LOGIN“Si-siapa mereka, Nathany?” tanya Nina dengan gugup, ibu muda itu terlihat bingung bercampur takut.
“Entahlah, hon. Menurut Emmy dan Bill, mereka selalu mengawasi dan menguntit kita. Yang pasti mereka punya niat tidak baik.”
“Mengapa sulit sekali untuk bisa hidup tenang di sini, Nathany…” keluh Nina. Dia segera memerintahkan kedua pengasuh bayi membawa anak-anak ke dalam kamar. Mereka semua masuk kembali ke dalam rumah.
Sementara itu di balik semak-semak di sekitar taman, seseorang baru saja menerima panggilan telepon, ia berbicara dengan suara yang rendah.
“Bagaimana? Apa bisa diekseskusi sekarang? Aku akan segera memerintahkan tim untuk bergerak ke taman, menunggu kabar darimu,” tanya suara berat di ujung telepon.
“Maaf boss, sepertinya misi harus kita batalkan.”
“Apa maksudmu?”
“Sepertinya mereka sudah mencium gerak-gerik kita. Dua pengawal Sir Nathan sangat jeli dalam membaca situasi. Mereka sekeluarga baru datang namun cepat-cepat dan tergesa-gesa kembali.”
“Bodoh! Cepat kamu kembali ke markas sebelum tertangkap mereka! Kita harus merubah strategi sampai mereka lupa dan lengah.”
“Baik, boss.”
Setelah menutup panggilan, pria itu terlihat mengutak atik ponselnya sebentar lalu menyimpan di balik jaketnya, dia bergegas hendak pergi ketika Bill menghentikannya. “Berhenti! Siapa, kamu?!”
Pria itu tetegun, namun kemudian berpura-pura santai. “Eh, bukan siapa-siapa, tuan. Saya juga pengunjung taman seperti yang lainnya.”
“Kami sudah dengar semua percakapanmu, siapa bossmu?!” tanya Emmy yang tiba-tiba muncul sambil menodongkan pistol. Namun pria itu tak menjawab, ia bungkam dan hanya mengikuti Bill dan Emmy yang menggiringnya..
Emmy dan Bill segera membawa pria itu ke pos keamanan dan menginteroasi, namun pria itu tetap tidak mau bicara. Akhirnya mereka membawanya ke kantor polisi. Namun seseorang yang menyaksikan kejadian itu diam-diam menyelinap pergi, dan memberikan laporan kepada komplotan mereka.
Bill segera melapor pada Nathan dan menceritakan semua detail kejadian itu. Nathan memerintahkan Bill memperketat keamanan rumah, memasang kamera di setiap sudut dalam dan luar mansion. Ia juga segera menghubungi Mike untuk mengurus dan mengusut kasus itu,dan mencari tahu siapa dalang dibaliknya.
“Nathany… aku takut…Apa kita tinggal di kastil Meiscill aja Nathany… di sana kita aman.”
Nina terlihat ketakutan begitu mendengar laporan dari Bill dan Emmy. Masalah apa lagi yang akan mereka jumpai, bukankah selama ini mereka sudah hidup tenang. Pikiran Nina berkecamuk, ia hanya ingin hidup damai dengan suami dan anak-anak yang sangat ia cintai.
“Tenang my love. Masalah ini sudah ditangani yang berwajib,” jawab Nathan sambil memeluk Nina yang terlihat syok. “Mike juga sedang mengusut kasus ini. Selain itu, kita tidak bisa membawa anak-anak ke kastil Meiscill saat ini, mereka masih terlalu lemah untuk melakukan perjalanan jauh, kamu juga masih butuh pemulihan pasca persalinan.”
Tidak lama berselang, Mike datang dengan beberapa polisi penyeidik. Nathan dan Bill serta Emmy memberikan penjelasan dan juga dilakukan pemeriksaan kamera keamanan. Memang benar terlihat gerak-gerik pelaku yang sempat tertangkap kamera.
“Siapa mereka, Mike?” tanya Nathan setelah para polisi pergi. Dia mengajak Mike berbicara di ruang kerja Nathan, sedangkan Nina sedang bersama Laura di kamar bayi.
“Belum ada informasi yang jelas, pelaku sudah diinterogasi namun tetap bungkam.”
“Ah, kuat sekali mentalnya,” gumam Nathan yang diiyakan oleh Mike.
“Sepertinya mereka bukan penjahat biasa,” timpal Mike.
“Maksudmu?” tanya Nathan.
“Kalau penjahat kelas teri, tidak akan kuat jika diinterogasi dan disiksa. Hanya penjahat-penjahat dalam jaringan tertentu yang punya kode etik kuat untuk menjaga rahasia. Bagi mereka, mati lebih terhormat daripada membocorkan rahasia.”
Nathan membeku mendengar ucapan Mike, jaringan tertentu… Apa mungkin dia dan keluarganya menjadi incaran mafia? Tapi apa motif mereka?
“Apa tidak ada petunjuk sama sekali, Mike?” tanya Nathan khawatir.
“Belum, Nate. Orang itu bahkan tidak mempunyai kartu identitas. Satu-satunya yang dia punya hanya ponsel, itu pun isinya kosong. Bahkan dia sudah menghapus history panggilan masuk terbaru yang diterimanya, dan nomor yang dia gunakan pun nomor palsu.”
“Oh, benarkah?” tanya Nathan terkejut, “berarti mereka memang sangat siap.”
“Benar, orang itu sangat profesional. Kerjanya rapi termasuk dalam menjaga rahasia.” Mike menambahkan.Tiba-tiba ponselnya berdering, Mike berbicara dengan penelepon, wajahnya sangat tegang.
“Shit!” gerutunya kesal setelah menutup panggilan.
“Ada apa, Mike? Siapa yang menelepon?”
“Miss Wilson?” tanya seorang pria tinggi kekar di depan pintu menuju lorong. Ia adalah security kampus yang sedang berpatroli dan mengenali Livy. “Anda dari mana, Miss? Tidak masuk kelas?” “Oh, dari taman. Aku sedikit penat, jadi cari udara segar sebentar sebelum lanjut ke studio.” Livy menjawab dengan tenang sambil tersenyum. Security guard itu mengangguk dan memberikan jalan padanya. Livy segera melangkah menyusuri lorong menuju studio seni tempat ia dan teman-temannya melukis. Dia mengeluarkan id card khusus sebagai akses masuk ke ruangan itu.Sementara itu, Pedro dan Vla melanjutkan tujuan mereka ke sebuah lab swasta yang sudah dipercaya oleh Vla. Pedro masih terdiam, tidak banyak berbicara. Pikirannya masih berusaha untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.Tidak lama berselang, mereka pun tiba di sebuah area yang belum terlalu ramai. Di kiri kanan jalan itu berderet ruko-ruko dan cafe yang biasanya mulai ramai pengunjung saat menjelang sore hingga malam hari.
Vla menarik napas panjang, dia berusaha menetralkan dirinya. Apa pun kebenarannya dia harus tenang dan siap, untuk mendukung kekasihnya. Sedangkan Livy nampak semakin bingung, namun dia sudah mulai bisa menangkap apa yang sedang dilakukan Vla dan pedro. Jauh di dalam hatinya ada sesuatu yang bergetar, benarkah Pedro adalah Oliver?“Liv, apakah semua kalung yang kalian miliki sama? Maksudku kalungmu, kakakmu dan juga kalung ibu dan pamanmu?”“Ya, sama.” Livy mengangguk.“Ada ukiran dan lambang O’Meisceall di belakang liontinnya?”“Ya,” jawab Livy lagi. Ia menatap Vla dan Pedro bergantian, keduanya terlihat tegang. Meskipun Pedro membelakanginya, dia bisa melihat ketegangan lelaki itu. Livy gadis yang cerdas, dia bisa membaca dan meraba apa yang sebenarnya terjadi.“Vla, tolong jelaskan dengan jujur. Apa arti semua ini? Mengapa kamu membawaku ke mari? Apakah orang yang kamu maksud….”“Ya, Liv.” Vla memotong ucapan Livy. Dia berdiri lalu mendekati Pedro dan menepuk bahunya dengan lembut.
“A-apa? K-kakakku…?” tanya Livy tergagap, dia menatap Vla dengan heran. “Apa kamu tahu di mana Oliver berada?”“Untuk persisnya aku belum tahu, tapi kita akan mencari tahu.” Vla menjawab diplomatis yang membuat Livy semakin linglung.“Maksudmu bagaimana, Vla? Kok aku tambah penasaran.”Vla menghela napas, ia meluruskan posisi duduknya. “Kamu sangat ingin mencari keberadaan kakakmu, kan?”“Ya,” jawab Livy cepat.“Aku tidak tahu orang itu benar-benar kakakmu atau bukan. Makanya aku ingin kamu memvalidasinya.”“Tolong katakan yang jelas, Vla. Orang itu siapa dan di mana?” Livy menjadi sedikit gugup. Dia menoleh ke kanan dan kiri, namun tidak ada siapa-siapa di sana selain mereka berdua.“Tenang, Liv. Dia tidak ada di sini. Aku akan mempertemukanmu dengannya, tapi….”“Tapi apa, Vla?” potong Livy tak sabar.Vla kembali memutar tubuhnya menghadap Livy. “Ada syaratnya, Liv.”“Syarat? Apa maksudmu? Tolong jangan membuatku bingung, Vla.”“Oke. Aku akan mempertemukanmu dengannya. Tapi apapun ha
“Hallo, siapa ini—”“Malam, Liv. Apa aku mengganggu?” terdengar jawaban seorang wanita di ujung sana.“Ini dengan….”“Vla. Apa kamu tidak mengenali suaraku?”“Oh, iya. Aku memang baru menebak kamu. Kamu dan Pedro sudah sampai di tempat?”“Ya, ini lagi santai juga. Kamu belum tidur? Apa aku mengganggu?”“Oh nggak. Sama sekali nggak mengganggu kok, Vla. Santai aja.”“Uhm, gini Liv. Aku ingin ketemu sama kamu, berdua aja. Tapi ini rahasia, hanya kita berdua.”“Rahasia? Apa sangat penting?”“Ya sangat penting. Tapi kamu harus janji dulu untuk merahasiakan ini, termasuk pada kedua orang tuamu. Apa kamu bisa?”“Hmm, oke. Tapi soal apa?”“Nanti akan aku jelaskan. Yang penting kamu atur supaya pengawalmu juga tidak tahu.”Livy terdiam sejenak. “Kalau di kampusku bagaimana? Biasanya mereka nggak masuk kedalam. Kita bisa ketemu di taman belakang kampus.”“Oke, aku setuju.”Setelah berbincang-bincang ringan keduanya pun menutup panggilan. Livy tertegun, rahasia apa yang dimaksud Vla? Mengapa ked
Pedro menatap Vla dengan penuh rasa penasaran. Sesuatu yang sudah lama ingin dia tanyakan, namun selalu terbentur hal-hal lain yang lebih mendesak.“Jangan sembunyikan apapun dariku, Vale.”Vla tersenyum, dia kembali menyesap kopinya. “Aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu, Pedro. Bukankah kita sudah berjanji untuk saling terbuka satu sama lain dan tidak ada hal apapun yang kita sembunyikan?”Vla menatap sekeliling, lalu berdiri dan menarik tangan Pedro. Keduanya pun pindah ke kamar. “Maaf Pedro, ini sangat penting dan rahasia. Aku hanya mengantisipasi dari dinding bertelinga.” Vla berbisik. Pedro mengangguk, ia duduk di sofa. “Di kamar ini aman, tidak ada yang bisa masuk, tidak juga Victor. Karena aku selalu menguncinya.”Vla melangkah ke jendela, menatap kelap-kelip pemandangan kota di kejauhan. Cukup lama terdiam sebelum akhirnya dia berkata pelan. “Sebenarnya nama Lucas adalah Antonio Luca Russo.”Pedro mengernyitkan kening, mencoba mengingat. “Russo? Apa hubungannya dia d
Pedro segera melempar wig dan mencuci wajahnya dari make-up tebal yang terasa seperti topeng. Ia juga segera mengganti pakaian yang menggelikan itu.“Huh, akhirnya wajahku bisa terbebas dari makeup menjijikkan itu,” ujar Pedro lega, dia segera ke pantry untuk membuat kopi.Vla hanya tersenyum melihat sikap Pedro. “Makeup kok menjijikkan, itu kan bisa membuat wajah cantik dan menutupi kekurangan.”Pedro menoleh pada Vla. “Iya kalau makeup yang normal dan yang memakai wanita. Kalau tadi, aku sudah seperti mayat hidup.” Ia terdiam sebentar dan menatap Vla. “Sana bersihkan makeup horormu itu. Bibirmu malah jadi hitam gitu, seperti hantu.”Vla terkekeh mendengar ucapan Pedro, namun dia segera ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.Tidak lama berselang Vla keluar dengan wajah yang sudah bersih, dia juga sudah mengganti bajunya dengan pakaian santai. Pedro sedang duduk di sofa sambil menikmati kopi.“Nah begini lebih baik, lebih fresh lebih menggairahkan, dibanding tadi seperti zombie.”







