54Al membuka matanya, tidurnya terasa nyenyak sekali setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan hari ini.Ia menatap ke arah jendela dan hari sudah menjelang sore, terlihat langit yang sudah mulai mejingga dan matahari yang mulai tenggelam.Al bangun dengan panik ia menatap sekitar ruangan yang mulai gelap, ''Ah sial,'' decak Al pada dirinya sendiri.Akibat kelelahan ia sampai tertidur dan lupa untuk memberikan Aruna makan seperti yang sudah di suruh oleh Adrian.Dengan tergesa-gesa Al mengambil satu bungkus nasi lalu melangkah ke dapur untuk mengambil pring serta sendok tak lupa membawakan sebotol air minum untuk Aruna.ClekPintu terbuka memperlihatkan Aruna yang terbaring di atas tempat tidur, setelah lelah teriak-teriak memanggil Al dan meminta agar di bukakan pintu tapi tak ada sahutan dari luar, akhirnya Aruna menyerah dan tanpa sadar ia pun tertidur.Al berjalan mauk dan menyimpan makanan dan minuman yang telah di siapkan untuk Aruna di atas meja.''Run bangun,'' ucap Al sam
pov ZiaZia dan Sarah memasuki kamar rawat inap Adrian, kali ini ia tak membawa Sahla karena baby sister nya sudah kembali bekerja dan menjaga Sahla di rumah.Terlihat kamar rawat Adrian kosong, Zia celingkukan ke sana-ke sini tapi tak melihat Adrian di manapun, bahkan di kamar mandi pun ia tak ada. "Adrian kemana ma?" tanya Zia khawatir. "Mungkin ke luar," jawab Sarah enteng sambil mendaratkan pantatnya di sofa. Mendengar jawaban dari mertuanya Zia tak merasa puas, hati nya tak tenang dia takut terjadi sesuatu yang tak di inginkan apalagi luka Adrian yang belum kering. "Nanti juga dia balik," ucap Sarah jengkel yang melihat Zia berdiri dengan raut wajah cemas. "Tapi ma,""Duduk sini," sela Sarah. Zia duduk di samping Sarah, ia memainkan jari-jarinya gelisah.''Gak usah gelisah kaya gitu Adrian bentar lagi pasti balik kok,'' ucap Sarah sambil asik memainkan ponselnya.Zia menatap Sarah sekilas, lalu bangkit dari duduknya.''Aku mau ke luar cari Adrian,'' pamit Zia sambil melangk
56Ani melihat kepergian Zia dan Sarah dengan kebingungan, lalu sekilas melihat ke arah resepsionis yang dari awal menjadi tujuannya menanyakan di kamar mana Adrian di rawat. Tapi setelah mendengar dari Sarah kalau mereka sedang mencari Adrian, berarti Adrian tak ada di ruang rawatnya. Ani mengurungkan niatnya untuk menanyakan tentang Adrian, dan berjalan kembali ke kamar rawat inap Amar. "Kok sebentar," ucap Amar ketika melihat Ani baru saja masuk. "Udah marahin Adrian Nya?" tanya Amar tak sabaran, ia ingin tau reaksi Adrian bagaimana kalau sampai di marahin oleh bunda. "Belum," "Bunda gak ketemu Adrian, bunda malah ketemu Sarah dan Zia mereka terlihat sangat gelisah, " jelas Ani. "Katanya Adrian pergi," lanjut Ani lagi. "Pergi," beo Amar. "Maksudnya bun? " tanya Amar belum mengerti. "Mungkin Adrian kabur dari rumah sakit," tebak Ani. Amar terdiam sesaat mendengar ucapan Ani, matanya langsung melotot ketika ia menyadari ada sesuatu yang tak beres. "Apa jangan-jangan Adria
Adrian sudah tiba di bandara Soekarno Hatta, ia menarik koper dan berjalan ke luar bandara sambil melihat ke sana kemari. Mobil yang Adrian kenali berhenti di hadapannya, Al segera turun dari mobil dan bergegas mengambil alih koper yang sedang di bawa Adrian lalu masukannya ke dalam bagasi. Adrian masuk ke dalam mobil, tak lama Al pun ikut masuk dan duduk di kursi pengemudi. "Bagaimana dengan Aruna?" tanya Adrian tanpa basa-basi. "Aruna sudah tertidur dan sudah makan setelah di paksa," ucap Al jujur. Sebelum Al meninggalkan Aruna sendirian di rumah ia tak lupa mengunci pintu kamar Aruna dan mengecek apakah Aruna sudah tertidur apa belum, ia hanya takut Aruna akan kabur ketika Al menjemput Adrian di bandara. Jarak antara rumah dan bandara membutuhkan waktu 45 menit kalau tidak macet, kalau macet bisa lebih dari itu. Tapi untung saja malam ini keadaan jalan lancar tak ada hambatan apapun, sehingga mereka bisa sampai di rumah dengan cepat. Melihat mobil yang berhenti di halaman r
Pagi telah tiba, Aruna mengerjapkan matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang mengenai matanya. Hal pertama yang ia lihat wajah seorang pria yang sudah memaksa ia bercinta tadi malam sampai menjelang pagi. Membuat tubuh Aruna terasa remuk dan sakit akibat perbuatan Adrian semalam yang terus menyiksanya tanpa henti. Aruna menggeser kan tubuhnya perlahan agar tak membangunkan Adrian yang masih terlelap di sampingnya. GrapTiba-tiba saja tangan Adrian, memeluk pinggang Aruna dengan erat, meskipun matanya masih terpejam tapi Aruna tau Adrian sudah bangun sekarang. "Mau kemana?" tanya Adrian dengan suara khas bangun tidur. "Awas," ketua Aruna sambil mendorong tubuh Adrian agar menjauh tapi tak membuat Adrian bergeser seinci pun karena dorongan Aruna yang pelan. "Tetap di sini, jangan kemana-mana," ucap Adrian sambil mengeratkan pelukannya, membuat tubuh mereka berdua yang masih telanjang bulat di bawah selimut bersentuhan satu sama lain. Aruna merasa risih dengan keadaan ini, ia
sesampainya di kediaman orang tuanya Adrian, Amar juga melihat Sarah dan Dia yang baru saja turun dari mobil. Melihat itu Amar keluar dari mobil dan menghampiri mereka berdua yang belum menyadari kehadiran Amar serta kedua temannya Frikas dan Joni yang menyusul dari belakang. "Tante," panggil Amar sambil berjalan ke arah Sarah. Merasa ada yang memanggilnya Sarah yang semula akan masuk ke dalam rumah, menghentikan langkah, dan membalikan badannya. Melihat kehadiran Amar dan teman-temannya yang tidak ia kenal, Sarah merasa jengkel. "Di mana Aruna dan Adrian?" tanya Amar to the point. "Seharusnya saya yang menanyakan hal itu, ke mana pelacur itu membawa anak saya," sengit Sarah. PlakAmar yang tak suka Aruna di sebut pelacur tanpa sadar menampar Sarah. "Kamu," ucap Zia marah sambil menatap Amar tajam. Amar yang menyadari kalau ia telah menampar Sarah, menatap tangannya tak percaya bisa melakukan itu. "Kurang ajar kamu," teriak Sarah tak terima. "Gak usah main tangan Hen," peri
Sudah seminggu lebih mereka mencari keberadaan Adrian dan Aruna tapi tak membuahkan hasil sama sekali. Amar termenung di balkon rumahnya, rumah orang tua Amar yang sengaja di belikan oleh Ani beberapa tahun yang lalu ketika Amar akan melanjutkan kuliahnya di Surabaya, tapi karena jarak rumah dan tempat kuliah lumayan jauh, Amar memutuskan untuk ngekos dekat tempat kuliah. Sehingga baru beberapa hari ini, ia menempati rumah yang sudah cukup lama kosong, Frikas dan Joni pun ikut tinggal di sini menemani Amar sambil mencari keberadaan Aruna yang entah berada di mana. Sementara Ani dua hari yang lalu kembali ke Singapura untuk merawat suaminya yang memang masih berada di rumah sakit Singapura dan belum bisa pulang ke Indonesia karena kondisinya yang belum stabil. "Hen," panggil Frikas sambil menyodorkan secangkir kopi hitam yang di pintar oleh Amar tadi. "Kalian berdua pulang aja, biar gue cari sendiri keberadaan Aruna," ucap Amar. "Gue gak mau nyusahin kalian terus," lanjut Amar.
"Stop Drian, gue muak sama lo, sama obsesi lo,""Kalau mau pukul gue, pukul gue gak takut sama sekali, kalau perlu bunuh gue sekalian," tantang Aruna tanpa rasa takut. Adrian menurunkan tangannya dan mengurungkan niat untuk memukul kembali Aruna, matanya menatap dingin Aruna yang masih menatap Adrian tajam. "Ayo pukul," ucap Aruna. "Sial," decak Adrian lalu pergi meninggalkan Aruna di kamar yang luas ini. Setelah melihat pintu tertutup dan Adrian tak ada di sini, pertahanan Aruna mulai runtuh, ia menangis sejadi-jadinya meratapi nasib dirinya yang begitu menyedihkan. "Aaaaaaah," teriak Aruna frustasi sambil terus menjambak rambutnya kuat, lalu memukuli kedua kakinya. "Brengsek," maki Aruna yang memukul kedua kakinya. Tangis Aruna makin kencang bersamaan dengan pukulan bertubi-tubi pada kakinya yang membuat luka di kaki tersebut kembali mengeluarkan darah segar, perban putih yang membalut kaki Aruna kini penuh noda berwarna merah. Setengah jam Aruna menangis tanpa henti, berter