Tentang Adelia, poros dari tiga cinta yang mengelilinginya. Dicky, sohib kecil yang baru pulang dari luar negri. Reno, kakak kelasnya yang usil namun diam-diam suka. Dan, Adrian, adik kelas yang membuatnya makin tak fokus.
Lihat lebih banyak"Kemanapun kaki melangkah, sejauh apapun ia pergi, cinta tahu kemana harus pulang, karena cinta tahu dimana rumahnya."-Anonim
***
GUMPALAN awan putih yang cerah terlihat memenuhi luasnya langit yang biru. Sekawanan burung gereja pun asik berterbangan dan hinggap pada kabel panjang yang membentang di atas tiang listrik yang berdiri kokoh di depan jajaran rumah mewah dalam kompleks perumahan elite itu, dengan paruh kecil mereka yang asik berkicau riang dan menghasilkan suara yang merdu. Namun beberapa dari mereka kemudian memilih untuk mendarat di sebuah cabang pada pohon rindang itu.
Dari tempat tersebut, dapat terlihat di bawah sana, seorang gadis kecil tengah menggigit bibir bawahnya dengan sepasang mata hazelnya yang berkaca-kaca. Namun sebisa mungkin ia menahan cairan bening yang telah berkumpul di pelupuk matanya itu, seketika seorang anak laki-laki yang rapih dengan kemeja kotak-kotak mulai berjalan mendekat.
Anak itu menyunggingkan senyum simpulnya, sesaat setelah ia sampai di hadapan gadis itu. "Lala .. Aku pamit sama kamu, aku mau pergi nih. Kamu jangan lupa yah sama aku? Awas loh kalo lupa, aku kelitikin kamu. Tapi, kamu nggak usah sedih, karena suatu saat aku pasti kembali, kok."
Namun, pertahanan gadis yang ia panggil Lala itu runtuh sudah, cairan bening yang ia tahan sedari tadi akhirnya pecah dan turun membentuk sungai kecil di wajah cantiknya. Bibir mungil itu kini tampak sedikit bergetar. "Ichi nggak boleh pergi, nanti Lala main basketnya sama siapa? Lala cuma mau mainnya sama Ichi aja."
Melihat Lala menangis, anak laki-laki yang dipanggil Ichi tersebut pun langsung memeluk tubuh mungil gadis itu erat, seraya mengusap rambut panjangnya yang dikuncir kuda. "Lala nggak boleh nangis. Soalnya Lala jelek kalo nangis, jelek banget. Haha."
Dengan cepat, Lala melepaskan pelukannya dengan wajah cemberut. Ia langsung mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Hikz hikz.. Biarin. Lala emang jelek. Dan sampe kapanpun Lala akan tetep jelek. Hikz." katanya lalu berkacak pinggang.
Hal itu membuat Ichi seketika terbahak. "Hahhahaa.. Aku cuma becanda sama Lala. Lala nggak jelek kok. Tapi Lala itu cantik, cantik banget, apalagi kalo lagi senyum."
Lala tersipu malu, kemudian tersenyum sebentar dan akhirnya tertawa juga. "Hahaahaa."
Tawanya yang lucu membuat Ichi ikut tersenyum. "Nah, yang aku bilang bener 'kan? Lala itu cantik. Oh iya, aku mau kasih Lala sesuatu nih, supaya Lala inget terus sama aku." kata Ichi sembari merogoh saku celananya.
Lala menghentikan aktivitas tertawanya dan mengernyitkan dahi. "Apa?" tanyanya. Ichi langsung memperlihatkan sebuah kalung perak berliontin keong di depan wajah gadis kecil itu. "Ini."
Kedua tangan Ichi bergerak maju untuk memakaikan kalung tersebut di leher Lala. "Kalung ini kenang-kenangan buat Lala. Pokoknya, jangan pernah lepas kalung ini yah."
Sembari tersenyum simpul, Lala mengangguk. "Iya. Lala bakalan pake terus, kok." katanya sembari menyentuh liontin keong itu. "Ehm~ Sebenernya Lala juga punya sesuatu buat Ichi."
Ia kemudian merogoh saku terusan celananya. "Nih." kata Lala sembari menunjukkan sebuah kalung berliontin katak di depan wajah Ichi. "Kamu pake ya."
"Lala yang pakein." ujar Ichi dengan senyum lebar. Lala segera mengalungkan benda itu ke lehernya.
Ichi mengangkat jari kelingking. "Janji nggak bakalan dilepas?" tanyanya. Lala mengangguk dan mengangkat jari kelingkingnya pula. "Janji." katanya sembari menautkan jari kelingking mereka.
Setelah itu, mereka saling melempar senyum. "Oke, kalo gitu aku pergi ya.. Putri keong." ujar Ichi dengan berbisik di dekat telinga Lala saat berkata putri keong. Dan sedetik kemudian ...
Cups~
Karena tak ingin melewatkan kesempatan, Ichi langsung mencium pipi Lala. Saat melihatnya terkejut pun, ia kemudian tertawa. "Hahhhaaha."
Lala segera menoyor pipi anak itu. "Nggak lucu yah.. Pangeran kodok." katanya dengan berbisik saat berkata pangeran kodok.
Dan melihat Ichi terdiam, Lala langsung tertawa, tawa khas anak kecil berumur 7 tahun. "Hahhahaha."
Tapi tak berlangsung lama karena menyadari dirinya diperhatikan Ichi dengan tak berkedip. "Kamu lucu deh." katanya, seketika membuat pipi Lala bersemu.
Ichi tersenyum melihat rona merah itu. "Aku pergi ya.." katanya namun Lala hanya menunduk lesu. "Kamu jangan sedih. Yakinlah. Aku pasti kembali .. Untukmu!" bisiknya dengan lembut.
"Are you okay?" ujarnya lagi. Lala mengangkat kepalanya dan mengangguk pelan.
Lagi-lagi Ichi tersenyum. "Oke, kalo gitu aku pergi yah." katanya sembari berjalan mundur ke belakang dan melambaikan tangan. "Dadahh Lalaa." teriaknya.
Lala pun melakukan hal yang sama. Melambaikan tangan. "Dadahhh Ichiii."
Ichi segera masuk ke dalam mobil, lalu disusul kedua orangtuanya. Dari sana, mereka melambaikan tangan keluar. Dan tak butuh waktu yang lama, pajero hitam itu pun berjalan menjauh dari halaman rumah tersebut dan perlahan-lahan menghilang dari pandangan mata Lala dan kedua orangtuanya.
Melihat perubahan ekspresi wajah Lala yang menjadi sedikit murung, sang ibunda langsung menggandeng tangannya. "Udah yuk nak, pulang. Ichi udah pergi." katanya.
Lala hanya mengangguk lesu. "Iya Mah."
Mereka akhirnya melangkah beriringan ke rumah mewah bercat biru muda yang letaknya memang di sebelah rumah itu. "Sayang, tadi kamu dikasih kalung yah sama Ichi?" tanya pria muda itu sembari mengusap puncak kepala Lala.
Lala tersenyum, moodnya kembali membaik. "Iya nih, Pa. Aku dikasih kalung sama Ichi. Bagus banget deh, ada keongnya!" jawabnya gembira sembari memegang liontin berbentuk keong itu. Sedangkan pasangan suami istri itu hanya berpandangan sejenak, lalu menggelengkan kepala.
"Kapan kamu kembali lagi, pangeran kodok?" Batin Lala bertanya-tanya. Dan burung-burung gereja yang menjadi saksinya di atas ranting pohon rindang itu pun kembali mengepakkan sayap kecilnya, kemudian terbang.[]
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen