Share

02 Rahasia Senja

_"Kehadirannya, entah menambah masalah baru atau merubah suatu hal."_

~~~

Semua tatap mata memandang laki-laki yang berdiri di sebelah wali kelas MIPA 2. "Silakan Gafi," ujarnya.

Senja tidak mengubris kedatangan siswa baru itu, sedangkan Asta gadis itu sudah berbinar-binar.

"Liat deh, Nja. Tuh cowok ganteng banget.. pengen deh gua duduk sama dia," celoteh Asta.

Senja hanya melirik sekilas laki-laki itu, memastikan ucapan Asta yang lebay atau memang kenyataan.

Tatapan mereka saling bertemu, Senja langsung memutus kontak mata keduanya.

"Salam kenal semuanya. Saya Daniyal Haidar Gafi. Kalian bisa panggil saya Gafi." 

"Gafi pindahan dari mana?" Tanya salah satu siswi yang duduk tepat di hadapan Gafi.

"Bandung," jawab Gafi singkat.

"Udah punya pacar belum?" Celetuk yang lain.

"Huuuuuuuu..."

Sorakan dari semua murid terdengar gaduh, membuat guru berkacamata itu memukul papan tulis.

"Jangan berisik! Baik Gafi. Silakan kamu duduk bersama Galuh," Tegasnya.

Gafi menganggukkan kepalanya. Gerak-gerik Gafi tidak lepas dari padangan semua orang yang ada di dalam kelas.

"Dia duduk di sebelah lu, Nja." Entah kenapa Asta sudah seperti orang gila. Mata coklat gelapnya kini benar-benar tidak bisa lepas dari laki-laki berpostur tinggi itu.

"Iya. Gua liat kok, Ta," jawab Senja seadanya.

"Kita harus kenalan pas jam pelajaran ganti," antusias Asta.

"Engga deh, Ta. Lu aja sana yang kenalan. Gua males," tolak Senja yang tidak ingin mengikuti ide gila Asta.

Asta berdecak sebal lalu berkata, "Oke.. kalo lu ga mau, gua aja yang kenalan. Siapa tau, dia jadi jodoh gua." Senja hanya menganggukkan kepalanya, supaya gadis itu diam. 

"Eh.."

Gadis berlesung pipi itu mendengar suara dari arah tempat duduk yang anak baru itu tempati. Senja menengok-kan kepalanya menatap laki-laki itu yang juga sedang menatapnya

"Kamu Senja?" Tanyanya.

Pertanyaan itu membuat Senja mengernyitkan dahinya. Dari mana laki-laki itu tau? Padahal, mereka belum saling berkenalan.

"Kenalin. Saya Gafi," ujar Gafi sambil tangannya terulur.

Namun, Senja hanya menatap tangan besar milik Gafi. Memandang laki-laki itu. "Gua udah tau kok," sahutnya dan mengabaikan uluran tangan Gafi.

Asta yang melihat itu, langsung menatap raut wajah Gafi. Laki-laki itu hanya tersenyum miring dan menarik tangannya.

"Kalian berdua saling kenal?" Bisik Asta.

Senja langsung menatap sahabatnya. "Enggak tuh," jawabnya yang kembali menatap ke papan tulis.

"Lu tadi diajak kenalan ya? Kenapa, lu ga nerima uluran tangan dia?" Tanya Asta yang terlihat penasaran.

Senja menghela nafasnya. "Iya Asta. Ya gapapa," balasnya.

Asta hanya menganggukkan kepalanya, entah kenapa dia merasa kesal dengan kejadian barusan.

"Silakan Asta, jawab pertanyaan di papan tulis."

Asta yang mendengar itu langsung memasang wajah bingung. Tangannya mulai menunjuk ke dirinya sendiri. Gadis itu berkata, "S... saya bu?"

Senja yang melihat sahabatnya kebingungan hanya tersenyum kecil. "Iya kamu, ayok maju. Ibu perhatikan dari tadi kamu tengok kanan kiri. Tidak memperhatikan apa yang ibu jelaskan. Sekarang maju kerjakan apa yang sudah ibu tulis di papan tulis.."

"Iya.. Bu. Nja, gimana nih?" Tanyanya dengan wajah memohon.

Senja hanya menaikkan bahunya. Bibir tipisnya kini semakin tertarik dan menampilkan lesung pipinya. "Ayok Asta.. jangan meminta bantuan kepada Senja!"

Asta memamerkan sederet gigi putihnya, saat mendengar ucapan guru fisikanya itu.

"Ayok semuanya, koreksi jika jawaban Asta salah."

"Baik buu..."

Asta hanya menghela nafasnya gusar, soal dihadapannya sama sekali tidak ia pahami. Akhirnya gadis berkuncir kuda itu mengerjakannya dengan asal, membuat Bu Intan hanya menggelengkan kepalanya.

"Gafi, maju ke depan. Bantu Asta."

Laki-laki itu langsung maju ke depan, menatap Asta sebentar lalu mengerjakan soal itu tanpa berkata sepatah kata pun.

"Gafi, beritahu Asta apa yang salah dari rumus yang dia gunakan."

"Yang lain silahkan buka halaman 57. Kerjakan nomor 1-5."

Laki-laki bermata coklat itu menjelaskan kepada Asta. Bahkan, laki-laki itu juga memberitahu Asta cara menghafal rumus dengan baik.

Asta menatap Gafi, "Lu ternyata pinter juga ya?"

"Soal segampang ini. Anak SMP juga bisa jawab."

Mendengar ucapan Gafi yang menusuk itu, membuat Asta berdecak sebal.

"Makanya kalo guru jelasin, maneh teh dengerin. Jangan ngobrol we," lanjut Gafi.

Wajah tengil laki-laki itu membuat Asta mencebikkan bibirnya, "Lu juga ga ngaca.." sindir Asta.

Gafi tidak berkata apa-apa lagi, memilih meninggalkan Asta daripada harus berdebat dengan cewek bawel itu.

Akhirnya Asta ikut duduk ke bangkunya. Senja terkekeh melihat wajah Asta yang cemberut.

Sejak tadi Senja tau Asta dan murid baru itu berdebat kecil di depan. Yang berujung membuat sahabatnya itu kesal.

"Udah, Ta. Cemberut aja, buru dikerjain. Daripada nanti, kena omel bu Intan," jelas Senja.

"Ishh... Sebel gua hari ini. Ganteng sih, ganteng. Tapi, mulutnya itu licin kayak belut. Awas aja nanti kalo dia suka sama gua, ga bakal gua ladenin!" Kesal Asta sambil membalik bukunya dengan kasar.

"Awas loh. Taunya lu yang suka, haha.." Ledek Senja, yang membuat mata gadis itu melotot.

"Ihhh... Senja, ya emang gua suka. Tapi, ya ga usah diperjelas..." Rengeknya.

"Hahaha... Iya maaf, lagian ngedumel aja sih lu."

Asta tidak mengubris lagi ucapan Senja, gadis itu memilih menarik bukunya. Menatap beberapa soal yang membuat matanya membelalak. "Ini soal apa sih?!! Ya ampun, Nja. Ini soal sama sekali ga ada di otak gua. Berasa gua ga punya otak."

Ucapan Asta membuat Senja terkekeh. "Gua enggaK bilang apa-apa ya? Ini tuh soal yang baru aja lu kerjain tadi, Ta. Masa lu udah lupa aja?" 

"Gara-gara gua kesel sama si Gafi, semua materi yang gua terima di depan tadi lenyap kayak debu. Nih ya, Nja. Dia kayaknya ga ikhlas ngajarinnya. Makanya di serap lagi ilmunya yang dia kasih ke gua!"

Senja terkekeh "Teori dari mana?ada-ada aja lu, udah kerjain lagi. Kalo ada yang lu enggak paham liat punya gua aja," jelas Senja. Gadis berlesung pipi itu menyodorkan buku tulisnya yang sudah penuh dengan rumus-rumus. Membuat perut Asta mual.

Tanpa mereka berdua sadari, laki-laki dengan wajah datarnya itu memperhatikannya.

Sudah 10 menit mereka mengerjakan soal yang diberikan oleh guru fisika itu. "Baik semuanya, tugas ini dikumpulkan ke meja ibu. Untuk selanjutnya, ibu akan membagikan kelompok. Di dalam satu kelompok terdiri atas 4 orang," tutur Intan guru berkacamata itu.

"Oke.. ibu akan membagikan kelompok, simak dengan baik.. Aldi, Sania, Irza, dan Cika. Kalian satu kelompok."

Senja menyimak semua nama yang guru itu sebut. "Senja, Asta, Galuh dan terakhir Gafi," lanjut Intan.

Asta yang mengetahui satu kelompok dengan laki-laki jutek itu menghela nafasnya, antara senang dan juga kesal mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

"Tugas ini dikumpulkan besok, dan ibu harap tidak ada alasan apapun untuk tidak mengerjakannya! Karna, besok masih ada jam pelajaran ibu. Baik semuanya, ibu akhiri pelajaran hari ini. Terima kasih semuanya," papar Intan.

"Baik bu.. terima kasih," jawab serempak semua siswa.

Semuanya berhamburan ke kelompok mereka masing-masing. Karena, pelajaran Pak Raden kosong. Di karenakan sedang melakukan pelatihan.

Gafi sudah duduk di hadapan Senja dengan wajah yang terlihat santai tanpa senyum sedikit pun.

"Kita mau mulai dari mana?" Tanya Galuh yang memecah keheningan.

"Gimana kalo kita bagi tugas?biar cepet selesai, kita bagi jadi dua," ucap Asta.

"Ya entos atuh. Abdi sareng senja we, (Yaudah gitu. Saya sama Senja aja)" celetuk Gafi.

Asta membuka mulutnya. Karena, terkejut dengan ucapan Gafi yang cepat itu. "Lu ngomong apa deh?" Tanya Asta.

Laki-laki beralis tebal itu menghela nafasnya. "Saya sama Senja aja kalo gitu," jelas Gafi.

"Ga. Senja sama Galuh," celetuk Asta.

"Urang mah henteu minta pendapat maneh, (Saya enggak minta pendapat kamu)" tukas Gafi. 

"Kok lu songong sih?!" Kesal Asta.

"Oh... Maneh teh tau, saya ngomong apa?" Ledek Gafi. Gadis bermata coklat gelap itu mendelik kesal. "Berisik, gua juga ngerti bahasa lu dikit-dikit. Udah jangan songong jadi orang!" Omel Asta.

Galuh yang melihat perdebatan itu hanya menghela nafasnya, sedang Senja hanya menatap keduanya dengan wajah datar.

"urang teh ngomong na ge jeung Senja. Lain maneh, (Saya juga ngomong sama Senja. Bukan kamu)" celetuk Gafi.

"Udah jangan debat terus. Gua sama Galuh. Gua rasa, Asta lebih cocok diajarin sama lu. Gua juga lebih paham kalo sama Galuh. Bukan gua enggak mau. Tapi, gua juga bukan orang yang bisa diskusi leluasa sama orang baru," jelas Senja.

Gafi menatap gadis itu dengan senyum tipisnya, "Terus kalo saya sama temen kamu itu, diskusi saya bakal berjalan lancar gitu? Aya nage debat we, (Yang ada debat terus)" ujar Gafi. 

Galuh membenarkan ucapan Gafi, "Bener juga yang lu bilang, Fi. Yaudah gimana kalo lu sama gua aja, kaga perlu di debatin lagi kan?" Lerai Galuh.

"Teu asik pisan, urang rembukan jeung Galuh, (Enggak asik banget, saya diskusi sama Galuh)" monolog Gafi pelan. Tapi, masih bisa didengar. 

"Terus lu maunya apa?! Susah banget sih, satu kelompok sama lu. Jangan lu pikir gua ga tau lu ngomong apa!" Omel Asta.

Senja juga sudah memasang wajah kesalnya. "Udah, Ta. Enggak usah diladenin. udah kita kerjain aja bareng-bareng. Kalo dibagi kayak tadi, enggak akan selesai-selesai," seloroh Senja.

"Yaudah, saya mending ke kantin. Ga butuh bantuan saya kan?" 

"Gua udah sabar ya dari tadi! Tapi kok lu ngelunjak?" Kesal Senja yang menunjuk laki-laki tengil itu.

Gafi tersenyum tipis, melihat gadis itu kesal. Entah kenapa rasanya menyenangkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status