_"Padahal mereka hanya mendengar dari katanya, dan bukan nyatanya. Tapi, mereka seakan memahami bahwa hal itu benar adanya."_
~~~
Setelah berdebat panjang dengan laki-laki bernama Daniyal Haidar Gafi. Membuat Senja naik darah. Meskipun, laki-laki itu sudah mengakui kesalahannya. Tetap saja kelakuan Gafi jika, diingat terlalu sesuka hati.
"Ke kantin, yuk?" Ajak Asta yang sudah merapihkan bajunya.
Senja menganggukkan kepalanya. Kelas 10 MIPA 2 sudah terlihat sepi. Keduanya berjalan meninggalkan kelas. Di sepanjang koridor, tatapan mata semua siswa-siswi tertuju padanya.
"Itu kan si Senja, yang jadi PHO kan?Katanya juga dari keluarga broken home, baru tau gua. Ternyata keluarganya udah ga utuh toh.. hahaha," bisik salah satu siswi yang terdengar oleh pendengaran Senja.
"Iya.. rumornya juga dia pake susuk. Ihh.. jadi, takut deh pacar kita ntar kena pelet dia lagi..ihh, jijik."
Ucapan-ucapan yang tidak enak di dengar membuat Asta menatap Senja yang sudah menunduk. "Heh kalian. Jangan fitnah ya!!" Teriak Asta. Sambil berjalan menghampiri kerumunan itu.
"Ga fitnah kok, Ta. Tapi, kenyataannya. buktinya Aldi yang romantis sama kak Abel tiba-tiba putus. Terus sekarang malah sama Senja toh," celetuk perempuan berambut ikal itu.
"Gosip ga bener, lu terima mentah-mentah gitu aja?! Ga habis pikir gua," cerca Asta. Tatapan matanya kini menatap nyalang perempuan itu. Yang ditatap hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli. Senja, gadis itu sudah merasa sesak.
Aldi yang melihat keributan itu hanya diam. Rumor tentang keluarga Senja sudah menyebar. Belum lagi rumor tentang hubungannya. Laki-laki berwajah tirus itu, tidak mau terlibat dulu dengan urusan gadis itu.
"Cewek elu tuh. Jadi, bahan gosip. Kabarnya pan, nyokapnya nikah lagi. Terus bokapnya tukang selingkuh," celetuk Tio teman satu tim basket dengan Aldi.
"Hahaha... Cewek kayak Senja juga bisa pan selingkuh dari lu? Ye pan, buah jatuh kaga jauh dari pohonnya! Hahaha" Sambung Afif.
Aldi hanya diam, malas berdebat dan memilih tidak meladeni ucapan teman-temannya itu.
"Dia juga penggoda cenah? Hahah aing juga mau di..."
Brukkk...
Mendengar suara keributan membuat beberapa kerumunan tadi berpindah posisi. Yang tadinya di dekat mading. Kini, semua menuju ke arah tangga menuju kelas 11 MIPA.
Kepalan tangan sudah mendarat di pipi tembam Dimas. Membuat mereka semua terkaget dengan serangan dadakan itu.
Aldi memelototkan kedua bola matanya. Menatap Dimas yang tergeletak di lantai.
"Ngomong naon sia teh?! Sini atuh ngomong depan aing!"
Mereka hanya bungkam."Naha maneh, cicing wae? (Kenapa kamu, diam aja?)" Lanjut laki-laki dengan seragam yang sudah berantakan.
"Lu siapa? Ngapain lu mukul temen gua?" Tanya Ivan sambil menuruni anak tangga, menatap laki-laki itu dengan wajah datarnya.
"Temen sia teh perlu aing kasih pelajaran. Mulutnya da mirip sampah!" Teriaknya.
Asta dan Senja menerobos kerumunan itu. "Misi! Minggir dikit dong! Gua pengen lewat," pinta Asta.
"Aduh! Apa sih!" Saut mereka yang diserobot oleh kedua gadis cantik itu.
Keduanya berdesakan di antara siswa-siswi yang saling ingin tau tentang keributan yang terjadi. Karena, Senja mendengar suara keras dari tangga mengakibatkan gadis itu ikut penasaran.
"Sikap lu kayak preman!" Sarkas Ivan.
Ucapan Ivan membuat laki-laki itu menarik kerah kemeja putih itu. "Sia teh ternyata, ga kalah sampahnya da sama temen sia?"
Ivan terkekeh pelan, "Tau apa sih lu? Murid baru tapi sok tau!" Ivan menepis tangan laki-laki itu.
"Oh gua inget nama lu, gua pastiin lu ga bakal tenang sekolah disini! Daniyal Haidar Gafi," lanjut Ivan yang sudah menatap nametag Gafi. Sambil menyeringai.
"Sia pikir aing teh takut? Barudak kayak kalian mah bisana ge (bisanya) ngegosip. Yang kalian omongin teh belum tentu bener. Cik atuh mikir! (Mikir coba!)" Seru laki-laki berambut hitam pekat itu—Gafi.
Tatapan tajam Gafi terarah ke arah Dimas. "Maneh." Tunjuk Gafi ke arah Dimas yang sudah berdiri di sebelah Afif sambil meringis.
"Urang mah teu ngarti ku kalakuan maneh mah. (Saya enggak ngerti sama kelakuan kamu). Orang yang maneh katain teh belum tentu kayak apa yang digosipin sekarang. Senja teh bukan kayak apa yang kalian pikir!" Tutur Gafi.
Gadis berkuncir kuda itu mengernyitkan dahinya. Saat mendengar namanya di sebut.
"Maneh teh, Aldi? Pacarnya Senja? Kunaon cicing wae? (Kenapa diem aja?). Cewek maneh teh dihina temen maneh sendiri. Tapi, maneh mah lebih bela dia? Maneh teh henteu pantes buat Senja. Dia terlalu baik buat sampah kayak maneh!" Lanjut Gafi.
Aldi mengepalkan kedua tangannya. "Ga usah sok tau lu! Tau apa lu soal gua? Tau apa lu soal Senja? Ga usah jadi pahlawan, muak gua! Sama orang yang sok peduli. Faktanya, cuma mau cari simpati ke Senja kan?" Cerca Aldi dengan rahang yang menguat.
"Urang da ga cari simpati sama cewek maneh. Tapi, urang da ga akan diem aja kalo ada orang yang ngomong ga bener soal Senja. Walaupun urang mah baru kenal Senja. Tapi, urang teh percaya. Dia bukan kayak apa yang temen-temen maneh bilang!" Cerca Gafi.
Terlihat urat leher laki-laki bergingsul itu. Begitu merah wajahnya dan menatap nyalang Aldi.
"Tapi, itu fakta. Senja emang penggoda!" Sela Tio yang sudah maju mendekati Aldi dan mendorong bahu Gafi kuat.
"Udah, Yo. Ga usah diladenin orang begitu. orang yang sok tau!"
Gafi menyeringai. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Hebat ya! Secara ga langsung maneh teh membenarkan ucapan si keriting ini. Kalo cewek maneh teh penggoda?"
Aldi mengepalkan tangannya. "Banyak bacot lu!!" Pukulan disudut bibir Gafi cukup keras. Mengakibatkan sobek diujung bibirnya.
"Benerkan, si Senja punya pelet. Liatin aja tuh, anak baru aja udah ngebela dia mati-matian," bisik siswi yang berkerumun itu.
"Iya ih... Peletnya kuat banget ya? Mau juga lagi sampe babak belur begitu. Tuh Senja ngak tau malu! Sok-sok an ngelerai," saut salah satu diantara mereka.
Senja sudah menatap keduanya. Rasanya, ia ingin menangis. Namun, gadis itu masih berusaha menahannya. "Cukup!! Enggak perlu memperkeruh suasana," tegas Senja. Yang sudah menatap mereka bergantian.
Tatapan terakhir Senja terarah ke Gafi. Tangan kecil itu menarik lengan laki-laki berbibir pink itu, dengan cepat dan membawa laki-laki itu menjauh dari kerumunan.
"Maneh teh, mau bawa urang kemana?"
Senja tidak menjawab. Gadis itu terus melangkahkan kakinya masih dengan menyeret Gafi. Ternyata, Senja membawanya ke arah belakang sekolah yang terlihat sepi.
Gadis itu melepas genggamannya dari lengan Gafi. "Lu enggak usah ikut campur sama masalah gua!" Ketus Senja. Kini, matanya sudah menatap tajam laki-laki berwajah datar itu.
"Gua enggak butuh bantuan lu! gua enggak butuh lu bela!" Lanjut Fira sambil mendorong dada bidang Gafi.
Gafi menghentikan tangan kecil itu menatap gadis itu dengan wajah tanpa senyum sendikit pun. "Siapapun orangnya, kalo dia dihina yang belum tentu bener. Saya juga pasti bela orang itu. Jadi, kamu ga usah geer. Ngerti?"
Gafi melepas tangan Senja dan memasukkan kedua tangannya di saku celananya.
"Gua enggak geer. Tapi, gua minta sama lu. kalo gua yang dihina. Jangan pernah lu bantu gua! Kalo lu bantu gua atau bela gua. Masalahnya makin banyak, Fi. Lu enggak denger tadi? Banyak yang bilang gua pake pelet, yang buat lu mau bela gua mati-matian!" Tegas Fira.
Helaan nafasnya terdengar. "Saya denger. Tapi, buat apa kamu dengerin omongan orang? Kalo kenyataannya saya bela kamu. Karna, kamu pantes buat saya bela. Atau kamu mau saya bantu? Buat jelasin ke semua orang. Kalo urang teh ga di pelet sama maneh?" Tanya Gafi dengan wajah seriusnya.
Fira menatap laki-laki itu. "Ga perlu. Lu cukup diem dan ga perlu lagi ikut campur sama masalah gua! Ngerti?! Oh iya, bersihin luka lu. Terus, kalo mau pake saya jangan di campur pake urang dan lain-lain," ujar gadis berwajah merah padam itu.
Tanpa mendengar jawaban Gafi, gadis itu sudah berlalu terlebih dahulu.
"Yeh... Suka-suka urang atuh. Sewot aja maneh teh!" Teriak Gafi.
"Tapi, dipikir-pikir aneh juga. Ah, sa bodo teing. Jiwa sunda urang mah da melekat." gumam Gafi yang sudah menganggukkan kepalanya.
_"Perlakuan sederhana terkadang membuat bahagia."_~~~Cuaca begitu mendukung untuk beraktivitas di hari libur. Termasuk gadis berambut cepol dengan setelan traningnya. Senja baru saja selesai melakukan yoga. Helaan nafasnya terdengar, peluh yang membanjiri wajahnya begitu terlihat. Gadis itu menengguk botol minum berisi air mineral hingga 'tak tersisa.Bunyi ponsel terdengar nyaring. Senja melirik sebentar ke arah benda pipih yang tergeletak manis di atas meja belajarnya. Selesai menyimpan botol minum, dan mengelap keringatnya ia langsung meraih benda itu. Senyum yang menampilkan lesungnya, kini muncul begitu dalam.Gadis itu langsung menarik handuk, yang tergantung rapih di dekat pintu. Setelah melihat pesan yang entah dari siapa, gadis itu langsung bergegas mandi. Mungkin orang spesial yang akan datang.Sudah hampir setengah jam, akhirnya Senja se
_"Hidup itu tidak selalu berjalan dengan mulus. Pasti, selalu ada masalah dalam hidup. Masalah ringan, sedang, hingga masalah yang begitu rumit. Tapi, semua itu punya jalan keluarnya."_~~~"Ikut gua!"Suara berat, membuat gadis berambut pirang itu menatap ketiga orang dihadapannya dengan tatapan aneh."Mau apa sih lu?! Punya urusan sama gua?""Udah lah, lu engga usah banyak bacot!" Bentak laki-laki berkulit sawo matang itu."Ngapain sih?! Gua ga mau!" Berontak gadis itu.Namun, laki-laki bertubuh tinggi itu menyuruh kedua temannya membawa paksa Viola."Bagas!!! Lu mau ngapain gua?"Laki-laki yang dipanggil Bagas itu hanya mengedikan pundaknya, dan berjalan mengikuti kedua temannya itu.Viola, gadis itu mencoba melepas cengkraman kuat dari kedua kakak kelasnya. Namun
_"Apa yang kita pikirkan benar, belum tentu benar. Bahkan, bisa saja yang kita anggap tindakan yang benar ternyata malah sebaliknya. Sebuah kesalahan."_~~~Hujan sore di ibukota Jakarta terlihat begitu deras. Awan yang tadinya cerah, kini terlihat begitu gelap. Seharusnya semua siswa-siswi SMA GARUDA sudah pulang sejak sejam yang lalu. Namun, mereka harus menetap di ruang kelas menunggu hujan mereda."Ta, gua perlu ngomong sama lu."Ucapan itu membuyarkan lamunan Asta. Suara berat dan khas itu, menyadarkan Asta bahwa bukan lagi Senja yang duduk di sebelahnya, melainkan Galuh."Hem..."Galuh langsung duduk di sebelah gadis itu, tadi ia meminta Senja untuk berpindah tempat duduk sebentar selagi gadis itu menunggu dijemp
_"Apa pun perkataan orang lain, tidak perlu kita hiraukan. Jika itu hanya melukai diri kita. Dengarkan saja yang perlu didengar, anggap angin lalu yang tidak perlu untuk didengar."_~~~Suara riuh terdengar begitu gaduh di kelas IPA 2. Senja yang berjalan dengan penampilan yang sangat berantakan, melewati beberapa temannya yang menatapnya dengan sinis.Cangkang telur serta putih telur bercampur dengan kuningnya, bertengger manis di rambut sebahu gadis itu. Aroma menyengat menusuk indra penciuman semua orang yang ada di dalam ruang kelas.Galuh hanya mengekor dari belakang, sedangkan Gafi hanya diam duduk di kursinya. Laki-laki bermata almond itu tidak lepas memandang Senja yang terlihat tidak baik-baik saja."Bau banget badan lu, Nja. Bikin kelas bau busuk! Bersihin dul
_"Orang yang kita anggap akan ada dipihak kita ternyata sama saja dengan yang lain. Rasa kecewa itu benar-benar terasa, menyakitkan."_~~~"Enggak perlu lu anter. Gua kesini sama supir," ujar gadis berambut hitam itu. Sejak Revan dan yang lainnya pergi, keduanya sudah memutuskan untuk duduk di trotoar dekat penjual minuman dingin keliling dan tukang somay."Maneh teh kunaon, sewot terus sama urang? Urang teh punya salah kitu?" Tanya Gafi.Senja menghela nafasnya, ditatap laki-laki yang tingginya 176 cm itu. Memang Gafi tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi bagi Senja, laki-laki itu memang harus ia jauhin. Lebih tepatnya jangan sampai berurusan dengan laki-laki dihadapannya ini."Lu enggak punya salah. Gua harap, ucapan gua di sekolah bisa lu lakuin ya? Gua enggak mau p
_"Kecewa itu......"_~~~Beberapa menit setelah Gafi meninggalkan rumah Arya. Keempat anak remaja itu asik dengan kartu dan cemilan di atas meja. Sesekali umpatan-umpatan kasar keluar dari bibir mereka."Sial! Kalah lagi gua!" Celetuk Arya.Tama hanya tertawa merasa senang, karena sejak tadi Arya selalu kalah. "Udah, lu mending maen barbie aja," ledek Banu.Hal itu membuat Arya berdecak kesal, dan melempar batal tepat ke wajah tampan laki-laki itu. "Lu kira gua cowok apaan?" Kesalnya.Banu tertawa sambil memegang perutnya yang terasa kram. "Cowok jadi-jadian hahahaha,""Si anjir! Lu kalo ngomong, perlu gua sumpel mulut lu ya?" Omel Arya."Haha