Home / Romansa / Rahasia Yang Terungkap / Bab 7. Tinggal di Kastil Meisceill

Share

Bab 7. Tinggal di Kastil Meisceill

Author: El Hawra
last update Last Updated: 2025-08-17 23:08:31

“Ada apa, Mike? Siapa yang menelepon?” tanya Nathan dengan penasaran.

“Telepon dari kantor polisi, kita harus ke sana sekarang.” Mike menjawab singkat.

“Iya, tapi kenapa? Apa ada informasi baru?” desak Nathan. Sedangkan Mike menghela napas berat.

“Iya, Nate. Pelaku bunuh diri.”

“Apa?” Nathan tertegun, sedangkan Mike hanya mengangkat bahu, ia sendiri sama kacaunya dengan Nathan. Jika pelaku itu bunuh diri, maka kasus ini akan sulit diungkap, siapa dalangnya dan apa motif serta tujuannya, akan sulit diketahui.

Keduanya segera menemui Nina dan Laura yang sedang berbincang-bincang di kamar bayi. 

“Sayang, aku dan Nathan harus ke kantor polisi. Kamu tunggu di sini saja temani kakak ipar,” ujar Mike kepada Laura yang direspon dengan senyum dan anggukan.

“Mike, Nathany. Kalian harus hati-hati,” pesan Nina sedikit khawatir.

“Iya my love, kamu tenang ya. Semuanya akan baik-baik saja.” Nathan memeluk Nina dan mencium kening wanita yang masih terlihat ketakutan itu.

Setelah berpamitan dengan istri masing-masing keduanya segera meluncur ke kantor polisi dengan dikawal oleh Bill. Sedangkan Emmy stanby di rumah.

Setelah tiba di kantor polisi keduanya langsung menemui pimpinan polisi dan mendapatkan penjelasan. Pelaku bunuh diri setelah menyebut satu nama: V-i-c-t-o-r.

Nathan dan Mike saling berpandangan, Victor? Siapa lagi itu?

“Apa Anda tidak ada mengenal nama itu, sir?” tanya polisi pada Nathan. 

Nathan terdiam sejenak, dia berusaha mengingat, dari sekian banyak koleganya atau orang-orang yang pernah terhubung dengannya, tidak ada yang bernama Victor.

Setelah memberikan keterangan dan mendapatkan penjelasan, Nathan dan Mike kembali ke mansion Nathan. Perlahan-lahan Nathan pun menjelaskan pada Nina apa yang terjadi, dan menanyakan apakah Nina pernah mengenal seseorang bernama Victor?

Nina terdiam, ia dan Laura berpikir keras, mencoba mengingat, adakah orang yang pernah terkait dengannya yang bernama Victor? Baik teman kerja saat di Wils, teman santai, maupun kolega-kolega di Nithany. Tapi tidak ada satupun yang bernama seperti yang disebutkan penjahat itu.

“Nathany, berarti kita belum aman…” ucap Nina lirih, suaranya bergetar, wajahnya memucat.

“Ssh, my love tenang. Kita akan cari jalan keluarnya.” Nathan berusaha membujuk dan menenangkan Nina.

“Benar, kakak ipar. Mungkin untuk sementara, kakak ipar jangan keluar mansion dulu. Setidaknya sampai penyelidikan selesai dan kita mendapatkan petunjuk baru.

“Tapi itu bukan jalan keluar juga Mike, Nathany harus masuk kantor, bagaimana kalau penjahat itu melukai Nathany, aku tidak tenang juga.”

“Ssst, jangan berpikir yang buruk-buruk, honey.” Nathan segera memeluk istrinya yang mulai terisak.

“Aku takut Nathany….”

Nathan dan Mike serta Laura hanya bisa menghela napas, mereka tidak bisa dan tidak tahu bagaimana caranya menenangkan Nina. Akhirnya Nathan menghubungi Aran, kakak Nina, dan menceritakan semuanya.

Lord Arthur memerintahkan agar Nina dan kedua anaknya segera dibawa ke kastil Meiscill. Namun Nina berkeras, jika ia harus tinggal di kastil Meisceill Nathan pun harus tinggal bersama mereka, karena dia juga mengkhawatirkan keselamatan suaminya.

Akhirnya Nathan pun setuju, keselamatan anak dan istrinya adalah segalanya. Dia segera mengadakan rapat darurat dengan orang-orang kepercayaannya untuk mendelegasikan pekerjaan, agar bisa dihandle dari jauh. Nathan juga menginformasikan hal itu pada kakek Wilson.

Semula kakek Wilson keberatan. Dia memberikan alternatif agar Nathan membawa istri dan anaknya ke Philly. Mereka akan aman di sana, dia sendiri yang akan mengerahkan orang-orangnya untuk menjaga mereka. Namun Nina menolak, karena Philly masih dekat dengan NYC. Akhirnya sang kakek pun tidak bisa berbuat apa-apa, dia tahu cucu menantunya itu memiliki trauma dan pengalaman yang buruk di masa lalu.

Setelah semua siap, Nathan dan Nina serta kedua bayinya berikut kedua pengasuh mereka terbang ke Belfast dengan private jet milik Nina. Setiba di Belfast, Aran telah menunggu dan langsung membawa mereka ke kastil Meiscill.

Nina tak kuasa menahan tangis, sambil memeluk ayahnya. “Dad, aku hanya ingin hidup tenang, kami juga tidak punya musuh, tapi kenapa ada aja orang yang jahat pada kami.”

“Tenanglah baby Alice. Di dunia ini, dimana ada kebaikan, pasti ada kejahatan. Begitupun sebaliknya. Karena kejahatan dan kebaikan adalah bagian dari dinamika kehidupan. Yang penting, kita harus menghadapinya dengan sikap yang tenang.”

Lord Arthur mengelus putri kesayangannya itu dan memberikan nasihat yang menenangkan Nina.

“Benar, Alice. Tapi di sini kalian akan aman. Tak akan ada orang-orang jahat yang akan menyentuh kalian.” Aran menimpali.

Nina merasa lega, kini dia bisa membesarkan bayi kembarnya tanpa ada kekhawatiran lagi. Nathan menjalankan pekerjaannya dari jauh, sesekali ia datang ke New York jika ada hal yang sangat penting, namun dengan pengawalan ketat, karena Nina masih sangat khawatir.

Cukup lama mereka tinggal di kastil Meiceill, bahkan ulang tahun pertama anak-anak mereka pun dirayakan di kastil itu dengan sangat meriah. Kakek Wilson dan keluarga Nathan lainnya pun diundang, termasuk Mike, Laura, Christy dan Bob, agar mereka bisa merayakan ulang tahun pertama sikembar Olivia dan Oliver.

Mereka sangat takjub melihat kastil yang usianya sudah ratusan tahun itu, namun masih tetap megah dan terawat dengan baik. Atmosfir kebangsawanan masih sangat kental dan terasa di tempat itu.

“Wah seperti di negeri dongeng,” gumam Christy kagum, yang disambut dengan candaan Mike yang tidak pernah puas menggoda adiknya itu.

Suasana sangat semarak, sepasang bayi kembar itu kembali banjir hadiah-hadiah mewah dari orang-orang yang sangat menyayangi mereka. Begitu pun Nina dan Nathan, keduanya merasa sangat berbahagia. Apalagi melihat bayi mereka yang sudah mulai jalan jatuh, sangat menggemaskan.

Christy mengupload foto-foto mereka di sosial media, yang dalam sekejap menjadi viral. Kedua bayi itu pun banjir ucapan selamat. Mereka juga kagum melihat background foto-foto itu.

Tanpa mereka sadari, seseorang ikut melihat postingan itu, dan segera melapor pada boss mereka.

“Hmm, kita harus melakukan sesuatu, supaya mereka kembali ke New York dan merasa aman di sini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 51. Pertemuan Rahasia

    “Hallo, siapa ini—”“Malam, Liv. Apa aku mengganggu?” terdengar jawaban seorang wanita di ujung sana.“Ini dengan….”“Vla. Apa kamu tidak mengenali suaraku?”“Oh, iya. Aku memang baru menebak kamu. Kamu dan Pedro sudah sampai di tempat?”“Ya, ini lagi santai juga. Kamu belum tidur? Apa aku mengganggu?”“Oh nggak. Sama sekali nggak mengganggu kok, Vla. Santai aja.”“Uhm, gini Liv. Aku ingin ketemu sama kamu, berdua aja. Tapi ini rahasia, hanya kita berdua.”“Rahasia? Apa sangat penting?”“Ya sangat penting. Tapi kamu harus janji dulu untuk merahasiakan ini, termasuk pada kedua orang tuamu. Apa kamu bisa?”“Hmm, oke. Tapi soal apa?”“Nanti akan aku jelaskan. Yang penting kamu atur supaya pengawalmu juga tidak tahu.”Livy terdiam sejenak. “Kalau di kampusku bagaimana? Biasanya mereka nggak masuk kedalam. Kita bisa ketemu di taman belakang kampus.”“Oke, aku setuju.”Setelah berbincang-bincang ringan keduanya pun menutup panggilan. Livy tertegun, rahasia apa yang dimaksud Vla? Mengapa ked

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 50. Rahasia Vla

    Pedro menatap Vla dengan penuh rasa penasaran. Sesuatu yang sudah lama ingin dia tanyakan, namun selalu terbentur hal-hal lain yang lebih mendesak.“Jangan sembunyikan apapun dariku, Vale.”Vla tersenyum, dia kembali menyesap kopinya. “Aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu, Pedro. Bukankah kita sudah berjanji untuk saling terbuka satu sama lain dan tidak ada hal apapun yang kita sembunyikan?”Vla menatap sekeliling, lalu berdiri dan menarik tangan Pedro. Keduanya pun pindah ke kamar. “Maaf Pedro, ini sangat penting dan rahasia. Aku hanya mengantisipasi dari dinding bertelinga.” Vla berbisik. Pedro mengangguk, ia duduk di sofa. “Di kamar ini aman, tidak ada yang bisa masuk, tidak juga Victor. Karena aku selalu menguncinya.”Vla melangkah ke jendela, menatap kelap-kelip pemandangan kota di kejauhan. Cukup lama terdiam sebelum akhirnya dia berkata pelan. “Sebenarnya nama Lucas adalah Antonio Luca Russo.”Pedro mengernyitkan kening, mencoba mengingat. “Russo? Apa hubungannya dia d

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 49. Menyusun Rencana

    Pedro segera melempar wig dan mencuci wajahnya dari make-up tebal yang terasa seperti topeng. Ia juga segera mengganti pakaian yang menggelikan itu.“Huh, akhirnya wajahku bisa terbebas dari makeup menjijikkan itu,” ujar Pedro lega, dia segera ke pantry untuk membuat kopi.Vla hanya tersenyum melihat sikap Pedro. “Makeup kok menjijikkan, itu kan bisa membuat wajah cantik dan menutupi kekurangan.”Pedro menoleh pada Vla. “Iya kalau makeup yang normal dan yang memakai wanita. Kalau tadi, aku sudah seperti mayat hidup.” Ia terdiam sebentar dan menatap Vla. “Sana bersihkan makeup horormu itu. Bibirmu malah jadi hitam gitu, seperti hantu.”Vla terkekeh mendengar ucapan Pedro, namun dia segera ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.Tidak lama berselang Vla keluar dengan wajah yang sudah bersih, dia juga sudah mengganti bajunya dengan pakaian santai. Pedro sedang duduk di sofa sambil menikmati kopi.“Nah begini lebih baik, lebih fresh lebih menggairahkan, dibanding tadi seperti zombie.”

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 48. Mengelabui Penguntit

    “Apa? Rencana apa, Vale?”Pedro menatap Vla penuh tanda tanya. Nadanya terdengar mendesak, seolah ia takut Vla akan menahan sesuatu darinya.Vla menghela napas, kemudian duduk lebih dekat, menatap Pedro dengan serius. “Rencanaku sederhana, Pedro. Kita harus bicara langsung dengan Livy. Tentu bukan dalam pertemuan biasa, melainkan untuk menyocokkan kalung kalian berdua. Dari sana, kita bisa lanjut ke tahap berikutnya—tes DNA. Diam-diam. Tidak ada yang tahu, bahkan Nathan dan Nina sekalipun.”Pedro menegang. Kata-kata itu seolah menohok tepat di dadanya. “Tes DNA? Vale… apa kau tahu apa risikonya? Kalau ternyata aku bukan Oliver, apa yang akan terjadi? Bagaimana dengan Livy? Dia mungkin akan kecewa, atau bahkan membenciku karena sudah menaruh harapan.”Vla menggeleng, ekspresinya penuh keyakinan. “Justru sebaliknya. Kalau memang bukan, maka rasa penasaranmu akan berhenti. Kamu tidak akan terus dihantui kemungkinan yang tak berujung. Dan bagi Livy, dia akan mengerti bahwa semua ini hanyal

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 47. Tirai Kebenaran Akan Terkuak

    “Putar arah, kita ke Hudson Yards Hotel.” Vla memberikan intruksi kepada sopir. Ucapan Vla mengejutkan dan membuyarkan lamunan Pedro.“Ada apa? Bukannya harusnya kita ke Broklyn?” tanya Pedro heran.Alih-alih menjawab Vla menatap rear vision mirror, Pedro mengikuti arah tatapan Vla. Seketika wajahnya menjadi serius sambil terus melihat. Dari spion dalam itu, jelas terlihat gerak-gerik mobil di belakang yang mencurigakan.“Ada yang membuntuti kita,” gumam Pedro pelan. Vla mengangguk. “Mereka sudah mengikuti begitu kita keluar dari N&N Hotel.”“Hmm, berarti banyak yang pasang mata saat kita di gala tadi,” sahut Pedro, matanya menyipit namun tak berpindah dari spion itu. “Kita jebak, dan cari tahu siapa mereka.”“Tidak perlu,” sahut Vla sambil tersenyum.“Maksudmu,” tanya Pedro menatap Vla.“Mereka hanya orang-orang yang penasaran tentang siapa sebenarnya kita, terutama kamu. Kemunculanmu dan OIL malam ini cukup membuat banyak pihak yang penasaran.”“Hmm, jadi kita akan menginap di hote

  • Rahasia Yang Terungkap   Bab 46. Permintaan Seorang Ibu

    "Pedro, maukah kamu menjadi kakakku?" tanya Livy sambil menatap Pedro. Tatapannya sendu, penuh luka dan kerinduan, matanya berkaca-kaca. Ada gumpalan awan yang siap tumpah di kedua mata cantik kehijauan itu.Pedro dan Vla terkejut mendengar perubahan sikap Livy. Pedro merasakan hantaman besar di dadanya, bukan hanya karena ucapan Livy tapi melihat gadis itu yang terlihat merasakan kesedihan dan luka yang dalam. Entah mengapa hatinya merasakan sakit dan teriris.“A-apa? Kamu bercanda, Liv. Aku Pedro bukan Oliver kakakmu.” Pedro menjawab dengan gugup, namun dia segera mengalihkan tatapannya ke arah lain, merasa tidak sanggup jika menatap wajah cantik yang sedang menatapnya dengan penuh kesedihan dan harapan.“Aku tahu. Aku tidak peduli siapa kamu. Tapi, hatiku mengatakan kalau kamu mirip Ollie.” Livy terdiam sejenak, matanya tak lepas dari menatap Pedro, meskipun Pedro telah membuang pandangannya. “Dan, secara fisik, kamu mirip daddy sewaktu muda.”Pedro menegang, ia mengepalkan tangann

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status