Beranda / Fantasi / Rahasia Gadis Biasa / Bab 4: Pembalasan Pertama

Share

Bab 4: Pembalasan Pertama

Penulis: Aufa Hardy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-10 12:57:23

Keesokan paginya, suasana masih sama; pagi yang dingin berembun disertai sisa-sisa gerimis semalaman, jalanan yang becek sebelum menginjak bagian berasapal di dekat sekolah, hingga tatapan tidak peduli anak-anak yang dijumpainya.

Bella, masih orang yang sama. Baik itu sikap diam yang ditunjukkannya, maupun sikap teman-teman kepadanya.

"Hei." Aiko, yagn tumben sudah datang pagi-pagi, lebih dulu berdiri di samping mejanya. Diikuti lirikan anak-anak gengnya.

Bella terkesiap. Seingatku semalam sudah bayar, pikirnya.

"Aku sudah mentransfer balik kelebihannya." Gadis berkuncir kuda itu berkata ambil menahan gengsi, namun raut wajahnya mengerut, "Kamu kok, bisa punya uang segitu banyak? Kelihatannya gak pantas banget deh, untuk kamu."

Melihat Bella masih belum memberikan reaksi apa-apa, Aiko tambah geram ingin sekali memancingnya. Anak super manja yang menjadi perhatian seisi sekolah itu, bergerak mendekati wajah Bella. Menatapnya dengan tajam,

"Jangan-jangan kamu habis mencuri, ya? Atau," Dia menarik nafasnya dengan dramatis, "Jangan-jangan kamu ... jual diri, ya?"

Mendengar kalimat terakhir yang kurang ajar itu, spontan Bella melotot sambil menggerakkan sebelah tangan dengan kencang ke arah pipi Aiko. Plak! Tamparan yang panas itu mendarat menciptakan bunyi yang mengejutkan semuanya. 

Aiko yang shock, ditambah lagi dia sadar oleh mata-mata yang kini mengarah kepadanya, langsung tertunduk sambil menangis. Jemarinya yang gemetaran, entah benar-benar begitu atau dia berpura-pura saja, memegangi pipi yang merah.

"Apa-apaan ..." Luna berlari dari meja belakang menghampiri keduanya. "Bella! Apa yang kamu lakukan padanya, hah?!"

Sayangnya, ekspresi wajah Bella tidak seperti yang mereka harapkan. Wajah anak yang biasa dirundung itu tidak lagi menunjukkan rasa bersalah apalagi ketakutan, melainkan datar dan dingin. 

"Jangan lagi mengatakan hal seperti itu." Suaranya yang dalam keluar seperti rambatan es yang siap membekukan sapapun di hadapannya.

Kedua anak yang sok berkuasa itu tiba-tiba terdiam. Mereka saling tatap. Namun, mereka malah tertawa seperti menyembunyikan rasa telah dikalahkan. "Ada apa sih, kenapa dia tiba-tiba begitu?" Kata mereka, kemudian kembali ke bangku belakang.

Sudah dapat ditebak, mereka akan membicarakan lebih banyak kejelekan tentang dirinya kepada yang lain. Anak-anak perempuan kebanyakan merupakan anak buah Aiko yang menurut saja untuk diam dikala melihat anak lain dirundung. Bagi mereka, yang penting itu tidak terjadi kepada mereka.

Jadi, mana pernah Bella mengharap empati ataupun pembelaan dari mereka? Itulah yang membuatnya selalu merasa sendirian.

"Huhu. Aku sudah bilang ke orang tuaku. Mungkin saja aku perlu ke dokter jika ada jerawatku yang luka akibat pukulannya tadi." Aiko berkata dengan sendu, namun dengan suara besar sehingga terdengar ke seisi kelas.

"Laporkan saja ke BK!" Usul sebuah suara di belakang.

"Iya, parah sekali kenapa dia memukulmu padahal kamu baik-baik saja dengannya!" Suara orang kedua menyahut. Merasa sangat benar sedangkan dia hanya mendengar cerita dari satu pihak saja.

"Pasti kali ini dia akan diskors, deh!" Perkataan lain menyambungnya, "Atau malah bisa dikeluarkan."

"Ya bagus, deh. Lagipula anak miskin beasiswa seperti dia tidak pantas berada di kelas ini. Lihat, dia cuma pembuat onar jika bukan karena nilai-nilainya yang cukup baik itu."

"Hah. Masih lebih pintar Nazar, si ranking satu kelas kita, cucunya Wali Kota! Seharusnya anak beasiswa seperti Bella tidak usah masuk ranking, dia lulus dari sini saja sudah bersyukur."

Tertawaan lantas terdengar menggema dari belakang. Bella merasakan hawa-hawa dingin dari belakang punggungnya. Tatapan-tatapan sinis, tajam, dan merendakan anak-anak itu sudah menjadi konsumsinya setiap hari selama dua tahun ini. Namun pagi ini, alih-alih merasa terancam, Bella justru mendengarnya sambil menahan senyum miring.

Teruslah, teruslah menumpuk penyesalan kalian nantinya, katanya dalam hati.

Benar saja apa yang dibicarakan anak-anak perempuan gengnya Aiko, pada jam istirahat pertama sebuah panggilan menggema ke seantero sekolah. Guru BK dengan tergesa-gesa menyebutkan nama Bella dari kelas dua belas untuk menemuinya segera. 

"Kamu dipanggil, tuh!" Anak-anak mencemoohnya. 'Dipanggil' di sini sudah diartikan kamu dipanggil ke ruang Konseling sebagai anak yang bermasalah.

Berat langkah Bella berjalan keluar kelas, meski tidak lupa menggenggam ponsel di saku kirinya. Dia sedang sangat malas bergerak, malas bereaksi apapun, mungkin karena suasana dingin yang menyelimuti akhir-akhir ini. Badannya mulai terasa kurang sehat. Kepalanya pening begitu membuka pintu ruang Konseling.

Sudah ada Ibu BK yang menunggu dibalik lipatan tangannya diatas meja horor. Yaitu, meja yang sering menjadi tempat penghukuman anak-anak bermasalah. Apalagi kalau bukan menandatangani suatu perjanjian yang mengerikan. 

Seperti saat ini, selembar kertas telah tersedia di depan Bella. Isinya tentang pencabutan beasiswa alias dikeluarkan dari sekolah jika anak yang bersangkutan tidak meminta maaf secara tertulis dan menerima hukuman yang pantas (baca: BERAT) atas perbuatannya.

"Kamu tahu salah kamu apa?" Mulai Bu Guru tanpa basa-basi. Sepertinya beliau sangat tidak suka jam istirahatnya diganggu oleh masalah seperti ini.

Bella menduga, mungkin orang tua Aiko yang seketika menghubunginya begitu anaknya mengadu tadi pagi. Dirinya yang sudah muak dengan semua perkara yang tidak adil ini, hanya membuka ponsel di tangannya.

"Hei! Kamu mendengarkan saya tidak, hah?!" Guru BK itu mendadak naik pitam. Digebraknya meja hingga bergeser kertas dan pulpen diatasnya.

BRAK!

Bella telah terbiasa menguasai dirinya untuk bersikap tenang. Diberikannya ponsel itu ke Bu Guru beraut wajah murka, yang langsung ditarik dengan kasar. Sebuah panggilan sedang berlangsung ke seseorang. 

"Halo?" Suara berat Kazem terdengar.

"Ya, halo?! Siapa ini? Orang tuanya Bella, ya?" Guru itu langsung menyerocos, bersiap untuk mencacah siapapun orang di ujung teleponnya sekarang.

Namun, apa yang terjadi tiga menit kemudian langsung meruntuhkan semangatnya. Wajah Bu Guru secara spontan berubah drastis, dari kemarahan yang melonjak-lonjak dan rasa berkuasa yang amat sangat menjadi rasa keterkejutan disertai ketakutan yang mendalam.

"Katakan padanya, apa masalah yang telah kuperbuat." Bella berbicara seraya mengulum senyum. Meregangkan kaki-kakinya yang pegal di bawah meja.

"Ti-tidak, Tuan. Bella tidak berbuat salah apapun, pa-pasti ini ulah temannya! Ya, saya akan mengurus ini dengan sebaik-baiknya. Saya pastikan dia aman. Mohon maaf telah menganggu waktu Anda." Bu Guru menurunkan ponsel di tangannya. 

"Bagaimana?" Tanya Bella dengan kalem.

Bu Guru tidak memberikan jawaban apapun saat mengembalikan ponsel ke tangannya. Gerakan tangan yang penuh kegugupan itupun jelas berbeda dengan kekasarannya barusan. Bella sepenuhnya telah mengerti apa yang sedang terjadi.

"Bella." Suaranya merendah. Secepat kilat diambilnya kertas putih itu dari hadapan Bella, kemudian meremas dan melemparnya ke belakang. "Pasti anak-anak ini yang telah mengganggumu ya, Sayang?"

Bella yang kini diam saja.

"Lihatlah dirimu, Nak. Kamu jadi pucat sekali karena ulah mereka." Bu Guru memperhatikan wajahnya dengan tatapan nanar yang dibuat-buat. Sungguh tidak dapat dipercaya. Tetapi, Bella menikmati pemandangan ini tanpa suara.

"Tapi tenang, Nak. Saya akan urus semuanya dengan baik, sehingga saya pastikan tidak akan ada lagi yang mengganggumu di sekolah ini."

Sebuah kalimat yang amat diharapkannya sejak dulu. Kalimat yang dia pikir tidak akan pernah bisa didengarnya karena hal seperti ini tidak akan terjadi. Beberapa menit berselang, dia sudah keluar dari ruangan itu sambil berjalan santai di koridor yang kosong. Jam istirahat telah usai dan semuanya memulai jam pelajaran di kelas-kelas.

Ternyata benar. Kamu tidak perlu memberikan alasan maupun pembelaan. Cukup mereka mengetahui kamu siapa, maka semuanya akan beres. Entah adil atau tidak, Bella tidak lagi memikirkannya.

Sreg!

Pintu kelas dibuka.

"Oh, Bella!" Suara menukik yang ceria milik seorang Guru yang sedang berdiri di depan kelas menyambutnya. Bella tidak mengenali guru itu, jadi pasti guru baru.

Darimana dia tahu namaku? Tanyanya heran dalam hati.

"Pasti kamu yang namanya Bella, ya?" Guru itu mendekatinya yang berjalan masuk dengan ragu-ragu.

"Iya." Bella menunduk kepadanya.

"Perkenalkan, saya Miss Claire, Guru Bahasa Inggris yang baru ..." Perempuan muda yang berseragam krem dengan pita di lehernya itu menyalaminya. 

"O-oh." Bella membalas sambil masih menunduk. 

"Silahkan duduk kembali, Bella. Pelajaran baru saja akan kita mulai." Guru itu menunjukkan tempat duduknya di barisan depan. 

Guru baru ini bahkan tahu tempat dudukku, padahal bangku lain juga ada yang kosong. 

Dia tidak memperhatikan reaksi heran teman-temannya, terutama yang duduk di barisan belakang, begitu melihatnya masuk dengan santai. Bahkan guru baru yang katanya lulusan Universitas TOP di Luar Negeri ini menyambutnya dengan sangat ramah. 

Mereka menjadi sangat keki.

Bella masih memandangi Miss Claire sambil memikirkan segala kemungkinan. Firasatnya yang cukup tajam merasakan sebuah kejanggalan. Sampai dia tiba pada suatu kesimpulan. "Kazem." Bella bergumam menahan rasa terkejut, "Ini berlebihan!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 57: Masa Lalu Yang Dilupakan

    Dua belas tahun yang lalu, ketika usianya baru menginjak tujuh tahun dan baru masuk sekolah, Ilham ingat diajak Ayahnya ke rumah seseorang. Di jalan dia bercerita banyak hal tentang sekolah barunya yang seolah tidak begitu digubris oleh sang Ayah yang fokus menyetir."Ayah, dengarkan aku, dong." Mulutnya cemberut. Kedua pipinya yang gempal dan putih seperti bakpao jadi tambah menggemaskan. Membuat siapa saja yang melihatnya merasa senang, namun agaknya berbeda dengan sang Ayah."Maaf, nak. Diamlah dulu, Ayah sedang menyetir dan tidak bisa mendengarkanmu." Bicaranya yang formal dan kaku, serta keengganan untuk menatap anaknya meski hanya sekilas, membuat Ilham sadar bahwa dia bukanlah apa-apa di mata Ayahnya.Ayahnya adalah orang yang diam-diam sangat ambisius. Memang semuanya diperuntukkan untuk keluarganya, dan juga dapat memberikan apapun yang Ilham inginkan. Kecuali kasih sayang dan perhatian.Sampainya mereka di depan bangunan yang teramat besar, mega

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 56: Katakan Semuanya

    Siang itu, mereka selesai membagikan sekerat buat-buahan kepada tetangga terdekat. Tidak ada satupun yang mengenali Bella sebagai pemimpin baru di Negeri ini, bukan karena teknologi belum memasuki desa ini, tetapi karena penampilan perempuan itu yang jauh berbeda dari yang digambarkan media.Inilah kehidupannya yang asli. Jauh sebelum dia mengetahui siapa identitas dirinya sebenarnya.Dan Ilham Azimi, putra tertua keluarga konglomerat di kota Pusat, tidak mau Bella mengetahui lebih banyak mengenai dirinya dan masa lalunya. Ada sesuatu yang terjadi di masa itu, sesuatu yang membuat Bella tidak mengingat apapun karena ..."Sayang?" Suara lembut istrinya membangunkan lelaki itu dari tidur siang sejenak. Ilham mengucek sebelah matanya. Sebenarnya dia tidak tertidur sejak tadi, melainkan sibuk berpikir tentang rencana selanjutnya. Mereka tidak mungkin terus berada di sini sementara di Istana, semua sedang berperang memperebutkan tahta.Termasuk p

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 55: Pangeran Yang Menyimpan Rahasia

    "Ma-maksudmu?" Kedua alis Bella menyernyit dan manik mata coklatnya membulat. Diamatinya wajah pria di depan wajahnya itu, namun pikirannya tanpa sadar malah mengagumi wajah indahnya. Dia menggeleng samar.Ilham mengeluarkan nafas pendek, "Tidak." Seperti sedang menyimpan pemikiran itu di dalam dirinya sendiri, dia mengalihkan perhatian Bella ke jendela kamar yang menghadap ladang yang gelap."Lihat!" Katanya seraya membentangkan jemari tangan, "Kita berada di desa terpencil, lebih terpencil daripada kampung rumahmu dulu, Bell!"Bella sedikit mendengus, "Apa maksudmu?" Gumamnya, namun segera melepaskan tawa ringan. Dia sebenarnya sangat senang diajak kembali ke tempat sederhana seperti ini. Semua rumah di sini saling berjauhan dipisahkan oleh ladang yang berhektar-hektar."Terima kasih telah membawaku ke sini." Katanya membalas tatapan Ilham dengan sungguh-sungguh, "Akhirnya aku bisa merasakan kehidupan normal lagi."Ilham terbahak mendengarnya, "K

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 54: Misteri Kerajaan

    "Aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Bukan, bukan hanya gerakan para saudara yang mencurigakan. Tetapi, lebih tepatnya sesuatu yang telah lama sekali disembunyikan oleh Kerajaan ini. Apa itu?"Bella menuliskan keluh kesahnya di selembar buku harian. Buku berukuran setelapak tangan yang selalu dibawanya kemana saja. Terselip di saku baju, tas, atau bahkan ditentengnya dalam tas kecil saat bepergian.Karena dia tidak begitu pandai mengungkapkan perasaan, termasuk dalam bentuk tulisan. Hanya coretan-coretan kecil yang dia isi di dalamnya. Tetapi, cukup menjadi petunjuk dan penenang kala sesuatu yang tidak diduga atau mengganggunya terjadi. Seperti saat ini.Ditutupnya buku kecil itu, disembunyikan dibalik selipan nakas sambing ranjang dan lekas tertidur di samping suaminya yang telah terlelap sejak tadi.Bella memang masih sangat muda dan inosen untuk memegang tampuk kekuasaan. Tetapi, firasat dan intuisinya mengatakan bahwa dia cukup p

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 53: Enyahlah!

    Bella terdiam. Menutup lembaran majalah di tangannya dan bangkit menegakkan punggung. Seorang pelayan yang berdiri di dekatnya sampai memperhatikan gerakannya yang memindahkan telepon ke lain sisi."Ya?" Sahutnya sedikit tertahan, namun juga penasaran apa yang terjadi pada anak itu selepas semua kejadian ini? Apakah Aiko akhirnya sadar bahwa kelakuannya berbahaya untuk dirinya sendiri? Haruskah aku benar-benar menghukumnya jika dia kembali ke sini? Pikir Bella."Apakah aku mengganggumu?" Tanyanya."Tidak." Bella menjawab malas.Ingin cepat-cepat mengakhiri sambungan dan mengatasi anak satu itu. Kenangan lama yang sangat kelam selalu mencari celah di hatinya untuk membuat dia terjatuh, dan celah itu akan selalu terbuka manakala sosok Aiko muncul.Betapa Bella benci itu!"Ehm," Aiko tidak berada di depan matanya, namun senyum jahatnya seolah terlihat jelas sekarang, "Rencananya aku akan kembali ke Negeri Mulia untuk masuk ke kampus baru. Aku a

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 52: Liontin Sang Raja

    Hari baru beranjak siang kala kawanan burung dari selatan terbang melewati angkasa, di bawahnya hamparan padang hijau dan kebun bunga bermekaran, mengelilingi rumah yang damai nan sepi.Sinar matahari yang menerobos dinding kaca menciptakan kesan eksotis dan elegan bagi Bella yang terbangun diatas ranjang dengan kelambu minimalis. Ilham yang memesannya langsung dari perusahaan furnitur ternama, agar menyamakan dengan desain kamar Sang Ratu di Istana Wheels."Pagi yang indah, Sayang!" Sambut suaminya yang sedang duduk di tepian dan memandangi dengan kagum.Kecantikan Bella memang tiada duanya! Itu adalah kecantikan yang diturunkan dari garis dua Kerajaan. Sampai-sampai Ilham itu bersyukur dengan kepribadian penyendiri Bella yang tidak lantas membuatnya dikerubungi lelaki-lelaki busuk."Huahhhm!" Bella menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya dan beringsut menaikkan selimut lagi."Bangunlah." Ilham menggoyangkan lengan kecil itu seraya tertawa k

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 51: Pasangan Baru

    Tiba-tiba wajah itu muncul dari balik pelindung kepala seorang pengawal Ratu. Semua orang seketika terkejut, terbangun, dan bersiaga penuh.Dia adalah Pangeran Kedua!Bagaimana bisa dia selama ini berada di samping Sang Ratu, sementara tidak ada seorangpun yang menyadari keberadaannya? Bella sendiri langsung bergerak mundur ke belakang Ilham yang langsung memasang badan. Suaminya hendak menarik pedang di sisi kiri, meski dia tentu saja belum mahir menggunakannya.Sekedar gertakan untuk mengesankan kekuatan disaat terdesak itu perlu! Pikir Ilham menajamkan kedua alisnya."Berhenti disitu!" Balas Kazem, ikut melayangkan ujung pedangnya di depan wajah Pangeran Kedua yang membelalakkan mata kepadanya."Be-beraninya kau, pelayan rendahan!" Maki Pangeran Kedua dalam gumaman kerasnya saat mencoba menghindar secepat kilat."Yang Mulia mendiang Raja telah mewasiatkan kami untuk mengangkat Ratu pertama di Kerajaan ini!" Kazem berseru ke arahnya.

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 50: Aku Tidak Romantis, Tapi ...

    "Jam berapa dia akan tiba?" Bella bertanya dengan suara lemah. Dirinya telah terbaring selama beberapa jam terakhir di ranjang, sementara para pelayan mengelilinginya. Mereka semua bersiaga, demikian juga para pasukan khusus di depan gedung. Beberapa jam lalu ... Duagh! Bella terjatuh saat hendak turun dari helikopter. Hal itu dikarenakan suasana yang sangat mencekam kala pasukan Pangeran Kedua telah bergerak ke arah gedung pencakar langit yang dia tuju. Membuatnya panik dan kalang kabut. Lutut dan tulang keringnya terluka parah, sehingga dia langsung dilarikan ke suatu kamar yang paling aman di puncak gedung tersebut oleh tim medis. Tentu saja hal ini tidak diketahui oleh pihak yang lain dan timnya menjaga ketat informasi ini dari siapapun, apalagi media. Rakyat hanya mengetahui bahwa calon Ratu tetap dalam keadaan selamat dan baik-baik saja. Bella berusaha menggerakkan kakinya agar tidak menjadi kaku dan semakin parah. Besok, jika se

  • Rahasia Gadis Biasa   Bab 49: Mimpi Sang Pangeran

    Sambungan diangkat.Pada awalnya terdengar riuh dari jauh, lalu suara seorang pria yang tegas menyahutnya, "Apakah ini dengan Tuan-""Dimana Bella?" Ilham langsung memotong, "Apakah dia baik-baik saja??" Dia yakin yang kini memegang ponsel itu adalah salah satu ajudannya."Ya, beliau baik-baik saja." Ajudan itu menyahut lagi, "Ada pesan yang harus saya sampaikan kepada Anda, Tuan. Bahwa Anda harus datang ke Istana besok siang untuk menemui Yang Mulia."Kalimat itu menjalar bagai rambatan listrik dari tangan hingga ke kepala Ilham. Bella memintanya untuk datang besok?? Apakah itu artinya ... dia diterima?? Semoga saja!Ilham merasa lega, sekaligus senang bukan kepalang. Namun, dia berusaha keras untuk menahannya.Sementara Gerry terus menguping tepat di samping ponselnya tanpa mengerti satu katapun. Yang Mulia? Istana? Apa yang sebenarnya orang aneh ini sedang bicarakan?"Baik!" Ilham segera menjawab, lalu sambungan dimatikan. Tut. Tut

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status