padahal ia sudah sangat penasaran mendengar penjelasan suaminya. Maka, ketika tiba di ruangannya, Alesha segera mendesak Jonas. "Cepat cerita, Jonas!" "Duduk dulu, Sayang...." Cepat-cepat Alesha mendudukkan diri. "Cepat!" "Aku ambilkan minum--" "Ccepattt, Jonas!" Alesha menggeram tertahan karena suaminya seolah sedang mengulur-ulur waktu. Sementara rasa penasarannya sudah tidak bisa ditunda lagi. Ia butuh penjelasan secepatnya. Pasrah, Jonas kemudian ikut duduk di sebelah Alesha. "Ale, setelah aku cerita... aku harap kamu jangan berubah, jangan berpikir aneh-aneh, jangan sedih. Oke?" Kepala Alesha mengangguk cepat, meski sebenarnya ia bingung dengan peringatan yang diucapkan suaminya. Yang penting sekarang Jonas segera bercerita. Jonas tak lantas mulai bercerita. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghelanya per
"Memangnya kamu siapanya dia? Kenapa membela dia sampai ingin berbuat kasar ke perempuan?" tanya Ella dengan rasa penasaran yang tinggi. Sama sekali tidak menyadari kesalahan yang dilakukan. Siapapun pasti akan terpancing emosi jika kekasih hatinya difitnah dengan tuduhan keji seperti itu. Termasuk Jeno. Tidak peduli lawannya perempuan. "Huh aku jadi Jeno, tanpa basa-basi langsung aku tampar bolak-balik mukanya si Ella. Sembarangan banget dia fitnah Jihan!" komentar Alesha yang ikut geram yang melihat dan mendengar dari jauh sebagai penonton. Jonas tersenyum geli. "Jeno bukan orang yang gegabah, Sayang. Dia selalu hati-hati dalam bertindak." Bibir Alesha mencibir protes. "Beda sekali sama kamu. Kamu sedikit saja, tanpa ba-bi-bu langsung menghajar orang!" "Hm, itu alasannya kenapa Jeno memilih jadi asisten pribadi aku. Dia tahu betul kalau aku sering kesusahan mengendalikan emosi. Padahal sebenarnya dia sudah ditawari papi untuk mengurus salah satu perusahaan keluarga yang di
Duduk menunggu beberapa waktu, akhirnya Alesha bisa melihat ada yang terjadi yang melibatkan Ella yang sedang dipantaunya. "Ini rencana kamu?" tanya Alesha sangsi. "Ini di luar rencana, Sayang. Enggak ada dalam rencana kalau tiba-tiba Jihan datang." Jonas menjawab apa adanya. Memang ia tidak menghubungi Jihan untuk datang. Percaya sepenuhnya pada Jonas, lalu perhatian Alesha kembali terfokus pada Jihan yang sedang berhadapan langsung dengan Ella. Selama ini hubungan Jihan dengan Ella tak ada masalah sedikitpun. Mereka tidak dekat tetapi tidak juga berselisih. Mereka biasa saja. Mereka saling kenal karena Ella teman baik Alesha dari bangku sekolah dan Jihan teman saat kuliah. Namun sekarang yang tertangkap pandangan Alesha, kedua temannya itu sedang berseteru. Senyum Alesha terbentuk melihat sang sahabat yaitu Jihan sedang memaki teman munafiknya yaitu Ella gara-gara membela dirinya. Semua karena kejadian malam itu yang dengan sengaja Ella bersama teman-temannya ingin men
Tanpa sepengetahuan Alesha, secara diam-diam, Jonas ikut turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe milik sang istri. Pakaian Jonas sudah berganti dengan pakaian yang ia minta pada anak buahnya beberapa saat lalu. Pakaian serba hitam seperti yang dikenakan bodyguard yang diberinya tugas untuk menjaga Alesha. Ya, ia menyamar sebagai salah satu pengawal. Sebagian wajahnya tertutup masker kesehatan, yang menutupi bagian pangkal hidung hingga dagunya. Dengan berpenampilan seperti ini diharapkan tak ada yang menyadari jika ini adalah Jonas. Termasuk Alesha. Anak buahnya yang berjaga di sekitar Alesha sudah dihubungi, Jonas pun sudah diberi tahu letak keberadaan istrinya. Ia bergegas menuju kursi yang berada tak jauh dari tempat istrinya yang sedang menemui Ella. Keberadaan Jonas sengaja sedikit berjarak agar tak dicurigai Alesha. Baru beberapa saat duduk, Jonas dibuat geram setengah mati dengan tingkah menyebalkan serta semena-mena teman Alesha itu. Wanita itu memperlakukan istri
"Kenapa, Sayang?" Alesha mendengus sebal lalu menunjukkan pesan yang baru saja dibacanya. "Tidak tahu malu dia! Biar aku yang turun tangan selesaikan dia!" sahut Jonas sudah geram. Alesha mendesah kasar. "Enggak usah. Aku mau atasi dia dengan caraku saja!" "Tapi Sayang--" Bibir Alesha berdecak. Menyela cepat kalimat Jonas hingga tak terselesaikan. "Ck cara kamu kasar, Jonas! Aku enggak mau ada masalah lagi setelah ini!" Berganti Jonas yang berdecak. "Tapi teman kamu ini kalau tidak cepat-cepat diberi pelajaran bisa semakin bertindak seenaknya, Sayang! Dia akan semakin berusaha menyakiti kamu. Ya Tuhan geram sekali rasanya!" Alesha terkekeh geli, kedua tangannya memeluk tubuh pria-nya dan ikut bersandar di punggung sofa. "Menghadapi orang manipulatif dan munafik seperti Ella ini harus pura-pura bodoh, Jonas. Hm lagian aku mau lihat, rencana apa yang sedang dia siapkan setelah rencana memberi aku obat perangsang yang berujung gagal itu." Alesha tersenyum geli di ujung k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments