Share

I'am Mazaya

Mazaya tiba di rumah ketika hari sudah malam. Ia mendapati emaknya sedang menyapu.

"Udah bersih, Mak, nggak usah disapu terus." Mazaya menyalami tengah emaknya dan menciumnya. Emaknya tersenyum bahagia melihat putrinya sudah kembali.

"Udah pulang, Zay? makan sono, emak udah masak enak kesukaanmu." Hal yang paling ditunggu-tunggu seorang ibu adalah waktu kepulangan anaknya dari tempat kerja, lalu sang anak memakan makanan buatannya. Begitu juga dengan emaknya Mazaya.

"Siapp, Mak!" Meskipun sebenarnya sudah kenyang, Mazaya tetap pergi ke dapur untuk menyenangkan hati emaknya. Ia tidak ingin mengecewakannya satu kali pun.

Mazaya duduk di ruang makan, menghadap makanan kesukaannya, ikan tuna bakar, tumis pakis campur bunga pepaya, dan sambal iris tomat hijau. Melihat menu kesukaannya, segera ia menyendok nasi ke dalam piring berikut lauk dan sayurnya.

Ia mengingat segala hal yang telah terjadi dalam kehidupannya. Ayahnya yang berwatak keras dan kejam berpasangan dengan ibunya yang lemah lembut lagi penyayang. Itulah awal mula ia sering kehidupan ini tidak adil untuknya. Ayahnya sangat sering menghukumnya dengan kesalahan sekecil apa pun, ia juga kerap memukul ibunya juga menamparnya di depan matanya sejak usia ketika ia baru saja mengenal kehidupan ini.

Dengan perlakuan ayah yang kasar itu, ia menjadi trauma dengan lelaki. Ia membenci pria sebagaimana ia antipati pada ayahnya. Selain itu, ayahnya juga suka mabuk dan berjudi, jika dengan uang hasil jerih payahnya sendiri ia takkan mempermasalahkan, namun perbuatan bejatnya itu hasil merampas hasil jerih payah ibunya yang bekerja membuka laundry kecil-kecilan di rumah.

Ia juga masih ingat bahkan merasakan tamparan ayahnya ketika ia membela sang ibu yang mempertahankan perhiasan miliknya yang hendak di rampas ayahnya.

"Bapak sudah keterlaluan! selama ini yang Bapak lakuin cuman nyopet duit Emak! kenapa Bapak tidak nyari duit sendiri? setidaknya Bapak bantu Emak mencuci!" Teriak Mazaya penuh kemarahan waktu itu.

Plak! Plak!

Dua buah tamparan sangat keras mendarat di pipi kanan dan kiri Mazaya hingga meninggalkan bekas lima jari. Melihat hal itu, ibunya segera melindungi Mazaya dengan mendorong tubuh suaminya yang besar itu. Namun karena tubuh ibunya kecil usahanya tidak membuahkan hasil, justru pria itu semakin beringas dan memukul wajah sang ibu hingga memar. Lalu dia pun pergi entah ke mana dan tidak pernah kembali lagi. Itu sudah lima tahun yang lalu, namun masih membekas dengan jelas dalam ingatannya, seolah kejadian itu baru terjadi kemarin. Setiap mengingat kejadian itu, emosinya semakin meningkat.

Ia mengira kepergian ayahnya akan membawa kedamaian dalam hidupnya. Kenyataannya, tiga bulan pasca kepergiannya segerombolan rentenir datang menagih hutang atas nama ibu.

"Mana yang namanya Maimunah?" Seorang pria dengan gaya preman lengkap dengan kalung rantai berkacak pinggang di depan rumah waktu itu.

"Gue, ada apa?" Ibunya langsung muncul dari balik pintu.

"Utang atas nama lo 1,5M, cicilan perbulan 10juta, udah tiga bulan lo nunggak, bunganya udah 2 kali lipat!" seru pria itu.

Mazaya dan ibunya terkejut, sejak kapan ibunya hutang sebanyak itu?

"Sejak kapan gue ngutang ama lo? ngimpi kali lo, salah alamat!" teriak ibunya dengan geram.

"Ini semua data-datanya lengkap atas nama lo!" Pria itu tidak mau kalah.

Ternyata ayahnya yang meminjam uang memakai nama ibu. Dia mencuri KTP, kartu keluarga, dan lain sebagainya sebagai persyaratan hutang sebelum melarikan diri. Mazaya dan ibunya terhenyak dan hanya bisa menerima kenyataan pahit itu.

"Bawa motor dan ambil surat tanah yang di Bekasi!" Para rentenir itu membawa satu-satunya motor yang digunakan untuk mencari rupiah itu, beruntung surat tanah disembunyikan dengan aman dan tidak berhasil ditemukan.

Sejak saat itu, setiap bulan para rentenir selalu datang menagih, satu per satu barang-barang di rumah mulai habis. Mesin cuci yang menjadi sumber penghasilan ibunya, TV, ranjang, kasur, dan lain-lain yang berharga, hingga perhiasan mereka ambil tanpa sisa. Setiap hendak menunda pembayaran mereka selalu mengancam akan membawa Mazaya untuk dijadikan wanita panggilan.

"Lo boleh nggak bayar, tapi gue bawa anak lo sebagai penebusnya," ujar pria itu sambil mengelus jenggotnya. Tidak ada pilihan lain bagi ibunya untuk membuat pilihan,m kecuali membayar dengan apa pun yang tersisa, sertifikat tanah milik kakeknya yang ada di Bekasi.

Itulah akhirnya Mazaya menghentikan kuliahnya yang sudah masuk semester lima dan memilih bergabung dengan kelompok seni bela diri. Dengan tekun ia belajar bela diri, mulai dari pencak silat, taekwondo, wushu, dan lain sebagainya. Di sisa waktunya, ia menjadi kuli di pasar, menjadi tukang parkir, menawarkan jasa angkat-angkat barang kepada para ibu-ibu yang sering kesulitan membawa barang dagangannya atau belanjaannya.

Dari hasil kerja kerasnya ia berhasil membeli smartphone. Mulailah ia mencari-cari cara menghasilkan uang dengan cepat lewat online. Ia menemukan usaha digital adalah cara paling cepat dan mudah untuk menghasilkan uang. Ia mulai kursus berbagai keahlian di bidang digital mulai dari dasar hingga profesional.

Ibunya sering menangis melihat putri semata wayangnya setiap hari pergi pagi pulang malam menjadi tulang punggung keluarga.

"Mak, jangan nangis gitu, Zaya jadi sedih kalo Emak sedih. Buat Zaya yang penting Emak sehat dan tidak ada seorang pun yang nyakitin Emak, Zaya bahagia. Zaya juga nggak capek kok, justru banyak temen," Mazaya menghibur ibunya setiap kali ibunya menangis atau bersedih.

Dua tahun ia menekuni bidang seni bela diri dan digital membuatnya merasa percaya diri untuk melamar pekerjaan yang layak ke berbagai perusahaan. Namun tak satu pun yang menerimanya, jangankan menerima, sekedar memanggilnya untuk wawancara pun tidak.

Ia kembali ke dunia kuli pasar. Sambil menjadi freelancer internet marketing, seperti membuka jasa pembuatan website, membuat program, software, aplikasi, dan lain sebagainya. Meskipun clien-nya hanya hitungan jari, setidaknya mampu mengurangi waktunya di pasar. Dari situ ia mulai kembali memperhatikan penampilannya, membeli skincare dan kawan-kawannya.

Kemudian dia bertemu secara online dengan seorang clien yang memintanya membuatkan aplikasi pembaca data multi-bahasa dengan desain yang friendly dan ringan dengan imbalan yang cukup besar, 10 juta Rupiah dalam jangka waktu 1 bulan. Dia menyanggupinya. Dan dia berhasil.

Dengan keberhasilannya, akhirnya dia bertemu dengan clien tersebut yang ternyata adalah seorang pria yang masih muda. Lalu dia ditawarkanlah sebuah kerja sama.

"Gue bersedia membayar lo berapa pun yang lo mau, asalkan lo bersedia bekerja dengan gue," ucap pemuda itu.

"Gue punya utang lebih dari 1M, apa lo sanggup?" Mazaya sebenarnya hanya bercanda menyebutkan angka itu, ia hanya ingin mengetahui sebesar apa keseriusan pria itu.

"Oke. It's no problem. Gue akan berikan setelah kita teken kontrak. Apa pendidikan terakhir lo?" Mazaya terbelalak mendengar kesanggupan pria itu. Tetapi pertanyaan berikutnya tentang pendidikan membuatnya ciut.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status