Share

Bab 2

"Terlempar bagaimana maksudmu?" Ana semakin semangat. Ia memiliki segudang bara api di dalam jiwanya yang mungil. Lelah? Ya, ia lelah. Tetapi, ini sangat seru bagi Ana. Dan memenangkan perjalanan adalah hal yang selalu ia inginkan di setiap langkah kakinya.

"Ah sudahlah, sulit dijelaskan." Pria itu terlihat putus asa, bahkan sebelum menceritakan semuanya kepada Ana. Ia masih sibuk membalut luka di tangannya sembari meringis menahan sakit.

"Tunggu, ayo jelaskan saja. Aku yakin, aku akan paham. Aku tidak sebodoh yang kamu lihat dan bagaimana jika kita bisa mengakhiri segala porak poranda ini? Kita bisa, aku yakin!" Ana memberikan penjelasan yang cukup menggebu-gebu. Ia berusaha keras meyakinkan pria dihadapannya bahwa ia adalah orang yang bisa dipercaya, orang yang bisa diajak untuk berjuang bersama menyelamatkan kota Agarsy ini.

"Lihatlah! Lihatlah wujudmu sekarang. Kita jelas tidak memiliki apa-apa."

"Jauhi aku jika apa yang kulakukan nanti tidak membawa perubahan ke arah yang lebih baik! Pegang omonganku! Tetapi, berikan aku kesempatan untuk mencobanya!" Dengan sangat memohon, Ana meminta pria dihadapannya ini untuk memberikan satu saja kepercayaan, maka Ana akan berusaha untuk menjaga kepercayaan itu.

Di tengah jiwanya yang ceroboh dan kekanak-kanakan, Ana yakin bahwa ia bisa melewati semua ini, Ana yakin dibalik sikap itu tersembunyi jiwa penantang yang pemberani. Bagi Ana, takut itu hanya ada di pikiran. Jadi, saat pikiran kita mengarah ke berani, maka takut itu tidak akan pernah menguasai jalan pikiran kita. Kuncinya adalah yakin. Cukup dengan yakin.

"Thanos." Pria itu mengulurkan tangannya sebagai tanda ingin saling mengenal.

"Ana."

"Bagaimana kamu bisa terlempar di sini?" tanya Ana.

Thanos pun mulai mendekat ke arah Ana. Sebelum itu, ia memastikan ke kiri dan kanan bahwa tidak ada seorang pun di sekitar mereka. Dan Thanos mulai menceritakan awal kejadian bagaimana ia bisa terlempar di tempat ini. Percaya atau tidak, ini adalah kejadian yang membuat Thanos merasa dunia tidak sempit, dunia itu luas, dan saking luasnya Thanos selalu merasa heran dan takjub secara bersamaan.

Jika Ana bertemu dengan Thanos yang sama-sama terlempar ke lorong waktu, itu bukan karena dunia sempit, melainkan karena takdirlah yang mempersingkat jarak seluas itu menjadi jarak yang bisa mereka gapai dan mereka jumpai di satu titik temu itu.

"Aku bisa terlempar ke sini setelah sempat berdebat dengan orang asing di lampu lalu lintas. Tetapi truk tronton bermuatan besar hilang kendali, sepertinya rem blong, lalu truk itu menabrak apa saja di depannya, termasuk aku."

"Apa kamu sempat berpikir ini adalah alam selanjutnya? Tetapi belum final di surga atau neraka?" Ana mulai menebak-nebak. Ia yang awalnya yakin bahwa ia belum mati melainkan hanya pindah lorong waktu saja, kini mulai kembali ragu. Ia kembali ragu setelah mendengar cerita Thanos.

Keduanya memiliki kesamaan yaitu karena kecelakaan. Bedanya, Thanos karena kecelakaan truk dan Ana karena tenggelam di laut dingin nan gelap.

PLAK!

Thanos memukul lengan Ana sampai Ana merintih kesakitan.

"Auuu, sakit bodoh!" umpat Ana.

"Berarti ini bukan mimpi, bukan mati juga," simpul Thanos.

"Ya, terus?"

"Lorong dimensi waktu?" Ana dan Thanos sama-sama menyimpulkan kalimat tersebut. Mungkin, terasa aneh bagi yang tidak pernah mengalami atau berada di posisi mereka.

"Ayo kita melakukannya bersama!" sahut Ana.

***

Pagi harinya mereka berdua terbangun. Suasananya cukup berbeda dengan apa yang mereka lihat semalam. Tetapi tetap saja, masyarakat terlihat was-was di sepanjang perjalanan.

"Menurutmu kenapa masyarakat di tempat ini tidak banyak melakukan pemberontakan? Memangnya siapa sih penyihir yang ditakuti itu?" tanya Ana.

"Aku melihatnya semalam. Dia memang memiliki banyak kekuasaan dan ilmu sihirnya pun besar."

"Berarti dia akan datang di malam hari?" tanya Ana yang mulai penasaran.

"Menurutku begitu."

Dengan demikian, Ana pun mulai mencoba mengatur strategi sembari menunggu malam itu tiba. Sembari menunggu Ana dan Thanos pun menyusuri wilayah Agarsy. Mereka juga mulai bercerita satu sama lain dan mulai saling mengenal. Dengan excited Ana menceritakan bagaimana kehidupannya di dunia sebelumnya. Ia menceritakan betapa ia sangat beruntung karena lahir dari keluarga kaya yang sangat menyayanginya. Namun, lain halnya dengan Thanos. Saat Ana bertanya bagaimana kehidupan Thanos di dunia sebelumnya, Thanos hanya mengatakan bahwa ia hidup sama saja seperti sekarang.

"Aku lebih sering sendirian dan aku hidup sebatang kara."

"Keluargamu?"

"Ntahlah."

Ana pun terdiam. Meskipun ia terlihat egois dan ceria, tetapi Ana tahu, Thanos pasti menyembunyikan luka. Dan setiap luka tentu berpotensi untuk sakit. Berpotensi untuk membuat si pemilik tubuh ini merasakan pedih yang intensitasnya berbeda-beda di setiap orang.

"Hm, sudahlah, tidak penting juga. Thanos, ku beri tahu satu hal."

Thanos pun menatap Ana.

"Apa?" tanya Thanos.

"Pada akhirnya, manusia akan kembali sendirian dan pasti menemui perpisahan." Ana memegang pundak Thanos sebagai ungkapan agar Thanos bisa kuat dalam menjalani kehidupan ini.

Mereka memiliki usia yang sudah cukup dewasa untuk menyadari bahwa yang datang akan pergi jika masanya telah habis. Dan menyasari bahwa manusia dilahirkan untuk berpasangan namun pada ujungnya kembali sendiri lagi entah itu berpisah karena kematian atau hal lainnya.

"Membiasakan diri untuk terus beradaptasi dalam situasi dan kondisi apapun adalah satu hal yang perlu kita kuasai kan?" ujar Ana.

"Eh ini umbi? Ada umbi juga ya di sini hehe. Thanos mau? Kita harus makan banyak sebelum bertarung malam nanti."

Ekspresi Ana begitu lucu. Kedua tangannya memegang batang pohon ketela, terlihat seperti merangkul pohon ringkih itu dan mencoba untuk mencabut paksa, namun tak bisa semudah itu untuk dicabut. Melihat aksi Ana, Thanos pun tersenyum tipis.

"Wanita pendek dan cerewet itu memang ada aja ya kelakuannya," batin Thanos.

"Sini, sini! Biar aku cabutkan."

"Hehehe makasih Thanos."

Hingga tak terasa, malam yang ditunggu pun tiba. Suasana kembali mencekam. Warga pada bersembunyi tanpa melakukan perlawanan. Ana dan Thanos adalah dua insan asing yang berani muncul di saat yang lainnya memilih untuk sembunyi. Ana dan Thanos juga dua insan asing yang berani menantang apa yang ada dihadapannya tanpa tahu seberapa kuat orang yang ada di hadapannya tersebut.

Angin menyapu kulit mereka, membawa hawa dingin yang merasuk ke dalam tubuh. Tetapi, itu tidak menghentikan langkah Ana dan Thanos untuk menghampiri penyihir yang ditakuti masyarakat Agarsy.

Bum!

Suara ledakan mengagetkan mereka berdua. Tanpa sadar Ana pun menggandeng tangan Thanos. Ia cukup kaget dengan suara suara seperti itu.

"Hei, berani sekali kamu muncul dihadapanku?" Wajah pucat dengan mata merah yang memiliki tangan panjang dan tidak seperti tangan manusia pada umumnya. Definisi wajah dan postur badan yang mengerikan bagi Ana dan Thanos.

"Kamu penyihir yang ditakuti masyarakat kota Agarsy?" tanya Ana.

"Lancang sekali pertanyaanmu. Aku adalah Nyai Lenox, penguasa kota Agarsy. Agarsy harus tunduk dibawah kepemimpinanku!"

"Oh iya? Percaya diri sekali kamu," tantang Ana.

Marah mendengar cuitan Ana, Nyai Lenox pun mengulurkan tangan panjangnya beriringan dengan gas berwarna hijau tosca. Ia melayangkan sihir itu dan seketika tubuh Ana terangkat ke atas. Lehernya kesakitan karena gas itu mencekik leher Ana, membuat Ana kesulitan bernapas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status