Tentu saja aku cukup terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh istriku soal papa."Apa? Masuk ke kamar dengan kunci serap?" Bayangkan bagaimana ekspresi wajah ku saat ini saat mendengar ucapan Hanin, kata kunci serap membuat aku cukup shok.Hanin langsung menganggukkan kepalanya."Maafkan Hanin, bukannya aku berburuk sangka kepada papa tapi bagiku itu cukup tidak normal dan di luar pemikiran ketika Papa berani masuk ke kamar kita menggunakan kunci serap, belum lagi papa masuk tanpa izin dari salah satu diantara kita." Hanin kembali bicara di mana netra matanya menatap dalam bola mataku.Tidak terdapat kebohongan dibalik tatapannya, seolah-olah dia menantang dan bicara tentang sebuah kenyataan, ada ekspresi gusar juga ada ekspresi tidak suka atas apa yang menimpa Hanin di mana hanin berharap apa yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan ku sama sekali."Orang-orang bilang kejahatan terjadi karena ada kesempatan dan aku tidak ingin memberikan kesempatan pada sesuatu yang akan beraki
"Mas." Hanin masih berusaha melarang ku, dia menggenggam lengan ku sambil menatap dalam bola mata ku."Stttt." Aku meletakkan jari telunjuk ku di bibir istriku tersebut.Aku pikir jika nomornya tidak aktif maka ini kesempatanku untuk bertanya pada Hanin tentang bapak dan rumah tinggal mereka di mana Hanin pernah membawaku ke sana sebelumnya, Aku ingin mendengarkan penjelasan dari istriku tersebut apa yang terjadi dan pembohongan apa sebenarnya yang dilakukan oleh perempuan di hadapanku ini. Demi apapun aku terlalu gelisah dengan keadaan dan berbagai macam kecurigaan menghantam diriku. Ketimbang terlalu lama memendam segalanya lebih baik aku bertanya pada tahap pertama tentang ayah Hanin, keluarganya dan kenapa rumah yang ditempati kini kosong dan berganti menjadi rumah orang lain.Saat keyakinan ku begitu besar tentang nomor yang sudah tidak aktif lagi di seberang sana, hal mengejutkan terjadi. Nada dering yang kemarin tidak dapat dihubungi kali ini tiba-tiba terdengar di seberang san
Aku bergerak dengan cepat mencoba untuk mendekati papa dan aku pikir aku pasti akan memberikan bogem mentah padanya saat ini juga, namun sayangnya sebelum aku mengeksekusi apa yang aku inginkan tiba-tiba saja Hanin berbalik dan berteriak."Akhhhhh."Ekspresi wajah istriku begitu terkejut tapi dia tidak melihat ke arah diriku, belum menyadari aku berada tidak jauh dari mereka, pusat mata Hanin tertuju tepat ke arah papa, dan di titik berikutnya istriku itu tiba-tiba saja melakukan sesuatu di luar batas pemikiran ku.Plakkkkkkkk.Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri papa ku, jujur aku masih cukup jauh sekitar beberapa meter, nyatanya Hanin yang meng'eksekusi papaku lebih dulu."Apa-apaan papa?" Hanin meninggikan suaranya, teriakannya sedikit melengking dan dia benar-benar menampilkan ekspresi takut dan juga panik atas kehadiran papa di belakangnya.Papa terlihat ikut terkejut sembari menyentuh pipi kirinya dengan telapak tangan kirinya di mana laki-laki itu seolah-olah ingin berkata t
Aku masih berusaha mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan laki-laki di hadapan ku. Kata asuransi membuat ku agak nya tidak tenang."Ya? Asuransi?" Aku bertanya dengan cepat."Ya pak." Salah satu laki-laki yang menjawab dengan cepat"Maksudnya asuransi siapa? Ibu Melina? Beliau mendiang almarhuma mama saya," Dev terus bertanya, dia jadinya bertanya agak tidak sabaran dan ingin mengetahui apa yang dimaksud oleh kedua laki-laki di hadapannya tersebut.Kata asuransi jelas saja mengganggu dirinya karena setahunya mamanya tidak pernah memasukkan akan mendaftarkan diri mamanya secara pribadi untuk ikut asuransi jiwa dan lain sebagainya. Bahkan sebelum meninggal pun mamanya tidak pernah berpesan kepada dirinya soal asuransi, dia jelas tahu betul tentang itu jadi bagaimana bisa sang mamanya memilih asuransi jiwa tanpa sepengetahuan Dari dirinya. Bayangkan bagaimana Dev tidak terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh salah satu laki-laki dihadapan kepada seseorang ini jadi jelas saja dia
"kamu baik-baik saja Dev?" Suara seseorang memecah keadaan, membuat aku yang terus memijat kepala langsung menghentikan gerakan tangan ku. Buru-buru aku menoleh ke sisi kanan, menatap orang yang bertanya pada ku tersebut."Hanya sedikit sakit kepala," aku bicara berbohong, mencoba menghela kasar nafasku.Laki-laki yang bicara pada ku bergerak menuju kearah depan, duduk tepat dihadapan ku sambil membawa 2 cup minuman. Dia duduk, meletakkan minuman dingin di tangan nya tepat dihadapan ku dan dia."Aku pikir kamu tidak baik-baik saja dalam beberapa hari ini, Dev." Lagi laki-laki itu bicara, dia menatap ku untuk beberapa waktu.Kami duduk di sebuah kafe, menikmati secangkir kopi dan sepiring makanan setelah melewati rapat direksi. Sejenak mengambil istirahat sebelum lembur malam ini. Kami mungkin akan pulang hampir tengah malam dan butuh waktu untuk mengisi perut sejenak sebelum bertempur lembur. Waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore, adzan magrib tidak lama lagi. Bos cukup baik memberika
Di tengah keterkejutanku aku mencoba untuk terus mengejar langkah namun sayangnya sayang nya aku kehilangan arah, aku kehilangan jejak dua orang tersebut saat ini.Kemana?.Kepala ku terasa berputar, aku berdiri di pusat perbelanjaan tersebut, menatap ke berbagai penjuru arah, mencari kemana dua sosok orang tersebut. Menelusuri seluruh arah, membiarkan bola mata ku mengitari pusat perbelanjaan tersebut sejak tadi. Dari lantai bawah hingga ke lantai atas. Kemana?.Pertanyaan itu menggantung di kepalaku, aku jelas-jelas melihat kedua orang tersebut Tapi sayangnya perasaan aku mengejar keberadaan aku malah kehilangan mereka berdua dan aku yakin itu adalah Hanin dan juga saudara laki-lakiku. Mataku tidak mungkin salah melihat, aku jelas-jelas melihat kedua orang tersebut tadi. Masih aku mencoba untuk menelusuri pusat perbelanjaan ini, berharap aku akan bisa mendapatkan sosok kedua orang itu dan mempertanyakan ada apa mereka bertemu di tempat seperti ini dan sama sekali tidak bicara padak
Begitu memarkirkan mobil, aku buru-buru langsung bergerak keluar dari dalam mobil. Berlarian menyeruak di antara kedamaian dan ingin tahu apa yang terjadi didalam sana. Ini jelas bukan hal yang biasa, jika sampai polisi yang datang di sertai mobil ambulance, jelas saja ini cukup darurat menurut ku."Dev?" Salah satu tetangga memanggil nama ku, seorang wanita paruh baya menatap ku iba.Ada pula bapak-bapak yang bergegas menghampiri ku, juga salah satu tetangga di sini. Kemudian ada pak RT yang juga bergerak mendekati diriku."Ada apa pak?" Aku panik, bertanya ingin tahu.Meskipun aku bertanya dengan ketua RT setempat, tatapan bola mata ku jelas tertuju ke dalam rumah. Beberapa polisi sibuk hilir mudik, ada beberapa orang yang memfoto di sana. Belum lagi orang-orang berpakaian serba putih yang kini bergerak cepat kedalam sana. Hujan mengguyur ibu kota begitu deras, salah satu ibu-ibu mencoba untuk memayungi diriku. Tapi aku berkata tidak usah."Kamu harus sabar." Itu jawaban dari ketua
Aku memundurkan langkah saat tante May menyelesaikan ucapannya."Bagas nyaris memperkosa istri mu, Dev."Bola mata ku terbelalak, aku kehilangan kata-kata."Papa mu pelakunya, tante tidak menyangka. Hanin di dalam, dengan luka di sekujur tubuhnya, papa mu gila, tante..." Wanita itu menghentikan ucapannya.Demi Allah siapa yang tidak terkejut mendengar nya, polisi masih menutupi kenyataan siapa pelakunya tadi, meminta ku melihat kondisi istriku lebih dulu. Saat aku bertanya di mana papa, mereka berkata mereka akan menjelaskan semuanya saat memastikan bagaimana keadaan istri ku saat ini. Di luar sana beberapa polisi mengikuti ku, khawatir dengan keadaan ku."Tante bicara apa?" Aku bertanya dengan tubuh bergetar, bola mata ku menatap tante May dalam balutan ketakutan dan keterkejutan."Hanin hampir di perkosa, di aniaya, di siksa dan nyaris mati, dia tidak baik-baik saja didalam sana Dev," ucap tante May dengan air mata yang mulai berhamburan keluar."Papa mu pelakunya." Ulang tante May