Share

Bab 4

Widia berkata dengan marah, "Jangan harap! Meski di dunia ini nggak ada pria lagi, aku juga nggak akan menyukaimu!"

Di luar sana ada begitu banyak pria yang jauh lebih baik dari Tobi, tetapi Widia juga tidak tertarik. Jadi, bagaimana dia bisa jatuh cinta kepadanya?

"Widia!"

Tiba-tiba seorang wanita cantik yang berpakaian seksi maju ke depan.

Celana pendek dan kaus ketat yang dia kenakan itu tampak memperlihatkan pusarnya, bahkan pinggang ramping dan kaki panjangnya itu terekspos semuanya. Ditambah dengan kulit putihnya itu, dia makin menarik perhatian orang.

Dengan santai, dia melirik Tobi yang berada di sampingnya itu.

Meski hanya mengenakan pakaian biasa, wajah Tobi lumayan tampan. Namun, bagaimana orang desa ini bisa dijodohkan kepada Widia? Bagai pungguk merindukan bulan.

Hanya tahu berangan-angan saja.

"Kamu sudah datang," sapa Widia.

Kemudian, dia berkata kepada Tobi, "Ini teman baikku, Tania Suwitno."

Tobi mengulurkan tangannya dan berkata sambil tersenyum, "Halo!"

Namun, Tania mengabaikannya. Dia meraih tangan Widia dan berkata, "Ayo pergi. Tuan Joni dan yang lainnya sedang menunggu kita."

Widia menganggukkan kepalanya dan berkata, "Ayo, kamu ikut juga!"

Sebenarnya, Tania memang sengaja datang untuk menghadapi Tobi. Dia ingin membuat pria itu kehilangan muka dan tidak mampu berada di sisi Widia lagi.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil Widia. Tak lama kemudian, mereka telah tiba di tempat tujuan.

Ini adalah klub anggar yang memiliki fasilitas mewah. Banyak orang kaya dan para pejabat suka datang bermain di sini.

Begitu mereka masuk ke dalam, beberapa anak muda langsung menyapa, "Dua wanita cantik, akhirnya kalian sampai juga. Tuan Joni sudah naik ke panggung untuk bertanding."

Mereka mengabaikan Tobi yang berada di samping mereka itu.

Tobi sama sekali tidak tersinggung, dia justru merasa nyaman.

Joni yang berada di lapangan itu bergerak dengan bebas. Ayunan pedangnya tampak anggun dan indah, bahkan setiap gerakannya mampu membuat gadis-gadis jatuh hati kepadanya.

"Keren sekali. Ayunan pedangnya indah sekali," puji Tania.

"Tentu saja. Bicara soal anggar, kita kalah jauh dari Tuan Joni, deh."

Dari panggung terlihat Joni baru saja berhasil menjatuhkan pedang lawan dengan mudah.

Widia juga tampak kagum dan berkata, "Hebat sekali. Lawan Tuan Joni juga hebat, tapi dia dikalahkan oleh Tuan Joni dengan mudah."

Saat ini, Joni melepas penutup kepalanya, melangkah maju dan berkata sambil tersenyum, "Widia, Tania, kalian sudah datang."

Lalu, saat dia melihat Tobi, dia juga bertanya, "Siapa ini?"

"Dia?"

"Dia adalah pria udik yang kuceritakan itu," ejek Tania.

Ekspresi Joni tiba-tiba berubah dingin. Ternyata pria udik itu adalah Tobi, saingannya dalam memperebutkan Widia.

Sungguh pria tidak tahu diri, sepertinya dia cari mati.

Namun, ekspresi Joni segera kembali normal. Kemudian, dia berkata sambil tersenyum, "Ternyata itu dia. Meski dia orang desa, dia juga termasuk tamu. Biarlah dia menambah pengalamannya di sini."

"Kamu mau coba bermain?"

Tobi menggelengkan kepalanya. "Nggak berminat."

"Bukan nggak berminat, tapi dia nggak berani."

"Benar, dia takut malu."

"Sudahlah, jangan salahkan dia. Lagian, anggar adalah olahraga yang dimainkan oleh orang kaya. Orang desa sepertinya mana tahu cara memegang pedang. Bukankah nanti dia akan terlihat memalukan?" ujar Joni.

Tobi tertawa ringan dan berkata, "Nggak juga. Aku hanya nggak tertarik sama hal-hal nggak penting seperti itu."

"Apa kamu bilang? Pria udik sepertimu berani meremehkan anggar?"

"Akui saja kamu nggak berani. Kamu malah memfitnah olahraga berkelas seperti ini. Dasar aneh, ck, ck."

Joni mendengus dingin dan berkata, "Awalnya aku nggak memaksamu untuk bertanding, tapi kamu malah berani memfitnah olahraga ini. Jadi, kamu harus diberi pelajaran. Ayo naik ke atas dan bertandinglah."

Tobi menggelengkan kepala dan berjalan naik ke atas panggung, "Ya. Karena kamu ngotot mau cari masalah, aku akan beri kamu kesempatan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status