Share

Rahasia sang Penjelajah Dimensi
Rahasia sang Penjelajah Dimensi
Author: Hujanana

Bab 1

"Dasar wanita gila! Bisa-bisanya kamu menginjak gaun mahalku?" Ana menjambak rambut wanita tak dikenal yang ia temui di kapal pesiar.

"Siapa yang menyuruhmu pakai gaun selebar itu? Kamu pikir ini kapal pesiar pribadi? Dasar norak!"

Dan plot twist-nya, wanita tak dikenal itu pun balas mencibir Ana. Ia tak terima dibilang wanita gila gara-gara tak sengaja menginjak gaun mahal Ana.

"Oh berani ya? Kamu gak tau aku siapa?" tantang Ana.

Wanita muda berusia 23 tahun, bisa keliling dunia dari uang keluarganya yang merupakan pemilik PT Royal Abadi dengan kekayaan 7 turunan tak habis-habis, membuat Ana merasa, ia adalah orang yang tidak pantas direndahkan seperti sekarang.

"Tau, kamu wanita gila yang mencibir orang lain gila kan?" tandas Wanita tersebut.

"Kyaaaa!" Alhasil, dua insan yang saling disulut emosi itu pun beradu dan menimbulkan kegaduhan di dalam kapal pesiar.

Byur

Ana terjatuh. Wanita tak dikenal itu mendorong Ana sampai ujung, dan nahasnya, pegangan di ujung sangat licin. Ana kesulitan mengendalikan pegangan tangan dan akhirnya Ana pun terjatuh.

Laut sangat dingin di malam hari. Napasnya sesak dan semuanya gelap. Semua menjadi sunyi, sepi, hening. Bahkan, saat Ana masih membuka mata, sekilas ia melihat wajah panik orang-orang yang berada di kapal pesiar. Sebelum akhirnya, semua menjadi buram dan sekarang tidak terlihat sama sekali.

Suara teriakan orang-orang yang kaget itu pun juga awalnya terdengar, namun lambat laun, suara itu menghilang. Sunyi sepi dan dingin. Awalnya Ana memang sempat berontak, berusaha terus mengepakkan kaki dan tangannya agar bisa berenang sampai permukaan. Tetapi, Ana kehabisan tenaga di tengah jalan. Ia tidak sanggup untuk mempertahankan dirinya sendiri dan ini membuat Ana ikhlas jikalau hari ini memang hari terakhirnya hidup di dunia ini.

"Apa aku mati dengan cara didorong wanita gila itu?" batin Ana.

***

Ana terbangun. Ia mendengar kilatan petir yang menyeramkan. Suasananya masih sangat dingin dan bahkan kondisi langit juga gelap. Beberapa bintang yang bertaburan di langit pun tidak menjamin bahwa ia bisa menjadi penerang alami. Bahkan, satu bulan melingkar sempurna itu pun tidak menjamin bahwa ia bisa menjadi penerang untuk alam.

"Hah? Aku di mana ini?"

Ekspresi Ana tentu saja panik. Kilatan petir identik dengan karma atau hukuman. Apalagi suasana di tempat ini sangatlah mencekam.

"Tunggu, apa aku di neraka?" pikir Ana.

Tergeletak di tanah basah tentu membuat Ana berpikir bahwa ia bangkit dari kubur dan sedang menjalani hari-hari di neraka. Tanpa berpikir panjang, Ana pun berdiri dan mencari orang-orang di sekitar yang bisa ia tanyai. Setelah bangun dari tanah basah, Ana pun berjalan. Ia menyusuri tempat gelap dengan pepohonan tinggi menjulang. Di ujung perbatasan pepohonan itu, ada gedung. Jika kalian berpikir gedungnya megah, itu salah. Gedungnya bahkan sangat usang, dan anehnya, orang-orang sembunyi di gedung tersebut.

"Heh lihat wanita itu?" ujar seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh dan tangan gosong seperti habis terkena ledakan.

"Suruh dia ke sini!"

Sementara Ana, ia masih bingung menatap mereka semua.

"Nak, sini!"

"Aku?" batin Ana.

Karena Ana masih berdiam diri dengan wajah bingung, pria paruh baya itu pun lari menghampiri Ana. Dengan cepat ia menggandeng tangan Ana dan meminta Ana berlari seperti langkah kaki pria tersebut.

"Kalian kenapa? Ini neraka ya?" tanya Ana dengan wajah polos.

"Memang mirip neraka tapi bukan neraka."

Seketika, Ana merasa pusing. Semua ini terjadi begitu cepat dan tidak bisa ia nalar sedikitpun.

"Kamu ini orang mana sih? Ini kan kota Agarsy, kota yang dijajah para penyihir dan hal magis lainnya."

Lalu terbesit pertanyaan di benak Ana seputar, mengapa mereka bersembunyi? Mengapa tidak keluar saja dan balas mengusir para penyihir yang menjajah kota Agarsy. Tetapi, balasan yang didengar Ana adalah "Takut."

"Kami takut dan kami tidak memiliki ilmu apapun untuk melawan penyihir ganas itu! Jika penyihir itu melihatmu, bisa saja tubuhmu mati mengenaskan. Kami masih ingin bertahan hidup, karena itulah kami bersembunyi."

Ana mengerutkan alisnya. Entah mengapa, itu menjadi jawaban yang tidak disukai Ana. Ya, Ana mungkin terkenal sebagai gadis manja yang segala kemauannya dituruti kedua orang tuanya, termasuk berlibur dengan menaiki kapal pesiar. Tetapi, ada satu hal yang perlu diketahui, Ana bukan tipe gadis yang penakut. Bukti kecilnya, Ana berani memberontak wanita yang tak ia kenal hanya karena tanpa rasa bersalah dan tanpa meminta maaf setelah menginjak gaun mewah Ana.

Idealis dan kuat. Ana tidak suka jika orang lain mengusiknya, mengontrol, dan bahkan melakukan sesuatu yang mengganggu ketenangan Ana. Dan kejadian yang ia alami sekarang, menempatkan Ana pada posisi memberontak. Bagi Ana, bertahan hidup dengan cara terus bersembunyi tidak akan membawa perubahan apa-apa dan justru menambah rasa takut.

"Jika kalian bersembunyi terus, mereka akan lebih leluasa untuk menguasai kota Agarsy!"

"Kalau kami keluar, kami semua mati!" sahut pria paruh baya tersebut.

Ana terdiam. Ia tidak mau langsung mengelompokkan mereka sebagai orang lemah yang tidak berani mendobrak apa yang ada dihadapannya. Karena Ana yakin, apa yang mereka lakukan itu, mungkin karena ada beragam faktor. Banyak yang takut mati, bahkan Ana pun juga sama. Tetapi, Ana lebih takut lagi jika ia kalah karena ia memang berdiam diri tanpa melakukan perlawanan.

"Ya sudah, bersembunyi saja. Tetapi aku akan keluar dan menantang siapa penyihir itu!"

"Jangan!"

"Maaf Tuan, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan langkah kaki saya!" tegas Ana.

Jiwa Ana menggebu-gebu. Kini, ia sadar bahwa ia sedang terlempar ke dimensi waktu.

"Aku hanya pernah mendengar istilah lorong waktu tanpa berpikir atau percaya bahwa lorong waktu itu ada. Tetapi ternyata benar, lorong waktu itu ada dan aku sedang memasukinya!"

"Aku mungkin sempat membenci takdirku karena wanita gila di kapal pesiar yang merusak moodku. Tetapi, aku mulai menyukai takdirku setelah tahu, kejadian tadi membawaku ke tempat ini. Tempat yang tak pernah kupikirkan ada di dunia ini. Dunia yang sangat luas, tempat, dan orang yang ternyata hadir di luar logikaku sebagai manusia."

Ana berlari kencang dan ia terus menyusuri tempat gelap ini sendirian. Di ujung sana, terlihat ada kilatan cahaya yang melayang-layang mirip seperti aurora. Bedanya, aurora itu cukup landai, bukan berada di atas langit-langit.

"Apa itu?" Ana terdiam untuk mengamati cahaya melayang berwarna gelap. Semakin diamati, terlihat ada pria yang berlari ke arahnya. Pria itu berlari untuk menghindari cahaya melayang berwarna ungu gelap.

"Sini!" Pria itu menggandeng tangan Ana dan mengajak Ana berlari.

"Dia adalah gas beracun," jelas pria tersebut. Di tengah tangan Ana yang digandeng untuk berlari, Ana menatap lengan pria tersebut. Darah. Ana melihat darah, pria itu terluka.

Di tempat yang dirasa aman, pria itu melepaskan tangan Ana. Namun spontan Ana mengatakan, "Tanganmu berdarah."

Dan dengan sigap pria tinggi nan tampan itu pun mengikat lukanya dengan kain yang ia balut mengitari luka untuk menghentikan perdarahan.

"Huft, dunia aneh. Bagaimana bisa aku terlempar ke tempat ini," gerutunya.

Seketika, Ana mengerutkan alisnya dan mencerna kalimat pria itu.

"Terlempar? Dia terlempar sama sepertiku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status