“Ireeneeee!Ya Dewiiii!”Keluh seseorang dengan memanggil nama ku dan Dewi Nara.
Suara seseorang itu penuh dengan kekhawatirin, cemas, dan sayang kepada diriku. Benar, itu Rania Devolt, ibunda Irene Devolt. Ibunda langsung memeluk diriku setelah melihatku berbaring di ranjang kamarku. “Irene nggak apa-apa bunda. Tadi Irene izin pulang duluan karena nggak enak badan” Jelasku pada ibunda dalam pelukannya dengan suara lembut dan ekspresi ceria. “Kamu ini!. Belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Dari hampir meninggal di Danau Violet. Lalu hampir menghilang lalu di akademi. Dan sekarang pulang ke kastil mendadak sekali. Membuat cemas semua orang” Ungkap ibunda padaku dengan kesal sekaligus khawatir. Ah, rasanya aku tidak pernah di khawatirin segininya di kehidupan pertamaku. Orang tuaku khawatir?. Bahkan mereka nggak pernah mau menemuiku di kehidupanku kalau nggak berbasa basi perihal uang. Sedangkan kini di kehidupan kedua ini aku hidup dengan rasa cinta yang sangat besar dari orang tua dan semua pekerja di kastil ini. Beginikah rasanya bahagia itu?. Kalau gitu aku mau cukup begini saja. Siapapun pencipta dunia ini. Terima kasih telah menerimaku disini sebagai Irene Devolt. Benar, terima kasih Dewi Nara. Tanpa sadar aku tersenyum bahagia setelah rasa syukurku pada Fewi. “Lah malah senyum anakku ini” Tutur ayahanda setelah melihatku wajahku bahagia mendengar perkataan istrinya. “Nggak apa ayahanda ibunda. Irene hanya bahagia karena memiliki orang tua seperti kalian. Terima kasih untuk segalanya. Jangan marahiku lagi ya xixi” Jawabku pada ayahanda dan ibunda dengan terkekeh. “Nah, kalau begitu. Terimaaaa iniiiii” Balas ayahanda dengan menyerangku menggunakan gelitikan jahil dan ibunda pun ikut melakukan aksi ayahanda. “Hahahahahah, ayahandaaaa ibundaaa geliiiii! Hahahahahah” Ungkapku dengan tawa membahana kegelian pada aksi kedua orang tuaku. “Hahahahahah, tolong berhenti.Hahahahahahah” Masih tuturku pada mereka. Waktu pun berjalan dan tak lama mereka pergi meninggalkan kamarku setelah memberikan pesan kepadaku untuk bersiap nanti sore mencoba gaun untuk besok. Ya, besok merupakan pesta perayaan berdirinya kekaisaran. ____”____ “George Devolt, Rania Devolt, dan Irene Devolt telah tiba” Terang seorang pengawal menjelaskan keberadaan keluarga count Devolt kepada orang-orang yang berada di dalam aula pesta. Aku dan kedua orang tuaku berjalan melewati pintu yang menjadi sarana masuk ke dalam aula pesta. Suara alunan klasik terdengar ketika aku memasuki aula. Beberapa saat tatapan semua orang dalam aula berfokus pada keluargaku. Aula ini sangat luas sekali dengan lampu gantung yang sangat indah di beberapa tempat. Permadani yang terpasang di langit-langit memperingatkanku terhadap istana Beckingham di Inggris yang hanya bisa aku lihat di internet. Di tengah ruangan terletaklah dua singgasana dengan di kiri kanannya terdapat masing-masing 2 kursi tambahan dengan bahan kristal yang indah. Sedangkan kedua singgasana tersebut terlihat seperti gabungan dari berbagai macam batu yaitu kristal, berlian, emas, dan mana?. Entahlah aku kurang tau detailnya. Tapi singgasana tersebut terlihat sangat indah dan magis. Di tiap sisi ruangan terdapat kursi-kursi empuk yang menurutku menjadi tempat para tamu untuk duduk sejenak sambil menikmati pesta. “Sayang, ayahanda mau menemui Duke Fallord dulu” Jelas ayahanda pada ibunda dan aku yang sontak saja menghentikan pikiranku tentang aula pesta ini. “Iya sayang” Jawab ibunda dan tak lama ayahanda langsung beranjak berjalan menuju seseorang yang ia panggil Duke Fallord. “Ibunda, keluarga kaisar kenapa belum datang ya. Sebentar lagi kan acara mau dimulai” Tanyaku pada ibunda dengan mata menatap sekitar. “Keluarga kekaisaran selalu datang di akhir sayang. Sebagai pemberitahuan bahwa pahlawan selalu datang di akhir” Jawab ibunda padaku. “Ayo kita duduk dulu” Ajak ibunda menggenggam tangan kananku mengikuti jalannya. Tak berselang lama kami duduk. Datang kedua orang yang bisa aku tebak kenalan ibunda. Mereka mengajak ibunda berbicara. Dan ibunda izin padaku untuk berbicara dengan mereka. Beberapa menit aku hanya menatap sekitar aula pesta dan tak terlihat tanda-tanda kedua orang tuaku itu akan mengakhiri pembicaraan mereka. Aku memanggil pelayan yang membawa minuman dan beranjak dari kursi empuk tersebut menuju balkon yang berada di samping tempatku duduk. Balkon ini merupakan daerah ujung dari balkon lainnya. Bisa aku lihat orang yang berada di balkon kananku sedang berbicara dengan partnernya. Aku hanya menghela nafas dan memandang permandangan yang ada di depanku. Terlihat sekali kayanya keluarga kekaisaran di dunia ini. Sejauh mata memandang terlihat gemerlap lampu yang ada di kiri kanan jalan. Dan terawatnya taman yang berada disini. Bisa aku lihat bunga mawar dan tulip di taman depanku ini. Aku pun mengangkat sedikit gaun hitamku yang memiliki potongan di kedua lenganku dengan jahitan beberapa batu kristal dan berlian di masing-masing sisi. Ya, aku sedikit lupa menjelaskan tentang gaun indah ku malam ini yang telah dipilihkan oleh ibunda. Gaun yang sangat indah ini mengingatkanku akan langit malam yang terasa menakjubkan jikalau di pandang. Minuman yang ku bawa telah habis. Dan aku tidak tau kenapa pandanganku rasanya berangsur gelap. Dan aku pun tidak tau apa yang terjadi pada diriku. Seingatku minuman yang ku pilih tidak terasa mengandung alkohol. Sebelum aku jatuh ada tubuh seseorang yang memegang kedua tanganku dari belakang supaya aku nggak jatuh. Dan semuanya gelap. ____”____ Aku terbangun dari tidurku. Matku terbuka dan berusaha menyesuaikan dengan keadaan yang ada di sekitarku. Tanganku terikat ke belakang kursi yang ku duduki dengan tali. Terlihat di depanku sebuah ruangan yang rasanya lebih mirip dengan gubuk dan aku tidak tau dimana posisi gubuk ini. Kepanikan melandaku dan dengan hati-hati aku berusaha untuk menguraikan ikatan tali di tanganku dengan kursi. Hingga sebuah suara memberhentikanku sebentar. Suara seseorang yang sangat ku kenal. Ia pun memasuki gubuk ini dengan tangan memegang pedangnya yang berada di sisi pinggang tubuhnya. Ekspresi mengejek dan menghina bisa terlihat sangat jelas dari wajahnya ketika memandangku yang terikat di kursi. Dia berjalan mendekatiku dengan wajah angkuhnya. Tanpa sadar aku ketakutan dengan apa yang akan terjadi. Kepalaku mengirimkan alarm berbahaya ketika melihat senyum sinisnya itu. Dan akhirnya ikatan tali di tanganku terlepas. Ku sembunyikan hal itu. Aku tidak mau gegabah. Orang didepanku ini terlihat sangat berbahaya. Aku tidak tahu kenapa. Rasanya tubuhku menggigil melihat ia yang memandangku dengan angkuh. “Kamu tau kenapa kamu ada disini” Tanya ia membuka pembicaraan kami. Ia mengambil kursi yang tersedia di belakang pintu dan mendudukinya tidak jauh menghadap diriku seolah aku adalah sebuah karya seni terindah yang ia lihat. “Apa yang kamu lakukan brengsek?!” Jawabku dengan marah padanya. “Ya, sepenglihatanmu. Kamu diikat disini dan hanya ada aku disini bukan teman-temanku” Balsanya dengan santai sambil mengendikkan bahu seolah-olah pertanyaan yang ku lontarkan itu sangat lucu. “Lepasin aku brengsek!” Raungku padanya sambil berakting-akting seolah minta dilepaskan dari ikatan tali di kursi. “Hahahahahah akhirnya aku mendapatkanmu Irene Devolt” Ungkap orang di depanku ini dengan tawa iblis keluar dari mulut menjijikannya. “Mau aku kasih rahasia sebelum permainan dimulai?” Tuturnya padaku dengan ekspresi menjijikan memenuhi wajahnya itu. “Aku tidak mau tahu brengsek!.Sekarang lepasin aku sebelum kamu dihukum ayahandaku karena menculikku disini!” Balasku padanya dengan murka. “Ya, kamu selalu begitu. Itulah yang membuatku membencimu setengah mati” Jawabnya dengan dingin setelah mendengar balasanku. Alarm di kepalku dengan cepat mengirim sinyal bahwa bahaya akan datang dengan cepat setelah melihat wajahnya menjadi tajam dan dingin menatapku. Ah, tiba-tiba tubuhku menggigil dan ketakutan. Orang di depanku ini ternyata sangat berbahaya. Sebuah fakta baru yang ku sadari bahwa Benedict Yhale adalah seorang yang berbahaya. Benar, orang di depanku ini yang menculikku sekarang entah kemana merupakan orang yang menamparku di kelas kemarin. Tubuhku pun membeku.Kesunyian yang terjadi beberapa menit sebelumnya terpecahkan oleh suara tawa dari Benedict. “Hahahaha. Jangan-jangan sekarang akhirnya kamu sadar bahwa aku menakutkan. Hahahah” Tuturnya dengan tawa iblis menghiasi bibirnya. “Baiklah Irene. Sebelum aku membunuhmu, aku akan menceritakan padamu sebuah cerita yang sangat memilukan terjadi beberapa tahun yang lalu” Ungkapnya yang kini telah berganti ekspresi menjadi datar dan dingin memandangku. ‘Dahulu beberapa tahun lalu, keluarga Count Yhale memiliki keluarga yang lengkap. Dengan memiliki kedua anak yang terdiri dari satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Anak laki-laki bernama Benedict Yhale dan anak perempuan bernama Marie Yhale. Mereka berdua hanya berbeda 3 tahun kelahirannya. Benedict selaku kakak laki-laki amat menyayangi dan memanjakan Marie Yhale termasuk halnya pekerja di keluarga Count Yhale. Marie Yhale hidup dengan kebahagiaan tiap harinya kerena cinta dan kasih sayang dari orang sekitarnya. Hingga suatu peristiwa m
Kesadaranku kembali tidak berlangsung lama dari pingsanku lalu akibat keterkejutan. Aku pun dengan cepat duduk dan berdiri. Merobek bagian bawah gaun hitamku dan mengelapnya ke darah yang merembes keluar dari tubuh Benedict. Selesainya aku langsung mengangkat tubuh Benedict dengan cara merangkul tubuhnya. Pikiranku terasa kacau sekarang. Pertama aku tidak tau dimana posisi kami sekarang. Kedua aku harus cepat menguburkan atau membuang Benedict sebelum ketahuan orang lain. Dengan sigap ku buka pintu keluar gubuk dengan agak sedikit kesulitan karena harus menopang berat tubuh Benedict. Di depanku terlihat hamparan warna hitam dari air akibat gelap. Yang bisa ku yakini bahwa posisi kami sekarang masih berada di kekaisaran dan tidak jauh dari istana kekaisaran. Ya tebakanku rasanya benar, sekarang kami berada di dekat Danau Violet. Aku pun kembali berjalan memapah Benedict sedikit ke ujung dekat Danau Violet. Setelahnya tubuhnya aku buang ke Danau Violet dengan menaruh batu yang agak besa
Tanah bersalju membentuk jejak kaki dari sepatu yang ku kenakan. Salju masih berhamburan turun dari langit jatuh ke tanah dan membentuk tumpukkan tanah menjadi berwarna putih. Derapan langkah kaki berdatangan tergesa-gesa terdengar dibelakangku. Aku tidak tau dimana tempatku berpijak sekarang ini berlari menghindari sekelompok manusia yang ingin menghempaskan telur ayam dan kotoran Dugong yang berbau busuk kepadaku. “Hey Irene, berhentilah berlari. Kalau kamu berhasil kami tangkap, jangan harap kamu bisa kabur.” Ungkap malas pimpinan kelompok yang mengejarku.“Kamu yang berhentilah mengangguku Alec, dasar anak kurang kasih sayang!.” Teriakku marah sambil terus berlari ke depan dengan sesekali kepalaku menengok ke belakang.“Tom, Ben, Lisa, Kate. Lakukan yang kita diskusikan tadi.” Bisik Rey pada rekan kelompoknya.Pandanganku tergesa-gesa mencari tempatku bersembunyi. Sekelompok orang tadi tidak terlihat lagi di belakangku.Berganti serigala putih berada di depanku. Menatapku dengan t
Sesampainya di Kastil Devolt, kedua orang tuanya menunggunya di halaman kastil.“Irene!Astaga ya Dewi! Anakku” Seru Countess Devolt atau ibunda dari Irene yang bernama Rania Devolt.Ibunda memelukku dengan sangat hangat dan khawatir. Terlihat dari kedua matanya beruraian air mata dengan suara tangisan khawatir.“Syukur ya Dewi!. Irene setelah kamu bersih-bersih datang ke ruang kerja ayah.” Perintah Count Devolt atau ayahanda dari Irene yang bernama George Devolt.“Bunda ayah, Irene nggak apa-apa. Seriusan deh tadi Irene sibuk di perpustakaan dan tidak disangka-sangka Irene lantas ketiduran di perpustakaan dan nggak ingat lagi waktu sudah sore.” Jelasku kepada Count dan Countess Devolt dengan nada ceria dan manja khas dari Irene Devolt.“Ya Irene lain kali kamu kabari Roni kalau setelah selesai kelas mau ke perpustakaan lagi ya. Biar Roni nggak cemas dan memberikan kabar yang sangat mengkhawatirkan kepada kami. Paham anakku?” Ujar Rania Devolt dengan mata sendu dan kasih sayang menatap
Teng~Teng Denting bel terdengar dari luar kelas. Dan aku bersyukur telah berada di kelas sekarang. Tak lama dari bunyi bel tersebut masuklah Mr. Joe dengan kacamata tebalnya dan tumpukkan bukunya ke dalam kelas. “Selamat pagi semuanya. Sepertinya di pertemuan sebelumnya aku telah menerangkan kepada kalian terkait tugas hari ini. Keluarkan tugas kalian!.” Tutur Mr. Joe dengan langsung tanpa kalimat basa basi. “Sekarang kita akan mulai dari Vivian!.” Panggil Mr. Joe kepada teman-temanku untuk maju dan memaparkan hasil tugas kami kepadanya. Hingga hampir setengah jam berlalu kini giliranku di panggilnya. “Irene Devolt!” Panggilnya aku pun dengan cepat maju ke depan hingga tanpa ku ketahui bahwa kursi yang ku duduki tadi sudah ditempelkan oleh kelompok Alec dengan cairan siput. “Ehhhhh, kenapa aku tidak bisa berdiri. Apaan ini! Astaga!” Seruku kesal dengan benda yang ada dibawah pantaku dan tepatnya di kursi yang ku duduki kini. Hingga kumpulan tawa yang menyadarkanku akan perb