Teman teman Gumilar Surendra melihat cara mempermainkan Batari Candawani yang berkesan mengasikan. Berandalan seperti mereka memang selalu menyukai melakukan hal hal tercela seperti itu.
Tangan Gumilar Surendra meraih tangan Batari Candawani. "Tidak! Lepaskan! Lepaskan tanganmu!" Batari Candawani memberontak "Hahah kulitmu sangat lembut. Ini benar-benar benar sesuai dengan dugaan!" puji Gumilar Surendra "Cepatlah kakak Gumilar. Kami juga ingin!" desak teman temannya. "Kalian bajingan! Apa kalian tidak takut dengan murka guruku!" ancam Batari Candawani dengan airmata yang membasahi pipinya, "guruku tidak akan memaafkan kalian!" "Hahhaha!" "Lihatlah dia! Membawa nama gurunya disaat saat seperti ini!" cibir teman Gumilar Surendra "Murid langsung dari sesepuh perguruan memang selalu seperti itu!" sambung lainnya "Aku benar benar tak menyukai para murid dari para sesepuh!" Seorang lainnya membuang ludah menggambarkan rasa jijiknya "Mereka terlalu menyombongkan nama guru mereka!" orang lainnya menggerakan tangan seperti mengusir sesuatu "Gumilar ayolah lebih cepat! Pusaka kami sudah tidak sabar!!" Gumilar Surendra semakin tersenyum lebar. Membuat Batari Candawani merasa heran dan takut. Nama gurunya sama sekali tidak dipandang oleh mereka. Padahal jika bertemu dengan gurunya, ia yakin jika mereka akan langsung menundukan kepalanya. "Kalian bajingan! Hidup kalian sengsara!" umpat Batari Candawani "Hahaha, kamu menyumpahi kami? Ingatlah jika kami tidak percaya dengan adanya dewa atau kehendak langit. Yang kuat yang berkuasa. Kamu akan menjadi hiburan buat kami sebelum kami bunuh!" Batari Candawani memberontak dengan semakin kuat begitu mendengar niat sebenarnya dari Gumilar Surendra. 'Apakah nasibku akan berakhir seperti ini? Rasanya aku benar benar tidak rela. Nama guru sama sekali tidak membuat mereka takut. Jadi inikah wajah asli murid si perguruan yang sebenarnya?' gumam Batari Candawani Bruk! Tiba tiba terdengar suara benda terjatuh. Ugh! Salah satu teman Gumilar Surendra menoleh kesamping. Pupil matanya melebar dengan saat terkejut. Temannya yang lain ikut menoleh. "Satya!" Panggil orang tersebut Gumilar Surendra ikut melirik begitu mendengar teriakkan temannya tersebut. Ia melihat temannya terkapar di tanah dengan sebuah pisau menusuk lehernya dari belakang. "Apa yang terjadi?" Pekik Gumilar Surendra kebingungan Melihat kesempatan, Batari Candawani memberontak. Srak! Tangannya berhasil melepaskan diri dari cengkraman tangan Gumilar Surendra. Menyadari hal tersebut, Gumilar Surendra kembali mengalihkan pandangannya pada Batari Candawani yang berniat kabur. "Adinda! Jangan kabur!" teriaknya keras Teman teman Gumilar Surendra mengalihkan pandangannya. Dengan celah sesingkat itu, Batari Candawani berhasil melarikan diri dengan berlari ingin pergi dari tempat tersebut. Namun dia masih dalam jangkauan mereka. "Kejar!" teriak Gumilar Surendra Gumilar Surendra dan teman temannya bergegas mengejar Batari Candawani. Tap! Tap! BatariCandawani berlari dengan segenap tenaga yang tersisa. 'Aku harus keluar dari hutan ini. Harus!' gumam penuh tekad Batari Candawani Dug! Tiba tiba kakinya tersandung akar pohon. Bruk! Tubuhnya tersungkur ke tanah. "Mau kemana kamu!" Tatap senang Gumilar Surendra setelah Batari Candawani terjatuh "Tidak!" Batari Candawani mencoba ingin kabur lagi Namun tangan Gumilar Surendra dengan cepat ingin meraih tangan Batari Candawani. Tiba tiba sebuah kayu melesat hingga menancap pada punggung tangan tersebut. Jleb! Argh! Sontak saja Gumilar Surendra terkejut dengan menarik tangannya. Teriakan rintihan tersebut, membuat Batari Candawani terkejut juga. Ia melihat Gumilar Surendra yang memegang tangannya. Darah menetes jatuh ke tanah. "Gumilar Surendra!" Teman temannya datang menghampiri. "Bagaimana bisa terjadi?" Tanya salah satu teman Gumilar Surendra "Siapa yang menganggu kesenanganku! Keluar!" teriak Gumilar Surendra seraya melihat ke sekitarnya, ia menyadari hal itu adalah ulah seseoran. Teman temannya segera memperhatikan sekelilingnya. Hanya pepohonan saja yang ada di sana. 'Kesempatanku untuk kabur!' pikir Batari Candawani. Jleb! Tiba tiba sebuah belati menancap di tanah, tepat di depan Candawani. "Sebaiknya jangan berniat kabur. Kalo tidak, aku akan membuatmu merasakan sakit!" ancam Gumilar Surendra 'Sialan!' umpat Batari Candawani dengan ekspresi wajah merah kesal Gumilar Surendra memperhatikan sekitarnya kembali. "Aku tahu kamu ada disini! Keluar!" teriak Gumilar Surendra "Sialan! Keluar jangan bersembunyi!." Hup! Bruak! Tiba tiba Gumilar Surendra terkejut dengan serangan tiba tiba yang menghantam perut sampingnya hingga membuatnya terlempar jauh. Wing! Brakk! Gumilar Surendra terlempar menghantam pohon. Teman temannya terkejut dengan menoleh kearah pohon. "Gumilar !!!" Batari Candawani ikutan terkejut. Namun ia melihat seseorang berdiri di depannya. 'Eh siapa orang ini?' gumamnya Argh! "Sialan! Siapa yang berani menendangku!" Teriak Gumilar Surendra dengan bangkit berdiri. Teman temannya bergegas menghampirinya. "Gumilar Surendra, apa kmu baik baik saja?" tanya salah satu temannya "Baik darimana sialan!" Umpat Gumilar Surendra dengan memegang perutnya yang di tendang Tsk! "Kenapa kamu tidak mati saja! Bangkit hanya menyusahkan orang!" Umpat seseorang keras Deg! Suara yang terdengar menggema tersebut, menarik perhatian Gumilar Surendra dan teman temannya. Seorang anak berdiri di depan Batari Candawani dengan melipat kedua tangannya. Wajahnya masih begitu agak imut dengan rambut panjang di ikat kebelakang. Keningnya agak tertutup dengan poni pendek. "Bocah dari mana ini sialan! Beraninya kami menendangku!" hardik Gumilar Surendra 'Apa anak ini yang Gumilar Surendra? Rasanya sangat tidak mungkin. Tubuhnya masih begitu kecil. Tetapi hanya dia yang ada disini.' 'Tunggu, bagaimana dia ada di sana dan sejak kapan? Hawa keberadaannya tidak terasa.' 'Nafas anak ini sangat aneh. Meskipun ada wujudnya, namun aku tidak merasakan kehadirannya.' "Apa kamu baik baik saja?" tanya anak yang tak lain adalah Nayaka Manggala Batari Candawani mengerutkan keningnya. 'Apa dia sedang bicara denganku? Siapa dia?' gumamnya "Sepertinya kamu baik baik saja. Dia disana dan jangan kemana mana. Aku akan mengurus mereka."lanjut Nayaka Manggala tanpa melihat pada Batari Candawani "Mengurus kami?! " Gumilar Surendra mencabut kayu yang menancap di tangannya. Srak! Argh! Kucuran darah semakin deras dari tangan Gumilar Surendra. Temannya dengan segera membungkusnya. "Mau jadi pahlawan di siang bolong! Tapi kamu tidak sadar diri! Bocah lemah sepertimu tak ada artinya!" lanjut Gumilar Surendra Nayaka Manggala menghela napas dengan mengeluarkan pedang dari cincin ruang miliknya. Ia mengeluarkan tenaga dalam miliknya yang begitu berat dan kental menyelimuti dirinya. Tenaga dalam tersebut berbentuk kabut hitam tipis di sekitar tubuh Nayaka Manggala. Srak! Kaki bergeser sedikit, seketika niat membunuh dari Nayaka Manggala menyeruak keluar. Ugh! Hoek! Batari Candawani memalingkan wajahnya dengan muntah. Kepalanya terasa sangat pusing dengan perutnya yang mual mendadak. 'Apa yang terjadi? Kenapa rasanya aku sangat pusing dan mual? Rasanya seperti mencium bangkai yang amat busuk' gumamnya memegang kepalanya Gumilar Surendra dan teman temannya juga ikutan terkejut dengan niat membunuh yang sangat kuat bahkan membuat mereka juga merasa tak nyaman, serta aura intimidasi yang tidak kalah dari milik mereka. "Apa apaan niat membunuh ini! Rasanya seperti melihat orang yang sudah membunuh banyak orang!" "Tenaga dalam miliknya sangat aneh. Terasa menyejukkan dan menjijikan disaat bersamaan. Tidak nyaman sama sekali." "Baru kali ini aku merasakan tenaga dalam seperti ini." Gumilar Surendra menggeretakkan giginya. 'Bagaimana bisa bocah ini memiliki aura intimidasi yang setara denganku! Jelas dia baru ranah pengumpulan tenaga dalam bintang 5. Sementara aku ranah penyatuan alam bintang 1. Kesenjangan ranah kami sangat jelas. Tapi dia seperti tidak normal!' "Si-siapa kamu sebenarnya?" tanya Gumilar Surendra "Orang yang akan mati , tak punya hak mengetahui namaku. Lagipula buat apa? Mau kamu laporkan pada dewa kematian?" Nayaka Manggala mencibir dengan menaikan salah satu alisnya." Dia mungkin mengenalku, tapi entahlah!" "Sombong!" Umpat Gumilar Surendra." Apa kamu pikir bisa membunuh kami! Dasar katak dalam tempurung!" Teman teman Gumilar Surendra tersenyum mendengar perkataan Gumilar Surendra tersebut. Mereka setuju dengan hal itu. "Tunggu apa lagi. Ayo serang bocah ini!" ajak Gumilar Surendra "Ya!" Srak! Kening Nayaka Manggala mengerut. Mendadak ia merasa sangat kesal. "Katak dalam tempurung?" Wuz!!!! Tiba tiba Nayaka Manggala menerjang kearah Gumilar Surendra dan teman temannya yang baru saja ingin bergerak. Ia mengayunkan pedangnya dengan kuat. Wuz!!! Bang!!!Nayaka Manggala melonjakan tenaga dalamnya hingga membuat sebuah kabut hitam yang menyelimuti tubuhnya membuat pandangan pangeran ketiga dan beberapa pengawal yang tersisa menjadi terhalang. Tangan Nayaka Manggala yang diselimuti tenaga dalam segera menyentuh perut dari Batari Cahyaningrum. Sruak!! Tiba-tiba ia menarik paksa keluar api Surgawi dari tubuh Batari Cahyaningrum yang gagal memurnikannya. Batari Cahyaningrum sangat kesakitan dengan hal tersebu. Ia sampai mengerang keras. Arrghh! Bruk! Begitu api surgawi keluar, Batari Cahyaningrum merasa tubuhnya sangat lemah bahkan ia sampai tengkurap di tanah. Penglihatannya mulai kabur seiring dengan luka dalam yang dimilikinya akibat gagalnya penerobosan. Tenaga dalam di dalam tubuhnya juga kacau hal tu memperburuk keadaannya. Nayaka Manggala yang melihat api surgawi di tangannya segera mem
Di dalam gua, ratu medusa atau Batari Cahyaningrum berusaha memurnikan api surgawi. Tangannya yang menyentuh api surgawi terasa sangat panas namun berusaha ditahannya. "Ternyata api surgawi sepanas ini, tenaga dalam yang kugunakan untuk melapisi tanganku bahkan rasanya tidak berguna. Aku harus segera memurnikan apapun yang terjadi. Semakin lama memurnikannya keadaan akan semakin buruk." Api surgawi perlahan masuk ke dalam tubuh ratu Medusa lalu berputar-putar di sekitar dantian ya yang menjadi pusat dari tenaga dalam seorang seniman beladiri. Ratu Medusa memejamkan matanya dengan mencoba fokus untuk memurnikan api surgawi agar menyatu dengan dantiannya. Tenaga dalam miliknya menyewa mengelilingi tubuhnya. Keringat bercucuran membasahi wajah cantik yang sangat mempesona. Giginya sedikit menggeretak menahan rasa sakit dan panas yang membakar tubuh. Aliran darahnya semakin cepat. Ugh! Bruk!
Keributan yang disebabkan oleh serangan dari Gunung Madayana dan respon dari pasukan dari Gunung Pelangi langsung membuat kacau keadaan Gunung Pelangi Irawan selaku penatua pertama dari Gunung Pelangi dengan cepat memberikan arahan kepada para penghuni dari Gunung Pelangi. "Semuanya segera bergerak, saat ini ratu kita sedang berusaha untuk melakukan terobosan dan apapun yang terjadi kita harus menghentikan para pengganggu ini.""Baik penatua!" sahut kompak orang-orang dengan mengangkat senjatanya"Penatua yang lain tolong juga bergerak untuk melakukan yang terbaik guna melindungi ratu kita!" lanjut Irawan Penatua dari Gunung Pelangi yang lain segera dengan cepat bergerak untuk menghentikan para penyusup yang datang ingin menghancurkan tempat mereka.Nayaka Nayaka Manggala yang melihat pergerakan dari orang-orang Gunung Pelangi segera bergerak menyusup dengan memanfaatkan nafas pil penyembunyi miliknya menerobos menuju tempat ratu Medusa yang ingin melakuka
Nayaka Manggala mampir ke kediaman sesepuh kedua, tujuannya untuk meminta izin berlatih di hutan dekat sekte sehingga tidak bisa hadir di kediaman selama beberapa hari ke depan.Namun baru saja ya memasuki altar kediaman sesepuh kedua, ia sudah dihadang oleh Batari Cendatari yang menantang bertarung Nayaka Manggala . Batari Cendatari memiliki ranah satu tingkat di atas Nayaka Manggala ."Kakak senior benar-benar ingin menantangku?" tatap Nayaka Manggala yang sebenarnya enggan meladeni kakak seniornya tersebut Batari Cendatari menitipkan matanya dengan kembali menghunuskan pedangnya ke arah adik juniornya tersebut. "Apa tahu kamu benar-benar kuat, tapi aku ingin mencoba sendiri. Kamu hanya berada satu tingkat di bawahku, Aku ingin tahu seberapa jauh perbedaan di antara kita!"Nayaka Manggala menganggukkan kepala dengan menyadari maksud dari kata seniornya tersebut."Baiklah kalau begitu! Tetapi segeralah menyerah jika memang kau sudah tidak sanggu
Nayaka Manggala pergi ke Pasar Weling setelah mendengar jika keberangkatan dari sesepuh ke-5 untuk menggagalkan evolusi Ratu medisa masih akan dilaksanakan beberapa hari lagi."Sebelum pergi kembali berpetualang aku harus menjual apa yang sudah aku dapatkan selama perjalanan kemarin. Memang benar jika cincin ruang sangat luas, akan tetapi menyimpan barang-barang yang tidak berguna hanyalah buang-buang tempat."Sesampainya di Pasar Weling , Nayaka Manggala menjual semua hasil buruannya selama perjalanan kemarin.Seperti yang biasanya, butuh waktu cukup lama bagi pelayan Paviliun untuk menghitung jumlah koin emas yang didapatkan dari penjualan barang-barang hasil buruan. Banyak orang yang terkejut melihat banyaknya hasil buruan yang di keluarkan oleh Nayaka Manggala ."Bagaimana bisa murid itu mendapatkan banyak barang buruan?""Di hutan dekat perguruan tidak begitu banyak binatang iblis yang bisa diburu, kalaupun ada kebanyakan akan rusak karena pertarung
Beberapa hari kemudian, Nayaka Manggala kembali ke perguruan setelah bepergian cukup lama. Namun baru saja ia masuk ke kediaman penatua kedua untuk melaporkan dirinya yang telah kembali, Batari Candawani yang sedang berlatih di altar segera menghadangnya dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut. Meskipun ia tidak tahu pada tingkat berapa Nayaka Manggala telah berada, namun ia bisa merasakan jika batasan dari ranah penempaan tulang telah berhasil ditembus. "Bagaimana bisa kamu menerobos ranah penyatuan alam secepat ini?" tatap Batari Candawani dengan sangat terkejut dan tidak percaya Nayaka Manggala dengan santai menjawab, "sudah kubilang jika tak ada yang bisa tak mungkin kulakukan." Mendengar jawaban tersebut Batari Candawani mengerutkan keningnya dengan kesal, "Kata-katamu itu sungguh sangat menyakitkan bagiku." Nayaka Manggala yang merespon namun dia bisa mengerti perasaan dari kata seniornya tersebut. Bagaimanapun j