“Apa?” Lily memekik, matanya membulat, menatap Meredith. “Astaga! Meredith,” Lily bangkit dari kursinya, mendekat ke arah Meredith sambil membuka kedua tangan. “Selamat untukmu,” ucapnya, lalu memeluk wanita itu dengan tulus. “Astaga, aku tidak menangka akan pua keponakan secepat ini.”Meredith serba salah, tapi dia menerima juga pelukan dari Lily.“Axel, apa kau tidak akan memberi Meredith selamat?” tanya Lily begitu melepaskan pelukan dari Meredith.“Selamat,” ucap Axel datar dan acuh tak acuh. “Aku akan menunggu di kamar, sebelumnya akan menengok si kembar dulu. Memastikan kalau mereka sudah tidur dengan nyenyakempat atau.”“Mungkin aku akan menyusul,” ucap Lily tak kalah datar. Lalu mengedikkan bahu.“Aku juga sudah selesai,” ucap Nyonya Margot, lalu meletakkan garpu dan sendoknya.Mata Lily mengikuti gerakan Nyonya Margot, lalu dia menatap Meredith. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Lily simpatik karena selama ini wajah Meredith pucat tak karuan.Meredith berpura-pura mengambil past
“Siapa yang meneleponmu pagi-pagi?” tanya Axel selesai mandi. Dia dan Lily sedang siap-siap berkatifitas.“Dosenku,” jawab Lily, acuh tak acuh.“Perempuan?” tanya Axel tegas kepada Lily.Kali ini Lily gelagapan, “Lelaki. Dia menyuruh aku datang pagi, karena ada bahan membuat makalah yang tertinggal.”Dahi Axel mengerut, “Bahan apa? Kenapa dia sampai meneleponmu secara pribadi?”Lily mengedikkan bahu. “Mungkin aku mahasiswa yang potensial cerdas di kampus,” jawabnya asal. Dan mengerling ke arah Axel—yang pagi ini dipenuhi rasa cemburu. “Aku ke kamar kembar dulu. Berangkat ke kampus jam sembilan nanti. Bye.” Lily langsung menutup pintu kamar.Sementara, Axel melongo, “Hei. Kau harus jelaskan siapa dosen itu,” pekiknya. Namun, sayang tidak ada yang mendengarnya. Lily keburu menutup pintu dan pergi ke kamar si kembar.Sarapan di meja makan serasa lebih tegang dari pada biasanya.“Kenapa kalian saling diam?” tanya Nyonya Margot, melirik ke arah Meredith biasa duduk. Tempatnya kosong, Meredi
“Aku akan membayarmu dua juta dollar, aku pikir itu cukup untuk gadis sepertimu,” kata lelaki itu. “Jadilah ibu pengganti, agar aku punya anak penerus kebun anggur ini.” Sebagai pelayan baru di rumah Mrs. Margot, Lily tentu saja terkejut mendengar perkataan majikannya. Matanya membesar, lidah dan tubuhnya beku. Dua juta dollar bukan uang yang sedikit. Ruangan kerja Mr. Margot seketika menjadi tegang. Apa yang dikatakan oleh Axel Margot membuat Lily gemetar seketika. “Apa uang sebanyak itu masih kurang buatmu? Katakan berapa harga yang harus aku bayarkan!” Mata Axel seperti memindai tubuh Lily dari atas ke bawah, terlihat biasa saja. Lagian dia hanya seorang pelayan di rumah ini. Dia harusnya bersyukur jika bisa Axel menyentuhnya, meski hanya untuk punya anak, Axel mendengkus kasar.Sementara Lily memicingkan matanya penuh emosi. Teko teh yang sedang dia pegang untungnya tidak jatuh. “Apakah anda pikir saya adalah gadis murahan? Yang bisa dibayar untuk punya keturunan dari Anda?”
Axel diam-diam mengikuti Lily sampai apartemen tempat gadis itu tinggal. Axel yang selalu hidup dalam kemewahan menilai, apartemen tempat Lily tinggal kumuh, tidak teratur dan padat penghuni. Lagi pula, gedungnya kecil, catnya kusam. Membuat napas Axel sedikit sesak ketika masuk ke gedung apartemen itu. “Bagaimana mungkin ada manusia yang tinggal di sini?” gerutu Axel dengan sombong. Matanya terus mengikuti gerakan Lily yang naik ke lantai tiga. Dia menjaga jarak, agar Lily tidak tahu kalau sedang diikuti. “Mana tidak ada lift,” keluhnya lagi. Tujuan Axel mengikuti Lily sebenarnya ingin membuktikan kalau Lily adalah gadis yang buruk. Mungkin saja dia tinggal bersama seorang lelaki, dan berbuat zina setiap hari. Axel sudah menyiapkan kamera untuk memotret kehidupan Lily dari jauh. Dia cukup tersenyum ketika ada dua pria yang menghampiri Lily. “Itu dia,” katanya tersenyum menang. “Apa kubilang, dia bukan gadis baik-baik seperti dugaan mama.” Axel mulai mengarahkan kameranya ke Lily d
Axel tidak bisa memilih kepada siapa dia berpihak, ibu atau istrinya. Satu sisi ibunya banyak membiayai hidupnya, apalagi ketika baru menikah. Sebut saja, apartemen mewah, mobil, dan juga kartu kredit yang tidak ada batasnya. Kedudukan yang mumpuni di perusahaan distributor anggur dengan gaji yang tinggi juga. Axel sudah mengatur makan malam di apartemen untuk wedding anniversarynya malam ini. “Kamu di mana?” tanya Axel kepada Bree di sambungan telepon. “Kamu tidak lupa, kan? Ini hari jadi kita,” lelaki itu menelepon saat semua hal yang menjadi bahan kejutannya sudah siap. “Tentu saja aku ingat. Aku hanya mempersiapkan diri untuk makan malam,” jawabnya dengan centil. “Baiklah, aku tunggu kau.” Axel lantas memutus sambungan telepon. Axel malam ini memanggil chef idola Bree dari restoran favoritnya. Ada beberapa orang membantu Axel untuk membuat kejutan ini. Hal makan malam ini harusnya membuat Axel gembira dan antusias. Namun, permintaan mamanya membuat Axel murung.Para pelayan y
Axel bangkit dari duduknya, bertolak pinggang kebingungan tidak menatap Bree. Setelah dia merasa cukup tenang, pandangannya kembali ke arah Bree. “Mama meminta seseorang untuk menjadi ibu pengganti. Aku tidak akan sanggup kalau menikahi perempuan lain. Mama menyarankan teknologi bayi tabung. Aku tidak akan menyentuhnya.” “Tapi, Axe ...” Bree menghampiri Axel, berharap dengan menggodanya akan membuat mama Axel mengubah keputusannya. Dan Axel tampaknya sudah tahu gerak gerik Bree. Dia menolak godaan Bree. Membuat wanita itu membeliak. Begitu dahsyat pengaruh mamanya terhadap Axel. Dan Bree makin murka. “Bree, kau tahu, kan mamaku seperti apa?” Axel menatap Bree dengan raut wajah yang tegang. Bree ikutan terdiam, lalu menebak. “Kita tidak mungkin menolak semua perintahnya?” Axel mengangguk dengan mantap. “Atau kita semua akan kehilangan semua kemewahan ini.” Bree makin tidak bisa berkata-kata, semua yang tadi dia alami, kebahagiaannya menjadi istri Axel selama lima tahun sirna da
Paginya, Lily sif pukul delapan. Langkahnya agak berat pagi ini, dia mengirim pesan ke Meredith, kalau akan menerima tawaran Axel. “Nona Meredith, bisa kita bicara?” tulis Lily di pesannya. “Kau bisa datang menemuiku nanti di rumah Mrs. Margot.” Balas Meredith melalui pesan di ponsel. Lily berdoa dalam hati, semoga keputusannya kali ini tidak salah. Lily datang setengah jam sebelum sifnya. Mana sangka Meredith juga datang diwaktu yang sama. Mereka bertemu di depan gerbang rumah Mrs. Margot. “Nona Meredith, bisa kita bicara sekarang?” tanya Lily ragu. Meredith tahu hal apa yang akan dibicarakan Lily. “Baiklah. Ikut aku,” ujar Meredith suaranya selalu datar, dan terdengar tegas. Meredith menuju ke ruangan kerja Mrs. Margot, tempat biasa diselenggarakan rapat dengan para karyawannya kalau di rumah. “Duduk,” suruh Meredith. Lily menuruti perkataan Meredith. Semua ini demi utang. Dan Lily ingin hidupnya tenang tanpa ada para penagih yang kasar membuat hidupnya selalu penuh rasa taku
“Selamat datang, Tuan Axel,” sambut salah satu pelayan yang ada di rumah Mrs. Margot. Pelayan itu membungkuk tidak menatap Axel dan istrinya. Axel pantang sekali menatap pelayan, Bree datang juga bersamanya. Wanita itu hendak melepas mantelnya yang terbuat dari bulu. Pelayan yang ada di sekitarnya sigap membantu Bree, Lily yang pertama kali maju mengambil mantelnya untuk disimpan. “Saya bantu, Nyonya,” katanya dengan sopan. Bree langsung melepas mantel bulunya itu. Namun, Lily tidak sengaja terpeleset hingga mengenai nampan yang ada anggurnya. Mantel yang dia pegang, hampir terkena anggur yang tumpah. Untung saja Lily bergerak dengan cepat hingga bisa menghindari anggur itu, mantel bulu Bree terlindungi. Mata Bree melotot, “Hei, hati-hati kalau bergerak. Gaji kamu seumur hidup tidak akan bisa mengganti mantel itu, tahu? Kamu pelayan baru, ya, di sini?” omelnya. Lily gelagapan, jantungnya berdetak dengan keras, namun dia mengangguk pelan. Kena omelan begini, membuat Lily takut dip