Share

Mall

last update Last Updated: 2021-11-08 09:41:16

Sedari mereka keluar dari area taman, alis Harshad terus menyatu. Dia diam sembari fokus pada kemudinya. Anya tidak merasa bersalah, karena dia tidak melakukan apapun, normalnya seseorang yang tinggal di rumah orang yang tidak dia kenal, ya harus pergi setelah sadar.

"Mau ngapain kesini?” tanya Anya, Harshad diam saja dan masih fokus mencari tempat parkir untuk mobil kesayangannya ini. “Heh, gue tanya mau ngapain kita kesini?”

“Ya coba lo pikir sendiri, masa iya gue kesini mau main badminton,” jawab Harshad sedikit ketus. Dia keluar dari mobil mengabaikan Anya yang juga ikut bersungut-sungut.

“Astaga, gue mimpi apaan ya?” dengus Anya. Anya melingkarkan tangannya di depan dada. Ingin tau apa yang dilakukan Harshad kalau dia tidak turun.

Laki-laki bermarga Akandra tersebut menoleh karena tak ada suara langkah ataupun suara bising ocehan Anya. Bibir Harshad terangkat sebelah, dia geram tapi ingin tertawa.

“Turun cepetan!” pintanya.

“Nggak mau,” jawab Anya memalingkan wajah.

“Turun nggak lu?”

“Kagak!” Harshad kembali mendekat dan membuat Anya sedikit bangga, dia membusungkan dadanya sambil masih memasang wajah cuek.

“Terserah elu,” ucap Harshad membuka pintu mobil lalu menutupnya kembali dan mengunci mobil tersebut dari smartkey nya. Mata Anya langsung membulat.

“Woi, eh elu gila ya?” teriak Anya yang tidak terlalu didengar oleh Harshad. Harshad berdiri diam tak jauh dari mobilnya. Mencari ponsel dan memanggil seseorang. “Lo mau bunuh anak orang?”

Tanpa mempedulikan teriakan Anya, dia menekan smartkey mobilnya. Dan terbukalah pintu mobil berwarna hitam tersebut. Sambil bersungut Anya keluar dari mobil menghampiri Harshad.

Sejak keluarnya Anya, perempuan tersebut terus-terusan mengomel. Walaupun masih ikut berjalan mengikuti Harshad dari belakang.

“Ssshhhh, lu bisa diem kaga? Kuping gue panas denger lu ngoceh mulu dari tadi,” ucap Harshad. Dia menghentikan langkah, mereka sampai di depan sebuah toko pakaian. “Sana ganti baju!” tambah Harshad dengan tatapan elang miliknya.

Anya nyelonong masuk aja tanpa memperhatikan lagi sedang ngapain laki-laki yang membawanya kesini. Di dalam, mulutnya menganga kecil, “Waaah, ternyata gue diajak ke toko mahal,” gumam Anya. Dia terkikik kecil, dan melanjutkan mencari pakaian.

Dia tau itu baju mahal karena melihat bandrol harga yang menggantung di setiap pakaian. Yang diharapkan Anya hanya satu sekarang, semoga saja Harshad tidak meminta ginjal atau hatinya sebagai imbalan dari belanja pakaian ini.

***

Bryan duduk berkonsentrasi di meja kerjanya, berusaha menganalisis apa yang terjadi baru-baru ini. Tentang ketidaksengajaan tuan mudanya membawa pulang seorang gadis, hingga bagaimana ternyata gadis itu adalah seseorang yang mungkin akan berpengaruh pada tuan muda kedepannya.

“Selamat siang, tuan,” ucap seseorang yang berdiri di depan pintu.

“Iya, Doni,” jawab Bryan. Dia meletakkan dokumen yang ada di tangannya.

"Maaf, tuan. Saya sudah mengetuk pintu, tapi mungkin anda tidak mendengar,” tambah Doni.

“Iya, sepertinya.” Doni mendekat ke meja Bryan.

“Apa ada yang mengganggu pikiran anda?” tanya Doni, Bryan menatap Doni sekilas, lalu berpikir.

“Ada, tapi aku tidak bisa menceritakan masalah ini padamu,” balas Bryan. Doni mengangguk paham dan menyerahkan map yang ada di tangannya. “Kami membutuhkan tanda tangan ketua, tuan,” imbuh Doni.

“Iya, tinggalkan saja di sini, nanti aku sampaikan.” Bryan kembali mengutik-utik komputernya, dia tidak melihat Doni pergi, Doni adalah orang yang berpengaruh pada perusahaan setelah dirinya, mungkin saja Doni bisa dia percayai untuk mencari identitas dan apa hubungan perempuan itu dengan musuh besar bosnya.

Tapi Bryan punya prinsip. Walaupun orang terdekatnya, dia tidak bisa mempercayakan apapun pada orang lain. Maka dari itu, dia tidak langsung memberi tau sekretaris kedua tuan Harshad tersebut.

***

Harshad menatap keramaian di sekitarnya. Ada rasa tidak nyaman, tapi memang dia tidak bisa melakukan apapun karena Bryan sedang tak bersamanya. Lagipula kartu hitam ajaibnya juga sepertinya tidak dia bawa. Jadi dia tak bisa memboking toko.

Dia melirik jam tangannya sekilas, sudah tiga puluh menit Anya di dalam sana. Karena bosan, Harshad berdiri masuk ke dalam toko. Dia merasa aneh masuk toko pakaian perempuan, bahkan ibunya saja jarang mengajaknya masuk ke dalam toko kalau sedang berbelanja.

Harshad sendiri tak tau mengapa dia malas masuk toko saat berbelanja. “Apa sih yang dia cari?” gumam Harshad. Berjalan melewati rak kaca berisi pakaian.

“Oh shit,” umpat Harshad pelan. Dia lihat Anya sedang membenarkan resleting punggungnya dibantu oleh penjaga toko. Sebelum Anya mengetahui keberadaannya dia harus pergi.

Tapi salah, entah Harshad yang lupa atau memang Anya yang selalu waspada dengan keadaan di sekitarnya. “Heh, woi,” panggil Anya saat melihat Harshad berjalan membelakanginya.

“Harshad?” panggil Anya lagi. “Dihh, bisa-bisa nih orang bikin ubun-ubun gue terbakar, huh,” rutuknya.

Harshad tak menoleh, menjawab pun tidak. Dia kembali keluar ke tempat dimana dia duduk tadi. Melihat Harshad yang duduk di depan toko, ganti Anya yang mendekati Harshad.

“Lu minta gue ambil baju berapa?” tanya Anya langsung berbisik di telinga Harshad.

“Shit, bisa ga sih, ga usah ngagetin gue,” sembur Harshad sembari sedikit melotot.

“Lagian elu gue panggilin kaga denger, ya kan siapa tau lu emang budek, gue deketin deh tanya gue ke kuping lu,” jawab Anya dengan pedenya.

“Udah terserah elu, ambil aja yang lu mau, tapi cepetan, sampe beruban gue nunggu elu,” ucap Harshad. Anya tersenyum girang dong, jiwa perempuannya meronta.

“Baiklah, tuan muda. Laksanakan,” kata Anya memasang pose hormat pada Harshad dan berlalu masuk lagi ke dalam toko dengan senyum terkembang.

Anya tertawa kecil, beruntung dong dapet baju mahal tapi gratis. Apalagi setelah ayahnya membekukan kartu debitnya, dia jadi tak bisa banyak menghabiskan uang. Karena hanya mengandalkan uang dari ibunya. Walaupun sebenarnya itu juga termasuk banyak, tapi pada ibunya, dia tak tega melakukan hal seperti itu.

Mengingat ibu selalu berhasil membuatnya murung, seorang perempuan yang tak tau apa-apa, digelimangi oleh harta tanpa kasih sayang seorang suami, mungkin kata-kata itu sesuai untuk ibunya, walaupun dia berat mengatakannya.

Perempuan yang mengenakan baju berwarna putih tersebut mengambil asal baju di toko dan memberikannya pada penjaga toko. Dia langsung memanggil Harshad karena saatnya membayar.

“Sini, waktunya bayar,” ucap Anya langsung menarik Harshad ke kasir. Harshad yang sedang meeting spontan mengerutkan kening sedikit emosi, menutup ponselnya yang otomatis juga menghentikan tampilannya di LCD kantor.

“Iya, iya, gue bayar, tapi ga perlu kali tarik gue kek tadi, lu ga liat gue lagi meeting?” tanya Harshad mendengus. Anya terdiam, melihat ponsel Harshad.

“Mana? Kaga usah boong lu!” Harshad menatap Anya capek, dia segera membayar belanjaan Anya dan pergi keluar mendahuluinya tanpa melihat apa saja yang dibeli Anya.

“Heh tungguin gue! Harshad!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Cinta   Rencana Danu

    Beberapa mobil berhenti bersamaan di depan rumah almarhum Tuan Enrique. Banyak laki-laki mengenakan pakaian hitam dengan pistol kecil di saku atau di balik baju mereka. Rumah bernuansa bangunan kuno tersebut langsung ramai dan membuat orang-orang yang ada di rumah itu kalang kabut. Mereka juga berteriak dan mengancam. Tiga orang masuk paksa ke rumah itu, walaupun sudah dikunci oleh pemiliknya. Arnold baru saja turun dari mobilnya karena anak buahnya sudah ada yang berhasil masuk ke rumah tersebut. “Bagaimana?” tanya Arnold. Orang kepercayaannya hanya menggeleng. Lalu Arnold berjalan ke beberapa orang yang sudah didudukkan sambil berlutut. “Ke mana Nyonya Pemilik Rumah?”“Tidak tahu, Tuan. Dia tidak memberi tahu kami. Dia hanya pamit mau keluar dan dia juga minta ke kami agar menjaga rumah ini selama dia pergi.” Jawab seorang laki-laki yang terlihat paling tua di antara semuanya. Arnold berusaha berpikir, apakah ada yang salah? Atau memang ini sudah direncanaka

  • Rahasia Cinta   Pesan Tersembunyi

    Arose duduk sendiri di ruang meeting, menyandarkan punggungnya ke kursi kebesarannya yang ada di ruang meeting. Dia sedang tidak ingin di ruangannya. Ada banyak hal yang bisa membuatnya menyesal di ruang itu, dan juga nanti ada meeting, sekalian dia menyiapkan diri untuk meeting. Sekretaris Frans sedang mengurus berkas di ruangannya, sejatinya, pergi ke perusahaan hanyalah sebuah alasannya agar tidak terlalu memikirkan masalah yang terjadi beberapa hari lalu. “Huftttttt, udah Arose, fokus. Kamu harus fokus, tidak hanya Harshad yang terluka di sini, tapi juga Helen dan Anya,” gumam Arose mengingatkan dirinya sendiri saat mulai merasa down. Karena ketika ingat tiga orang tadi, semangatnya kembali muncul, ide tentang permintaan maaf juga seolah sudah antri di benaknya. “Mom’s,” panggil Harshad yang masih di luar pintu kaca, melihat ibunya menoleh dia langsung masuk ke ruang meeting. “Makan siang yuk, Mom’s,” tambah Harshad. Tidak ada yang bisa dijelaskan dari pe

  • Rahasia Cinta   Air Mancur di Rumah Arnold

    Air mancur di rumah Arnold terlihat lebih menyenangkan dari pada harus keluar rumah untuk bersenang-senang, itu bagi Arnold sendiri. Dia sedang memberi makan ikan-ikan yang dia pelihara di sana, anjing kecil kesayangan Arnold juga menemani di sekitar kakinya. Tak jauh dari air mancur, terlihat Gala sedang menikmati kopinya dengan camilan yang disediakan pelayan untuknya. Selama beberapa hari ini senyumnya tak hilang dari bibirnya. Arnold menoleh saat menyadari ada anak buahnya datang ke taman itu. Setidaknya ada empat orang yang menghampiri Arnold, dia berdiri setelah meletakkan kotak makanan ikan di pinggiran kolam ikan. Laki-laki yang mengenakan pakaian santai itu memastikan ayahnya tidak bisa mendengar percakapan mereka, tapi akhirnya dia tetap menyingkir dari taman. Dia beranjak pergi bersama dua anak buahnya, mencari tempat yang tidak bisa didengar ayahnya, sedangkan dua yang lain menemani Gala di kursi taman itu. “Ada apa?” tanya Arnold. Satu tangannya

  • Rahasia Cinta   Teman Berantem

    Bryan hanya diam di depan layar laptopnya, masih seperti biasa, dia berusaha menemukan kejanggalan atau petunjuk dari video pendek yang telah Danu kirimkan ke dirinya. Dia tidak keluar dari kamar sejak sarapan tadi, Bryan merasa kalau dia bisa menemukan petunjuk untuk kasus pembunuhan tuan besarnya. Juga hasil yang mungkin bisa membuat Harshad melupakan trauma yang sempat dia alami. Drrrt.. Drrrt.. Ponselnya bergetar dengan nada dering khusus milik Harshad. Ternyata pewaris tunggal itu mengirim pesan sekaligus meminta izinnya. Harshad Gue ke kantor, kalo ada apa-apa kabarin aja. “Serah lu, gue mah mending di rumah, bodo amat sama elu,” jawab Bryan menggunakan voice note, dan pastinya itu dusta. Dia langsung menghubungi Sekretaris Frans, orang yang bisa memantau apa saja yang terjadi di kantor dengan aman. “Iya, Tuan Bryan,” jawab Frans setelah menerima panggilan dari Bryan. “Harshad mau ke kantor, Tuan.” “Iya, Tuan. Saya yang mengatur hal

  • Rahasia Cinta   Baju Lucu yang Anya Pakai

    Anya menyusul Harshad yang sedang bermain dengan alat gym di lantai bawah. Dia melewati beberapa pelayan dan penjaga yang berdiri berjajar di jalanan menuju ke ruang olahraga. Dua orang pelayan sampai mendongak melihat apa yang menggantung di punggung Anya. “Astaga,” bisik pelayan itu pada pelayan lainnya. Melihat baju Anya yang memang ada boneka menggantung di belakangnya. Membuatnya seperti menggendong boneka, padahal boneka tersebut menempel di baju Anya. Mereka terkikik pelan, tapi Anya tidak menyadari sama sekali. Ditambah lagi, warna baju itu seperti pelangi, juga Anya yang mengenakan kaos kaki berwarna senada dan rambut yang dikuncir tinggi. Para pelayan tersenyum gemas, mereka langsung bubar setelah Anya masuk ke ruang gym, Bi Isah yang baru datang melihat ke tempat Anya masuk, lalu mengikuti pelayan untuk menata sarapan. “Harshad,” panggil Anya langsung melingkarkan tangan di pinggang Harshad. Harshad menoleh dan mengamati baju Anya, tersenyum lalu menyent

  • Rahasia Cinta   Setelan Jas Arose

    “Selamat datang, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?” tanya perempuan itu. “Ahh, iya, Nyonya. Apa Anda adalah Nyonya Mia? Istri dari Tuan Enrique?” tanya Exel ganti.Mata perempuan tua itu terbelalak lebar, dia melambaikan tangannya pada beberapa orang yang ada di sana sebagai tanda mengusir mereka. Baru setelah beberapa orang itu pergi, perempuan yang bernama Mia itu mempersilahkan Exel duduk. “Anda siapa?” tanya Mia. Wajahnya benar-benar menunjukkan raut takut, tangannya juga saling meremas di pangkuannya. “Apa Anda juga salah satu orang yang akan menagih hutang suami saya?”“Hutang?” “Iya, Tuan. Suami saya meninggal dan meninggalkan beberapa hutang yang jumlahnya tidak sedikit. Dan saya harus membayar itu semua,” jawabnya. “Ohh, bukan, Nyonya. Saya hanya ingin tahu, apakah benar mobil itu pernah dinaiki oleh Tuan Enrique dan ditinggal di daerah pertambangan?” tanya Exel to the point. Mia lebih terkejut lagi, dia terdiam dan berusaha mengangguk.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status